Rabu 31 Dec 2014 14:00 WIB

Rambe Kamarul Zaman, Ketua Komisi II DPR: Pilkada Jangan Ditunda

Red:

Perppu Nomor 1 Tahun 2014 baru akan digodok di Dewan Perwakilan Rakyat pada Januari 2015. Selain pembahasan menerima atau menolak perppu tersebut, DPR juga membuka kemungkinan menyesuaikan isi aturan pelaksanaan pemilihan gubernur dan bupati/wali kota, termasuk kemungkinan perubahan jadwal pilkada serentak 2015.

Berikut wawancara Republika dengan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman.

Bagaimana bentuk pembahasan Perppu 1/2014 pada masa sidang berikutnya di DPR?

Masa sidang berikutnya sekitar tanggal 13 Januari sampai minggu ketiga Februari 2015. DPR akan membahas posisi perppu, apakah diterima atau bagaimana. Kalau diterima, harus ada pembahasan lebih lanjut tentang penyesuaian-penyesuaian yang ada di dalamnya. Sekitar 19 Januari 2015 dibahas intensif di Komisi II. Enggak ada menang-menangan. Intinya, pilkada jangan ditunda, ada kepastian hukum, dan jangan ada pelaksana tugas atau penjabat (pj) terlalu lama.

Berarti memang ada rencana untuk mengubah perppu setelah diundangkan?

Itu kalau perppu diterima. Harus keluar dulu UU Pilkadanya. Nanti kita bahas bersama, kita tanya juga ke Presiden Jokowi atau perwakilannya, apa yang diubah. Jadi, harus duduk bersama dulu. Usul kami, kalau memang banyak yang diubah, kenapa tidak perppunya saja dicabut. Nanti langsung usulkan RUU Pilkada yang baru. Di dalamnya langsung dirumuskan perubahan-perubahan yang selama ini diusulkan.

Bukannya itu akan memakan waktu lebih lama?

Enggak dong. Makanya duduk bersama dulu, jangan usul sana, usul sini. Pemerintah bilang ini, KPU bilang begini. Perppunya saja belum dibahas. Nanti perubahannya itu kan bisa dibahas simultan dengan pembahasan perppu. Harus diusahakan satu bulan selesai.

Bagaimana menyikapi dinamika politik antarfraksi yang cukup tinggi di DPR?

Fraksi-fraksi di DPR bisa memahami kok. Ini kan bukan soal menang-menangan lagi. Ini kan kasihan banyak daerah yang kepala daerahnya mau habis masa jabatannya. Jadi harus cepat dibahas. Kalau memang ada perubahan, harus disepakati juga penyesuaiannya itu dilakukan dengan cepat.

Menurut DPR, apa yang perlu diubah atau disesuaikan dalam aturan pelaksanaan pilkada?

Ada empat persoalan besar. Pertama terkait siapa yang menyelenggarakan pilkada. Kalau KPU yang melakukan, dasar hukumnya apa. Karena dalam UUD disebutkan KPU menyelenggarakan pilpres dan pileg. KPU menyelenggarakan pemilihan yang masuk dalam rezim pemilu. Sekarang apakah pilkada masuk dalam rezim pemilu? Di perppu kan ga dinyatakan begitu.

Lalu soal penyelesaian sengketa hasil pilkada. Kalau masuk rezim pemilu kan UUD mengatur diselesaikan di MK. Sementara, dalam perppu kan disebutkan diselesaikan di pengadilan tinggi yang ditunjuk MA. Makanya perlu dipastikan pilkada masuk rezim mana.

Ketiga, soal penyelenggaraan dan tahapannya. Sekarang kan masih debat apakah uji publik harus digelar enam bulan. Begitu pula tahapan menetapkan soal daftar pemilih tetap (DPT). Tahapan yang panjang itu kan berpengaruh sama anggaran juga. Apakah perencanaan tahapan penyelenggaraan itu bisa dipersingkat waktunya? Yang diatur di perppu kan kepanjangan.

Keempat, soal penjadwalan. Di perppu kan jelas disebutkan kalau habis masa jabatan di 2015, dipilih di 2015. Habis di 2016, 2017, 2018, dipilih di 2018. Lalu, habis di 2019, 2020, pilkada serentak nasional di 2020. Itu kan harus dilihat masa pj dan plt. Jangan terlalu kepanjangan.

Apa tanggapan DPR terkait wacana diundurnya waktu pilkada serentak pada 2016?

Usulan kami yang habis di 2015 tetap di 2015, ditambah yang habis di 2016, tapi tidak semuanya. Misalnya, yang habis di awal 2016. Lalu yang akhir 2016 dipilih di 2017 bersamaan dengan yang habis di 2017 dan awal 2018. Ini juga disesuaikan dengan masa jabatan penyelenggara pemilu yang banyak habis di 2018. Setelah itu baru serentak nasional dengan Pilpres 2020. Tapi, ini kan harus dibahas bersama lagi dengan presiden. Sekarang sebaiknya semua pihak agak dinginlah, supaya yang di daerah juga tenang. rep:ira sasmita ed: muhammad fakhruddin

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement