Senin 24 Nov 2014 17:27 WIB

Aptisi: Setop Penegerian PTS dan Pendirian PTN Baru

Rep: heri purwata/ Red: Taufik Rachman
 Edy Suandi Hamid
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Edy Suandi Hamid

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Prof Edy Suandi Hamid mengatakan penegerian perguruan tinggi swasta (PTS) dan pendirian perguruan tinggi negeri (PTN) harus segera dihentikan. Menristek Dikti diharapkan tidak meneruskan kebijakan pendahulunya yang tidak memiliki kriteria yang jelas penegerian satu perguruan tinggi.

Edy Suandi Hamid mengemukakan hal itu dalam dialog dengan pimpinan perguruan tinggi swasta di Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Senin (24/11). Dialog tersebut juga mengusulkan agar Gorontalo bisa menjadi APTISI Wilayah Gorontalo dan terpisah dari wilayah Provinsi Sulawesi Utara.

Dialog yang dipimpin Rektor Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMG) Prof Nelson Pomalingo, juga menyatakan dana penegerian lebih baik digunakan untuk membantu PTS yang masih lemah. Usulan tersebut dimaksudkan agar gap antara PTS dan PTN tidak terlalu lebar.

Lebih lanjut Edy mengatakan mengacu Permendikbud No 27/2014 tentang pendirian PTN, ada lima tujuan pendirian perguruan tinggi negeri. Yaitu, meningkatkan akses pendidikan tinggi diseluruh wilayah Indonesia; meningkatkan pemerataan pendidikan tinggi di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal; meningkatkan mutu sumber daya manusia di daerah untuk mendukung pembangunan;  menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan  melindungi hak masyarakat untuk memperoleh pendidikan tinggi yang berkualitas.

“Kita lihat, ada dua belas PTN baru yang diresmikan September lalu misalnya, tujuh di antaranya di kota besar Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung. Kota tersebut  memiliki akses masuk perguruan tingginya mudah, sumber daya manusia (SDM) daerah tersebut sudah baik, dan jauh dari tertinggal.

“Jadi, tak sejalan dengan aturan yang baru dibuat tersebut. Memang ada di Papua dan Aceh, yaitu Institut Seni dan Budaya Indonesia Tanah Papua dan Institut Seni dan Budaya Indonesia Aceh, yang mungkin bukan program yang mendesak dan dibutuhkan oleh masyarakat di sana,” tandas Edy.

Semangat penegerian, kata Edy, harus dilihat dari jiwa peraturan tersebut, bukan hanya karena permintaan atau desakan pihak tertentu. Terlebih lagi penegerian PTS yang sudah diketahui berpotensi menimbulkan masalah. “Di samping berpotensi menimbulkan persaingan tidak sehat dengan PTS yang sudah ada, menambah beban APBN, juga berpotensi masalah terkait status kepegawaian yang kini ramai dari eks PTS tersebut,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement