Ahad 25 Jan 2015 19:17 WIB

Dikaji, Hukuman Mati dalam Hukum Pidana Indonesia

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Pemerintah Indonesia menolak peninjauan kembali (PK) terhadap gembong jaringan narkoba besar internasional yang telah divonis mati oleh pengadilan. Pembahasan hukuman mati di Indonesia pun kembali menghangat. Beberapa perguruan tinggi Islam negeri pun mengkaji bagaimana penerapan hukuman mati di Indonesia ini, khususnya bagi para gembong narkoba internasional.

Universitas Muhammadiyah (UM) Surakarta menggelar diskusi panel Program Doktor Ilmu Hukum, bertema `Dilema Pidana Narkotika dan Hukum Mati di Indonesia', Sabtu (17/1). Ketua Program Doktor Ilmu Hukum UM Surakarta Prof Absori dalam mengatakan, hukuman mati yang dilakukan Indonesia terkait kejahatan berat merupakan bagian dari sistem hukum yang ada di Indonesia.

Dengan demikian, kritik yang dilakukan terhadap hukuman mati tersebut tidak tepat karena sudah sesuai dengan per undang-undangan yang berlaku. Terlebih, kata dia, dalam kasus terbaru, beberapa gembong narkoba internasional yang telah mendapat vonis mati diprotes keras oleh beberapa negara. Menurut dia, Indonesia memiliki kedaulatan hukum yang harus dihargai oleh negara lain, termasuk bagi negara yang warga negaranya tersangkut pelaksanaan hukuman mati.

Hal ini berlaku juga bagi negara lain yang memberlakukan hukuman mati, negara lain pun tidak punya kewenangan untuk mendikte pemerintahnya. Seperti di Amerika Serikat (AS) yang juga memberlakukan hukuman mati. Bagi negara yang tidak memberlakukan hukuman mati atas nama hak asasi manusia (HAM) seperti Australia, tentu nya itu adalah kedaulatan hukum di sana.

Namun, ia berharap agar pelaksanaan hukuman mati di Indonesia harus dipahami atas dasar kedaulatan hukum oleh negara lain. "Jangan sampai kedaulatan hukum kita didikte negara lain, seperti pemberian remisi kasus narkoba dengan terpidana Corby, warga negara Australia,"

ujarnya.

Efek jera

Hal yang sama disampaikan Hakim Agung Mahkamah Agung RI, Artidjo Alkostar. Dalam kesempatan yang sama, ia menegaskan, penegakan hukuman mati bagi gembong narkoba besar di Indonesia sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan sebagai efek jera yang efektif bagi para gembong narkoba agar tidak berani coba- coba menjadikan Indonesia sebagai target produksi dan peredaran narkoba.

"Saya tidak ingin Indonesia seperti Amerika Latin, Kolombia maupun Brasil. Bandar narkoba menjadi kartel yang sangat kuat, sehingga negara menjadi takut mengahadapi," katanya. Karena itu, menurut dia, perlu ada penegakan wibawa hukum, agar bandar dan penyelundup narkoba tidak lagi kuat di negeri ini, apalagi mempunyai jaringan yang masuk ke dalam sistem pemerintahan dan penegakan hukum di Indonesia.

Hukuman mati bisa diterapkan termasuk kepada aparat hukum sendiri.

"Negara kita mau jadi negara apa, kalau dilecehkan bandar narkoba yang bisa menyelundupkan sampai 840 kg. Apa kita tidak malu, kalau kedaulatan hukum dilecehkan bandar narkoba?" katanya menerangkan. Bagi dia, ketegasan hukum dan penegakan hukuman mati bagi gembong besar narkoba untuk menjaga marwah nama baik negara. Dengan adanya hukuman mati, masyarakat awam diharapkan dapat hidup dengan tenang dan tanpa dibayangi ketakutan keluarganya terkena narkoba.

Bagi MA, penjatuhan vonis hukuman mati terhadap pelaku kejahatan narkotika sudah sesuai undang-undang dengan preferensi khusus. Hal ini dengan pertim bangan supaya orang tidak mengulang ke jahatan tersebut. Di samping itu, MA ju ga mempertimbangkan sanksi ini seba gai peringatan bagi masyarakat agar jangan sampai secara sadar terlibat dalam kejahatan luar biasa sebagai pengedar narkotika.

Mirip qisas Di tempat dan pembahasan berbeda, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Bandung, Dede Karnia, dalam sidang terbuka promosi doktornya di Universitas Padjadjaran mengkaji hukuman mati di Indonesia dengan korelasinya hukum qisas dalam Islam. Dalam disertasinya yang berjudul `Hak Asasi Manusia pada Piagam Madinah Dihubungkan dengan Qishash dalam Rangka Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia', ia beranggapan ada kemiripan hukuman mati di Indonesia dengan qisas.

Ini terlihat pada pasal-pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), seperti pasal 338, 339, dan 340, di mana hukuman mati tidak hanya sekadar bentuk pidana, tetapi juga lebih melindungi hak hidup. "Pidana mati tertuang dalam Pasal 340 KUHP.

Ini sangat mirip dengan qisas, tetapi di KUHP tidak dapat melindungi hak asasi manusia (HAM), baik bagi tersangka maupun korban, sehingga KUHP harus diperbarui," ujarnya.

Menurut dia, Islam sangat tegas kepada pelaku tindak pidana yang menghilangkan nyawa karena termasuk kejahatan besar selain musyrik dan meninggalkan shalat. Bentuk pidana ini disertai perlindungan HAM yang sudah diberlakukan Rasulullah sejak periode Madinah pada abad ke tujuh Masehi.

Dijelaskannya, pidana yang dikenal ma nusiawi di Barat, baru dikenal pada abad ke-18 Masehi, tetapi masih berdasarkan pada teori retributive (pembalasan).

Pemidanaan yang memperhatikan HAM berdasarkan filosofi restorative justice, baru dikenal di Barat pada abad ke-21. KUHP masih menggunakan pidana retributive, sehingga perlindungan HAM pun ditujukan kepada pelaku delik, sedangkan korban dan masyarakat umum yang dirugikan tidak mendapatkan hak- haknya secara layak. Bila melihat hukum qisas, banyak orang memadang sebagai hukuman yang kejam.

Padahal, kata dia, ternyata sangat melindungi hak hidup orang lain. Ini terbukti saat Rasulullah memberlakukannya pada periode Madinah, negara ini menjadi aman dan damai dengan angka kejahatan yang sangat rendah. Ini juga bisa berlaku bila melihat pelaksanaan hukuman mati yang dilakukan di Indonesia, yang diberlakukan bagi kejahatan berat seperti bagi gembong besar narkoba.

Dengan adanya hukuman mati bagi gembong besar narkoba tersebut, maka hukuman mati bisa jadi untuk melindungi hak hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Di mana telah banyak dari mereka terancam kehidupannya karena peredaran dan penggunaan narkoba yang merusak sendi kehidupan masyarakat, terutama generasi muda. Oleh Amri Amrullah ed: nina chairani

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement