Senin 01 Dec 2014 17:30 WIB

UMY Selenggarakan Sekolah Perdamaian Internasional

Rep: heri purwata/ Red: Damanhuri Zuhri
Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Yogyakarta.
Foto: muhammadiyah.or.id
Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bekerjasama dengan Perdana Global Peace Foundation (PGPF) Malaysia menyelenggarakan Mahathir Global Peace School (MGPS) ketiga, 1-10 Desember 2014.

MGPS yang dilaksanakan di Kampus UMY ini mengusung tema Migration, Border, and Global Peace diikuti peserta dari 40 negara yang lolos seleksi.

MGPS dibuka Rektor UMY, Bambang Cipto yang dihadiri seluruh peserta yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Jerman, Australia, Thailand, Kenya, Kamboja, Tiongkok, Filipina, Sudan, Palestina, dan Turki.

Tampil sebagai pembicara kunci, Dino Patti Djalal (mantan Wakil Menteri Luar Negeri) dan Tan Sri Datuk Utama Dr Rais Yatim (mantan Menteri Luar Negeri Malaysia).

Rektor UMY mengatakan sekolah ini diiniasi banyaknya persoalan di perbatasan yang menjadi isu sensitif dan sering memicu ketegangan politik dan memunculkan konflik antarnegara yang bertetangga.

Untuk menjaga perdamaian di wilayah perbatasan membutuhkan strategi khusus dan sekolah ini merupakan salah satu solusi.

Selama 10 hari, peserta mendapatkan pelajaran tentang konsep perdamaian, anatomi konflik di perbatasan, migrasi akibat konflik, serta komplesitas misi kemanusiaan dan perdamaian di wilayah perbatasan.

Sedangkan tokoh dan ahli yang memberikan kuliah di antaranya Dino Patti Djalal (Foreign Policy Community of Indonesia/FPCI), Tan Sri Dato’ Utama Dr Rais Yatim (PGPF),  Prof Johan Galtung (Transcend) Prof Purwo Santoso (Universitas Gadjah Mada) dan Tulus Warsito (dosen UMY).

Dalam kuliah perdananya, Tan Sri Dato’ Utama Rais Yatim mengatakan perang harus dihindari karena lebih banyak menimbulkan kerusakan ketimbang manfaat yang diperoleh dari peperangan.

Karena itu, Perdana Global Peace Foundation (PGPF) Malaysia menyelenggarakan Mahathir Global Peace School (MGPS) untuk menciptakan generasi muda yang cinta perdamaian.

“Namun ada Negara yang tetap menginginkan adanya peperangan secara terus menurus. Bahkan terjadi di Negara-negara Islam yang dimulai dari Irak, Afganistan, Pakistan, dan Palestina. Perang ini sengaja dipelihara agar bisa mendatangkan uang,” kata Rais Yatim.

Mengutip sebuah hasil penelitian, Rais Yatim mengatakan perang dari Irak, Pakistan dan Afganistan telah merenggut nyawa manusia sebanyak 350 ribu orang.

Sedangkan biaya untuk peperangan tersebut sebesar 4,4 triliun dolar Amerika Serikat. “Dana sebesar itu akan lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk sekolah dan infrastrukturnya,” katanya.

Malaysia dan Indonesia, kata Rais Yatim, telah menggelar Mahathir Global Peace School sebagai upaya untuk memelihara perdamaian dan harus dikembangkan di masa mendatang.

“Sedangkan mahasiswa dan dosen memiliki pekerjaan rumah untuk melaksanakan riset tentang anti perang sebagai pokok penelitiannya. Sehingga bisa memahami cara menciptakan perdamaian,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement