Senin 29 Dec 2014 16:36 WIB

Nilai UN untuk Masuk Perguruan Tinggi Dorong Siswa tak Jujur

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
  Siswa penyandang tuna netra Novitriyani (kiri), dan Ikhsanegi Ramadhan (kanan) mengikuti Ujian Nasional di SLB Bagian-A (Tuna Netra) Pembina Tingkat Nasional, Jakarta Selatan, Senin (14/4).(Republika/Yasin Habibi)
Siswa penyandang tuna netra Novitriyani (kiri), dan Ikhsanegi Ramadhan (kanan) mengikuti Ujian Nasional di SLB Bagian-A (Tuna Netra) Pembina Tingkat Nasional, Jakarta Selatan, Senin (14/4).(Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo mengatakan, penggunaan nilai UN untuk masuk perguruan tinggi mendorong siswa berlomba-lomba mendapatkan nilai yang tinggi. Walaupun seringkali untuk mendapatkan nilai tersebut dengan cara yang tidak jujur.

"Kami juga meminta guru berlaku jujur apa adanya dalam pelaksanaan UN. Biarkan siswa memperoleh nilai apa adanya, tidak  usah takut siswa tidak lulus,"ujarnya, Senin, (29/12).

Sekolah maupun guru sering mendorong agar siswa-siswanya lulus UN meski tidak jujur. Karena sekolah dianggap baik kalau banyak siswanya yang lulus UN.

Selain itu, kepala dinas pendidikan juga sering  meminta sekolah untuk meluluskan siswa-siswanya pada saat UN. Sebab kepala dinas juga mendapat perintah dari bupati untuk meluluskan siswa-siswa di daerah.

"Jadi UN ini malah sering dipolitisir oleh kepala daerah. Ini dilakukan karena UN sering dijadikan tolak ukur seorang bupati berhasil membangun pendidikan di daerahnya kalau banyak siswanya lulus UN,"katanya.

Makanya, lanjut Sulistiyo, PGRI mendukung upaya Kemendikbud untuk segera mengevaluasi UN. UN sebaiknya hanya dijadikan alat pemetaan saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement