Senin 19 Jan 2015 14:55 WIB

Haris Azhar, Koordinator Kontras: Hukuman Mati Tidak Efektif

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Bagaimana tanggapan mengenai hukuman mati untuk kasus narkoba?

Kontras mengecam keras kebijakan dan pernyataan publik yang dikeluarkan Kejaksaan Agung terkait eksekusi mati enam terpidana kasus narkoba. Pernyataan Prasetyo untuk “memahami situasi” demi menyelamatkan Indonesia dari bahaya narkotika adalah pernyataan sumir yang tidak patut dikeluarkan oleh seorang pejabat publik sekelas jaksa agung.

Pernyataan tersebut juga tidak mencerminkan agenda institusi Kejaksaan Agung pada tren global, yakni penghapusan hukuman mati dari sistem tata pidana nasional. Kontras pesimistis bahwa pernyataan itu akan efektif memotong mata rantai peredaran narkotika karena mengeksekusi pengedar tidak akan ampuh memotong mata rantai produksi global narkotika. Ditambah dengan banyaknya bukti dan informasi bahwa proses hukum dijalankan secara tidak layak.

Apa dampak yang akan timbul dari pelaksanaan eksekusi mati tersebut?

Tentu eksekusi hukuman mati kepada enam terpidana ini akan mencoreng muka Indonesia di panggung HAM internasional.

Lebih jauh lagi, pernyataan kontroversial Kejaksaan Agung didahului dengan pernyataan Joko Widodo selaku kepala negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia, tidak sejalan dengan amanat Dewan Hak Asasi Manusia Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, di mana Indonesia masih duduk sebagai anggota dewan untuk dua periode.

Apa alasan ketidaksetujuan dengan hukuman mati?

Keenam terpidana yang terkena kasus kejahatan narkoba tetap memiliki hak untuk hidup dan mempertahankan hidup seperti tercantum dalam Pasal 28A UUD 1945. Termasuk jaminan hak atas hidup yang tercantum di dalam Pasal 6 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah melalui UU Nomor 12/2005.

Bagaimana idealnya politik HAM yang harus dilaksanakan?

Politik HAM Jokowi idealnya harus mencitrakan keberpihakannya pada rasa keadilan. Tapi kali ini Kontras ingin berbalik bertanya, rasa keadilan bagi siapa yang ingin digapai Jokowi jika tidak memiliki sensitivitas pada HAM yang universal? Perdebatan kedudukan hukum atas upaya untuk mencari rasa keadilan melalui peninjauan kembali (PK) antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi pun juga belum selesai. Ini akan menambah deretan panjang carut marutnya politik HAM Indonesia di era Jokowi.  c97 ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement