Selasa 18 Nov 2014 17:40 WIB
siesta

Waktunya Digital Detox

Red:

Teknologi seolah menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, keberadaan teknologi memudahkan kehidupan. Tapi, di sisi lainnya kehadiran teknologi justru membuat orang kerepotan jika tak piawai memanfaatkannya.

Di era digital, orang bisa dengan mudah menghubungi dan dihubungi hampir di setiap tempat dan waktu. Di saat bersamaan, teknologi membuat orang seakan tidak mempunyai waktu mengistirahatkan pikiran. Kehadiran teknologi lewat gadget yang dimiliki membuat kita seolah terhubung 24 jam dengan orang lain.

Gadget tak hanya terbatas pada telepon pintar saja. Televisi pun masuk kategori tersebut. "Sesuatu yang digunakan tanpa batas efeknya pasti jelek," kata psikolog Vera Itabiliana.

Penggunaan gadget berlebih akan menimbulkan gangguan konsentrasi dan gangguan perkembangan bicara pada anak. Vera menyebut, sesuai anjuran American Academy of Pediatrics, gadget sebaiknya tidak diperkenalkan pada anak berusia di bawah dua tahun. Pasalnya, di dua tahun pertama sejak kelahirannya, otak anak sedang berkembang pesat. Anak yang berinteraksi dengan gadget akan menerima gelombang cahaya yang bersifat pendek-pendek. Ini bisa memengaruhi cara kerja otak dan rentang perhatian anak.

Pada gadget, warna, suara, dan getaran berubah dengan cepat. Jika penggunaannya berlebihan, anak akan terbiasa dengan stimulasi cepat dan pendek seperti itu. "Nanti, kalau anak di sekolah dihadapkan pada kondisi yang tidak seperti dalam gadget maka konsentrasinya akan cepat buyar," ucap Vera.

Untuk anak usia di atas dua tahun, penggunaan gadget harus tetap dibatasi. Vera pun hanya memperbolehkan anak-anaknya menonton TV maksimal dua jam per hari. Sedangkan, games hanya dapat dimainkan pada akhir pekan.

Dengan semakin maraknya penggunaan gadget, tentu sulit jika benar-benar menjauhkan anak dari gadget. Untuk itu, gadget bisa tetap dimanfaatkan anak usia sekolah dengan tujuan keperluan sekolahnya. Jika anak sudah berusia remaja, penggunaan gadget juga diperbolehkan untuk bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya dengan batasan yang jelas. "Misalnya, pukul 20.00 WIB, gadget harus dimatikan dan dikumpulkan ke orang tua," ujar Vera.

Banyak orang tua yang terlena manfaat gadget. Mereka menggunakan gadget untuk 'membius' anak mereka agar tidak rewel. "Gadget bukan baby sitter yang bisa digunakan untuk membuat anak menjadi anteng," kata Vera mengingatkan.

Dalam situasi darurat, pemberian gadget diperbolehkan. Misalnya, saat perjalanan jauh dan kondisi jalan macet, keberadaan gadget bisa menjadi teman mengisi waktu bagi anak. Untuk anak-anak yang telanjur kecanduan gadget, orang tua memerlukan bantuan orang ketiga, seperti psikolog. Tapi, jika ayah dan ibu merasa bisa menanganinya sendiri, hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah menyediakan aktivitas pengganti yang disenangi anak. "Pada dasarnya, kalau ada aktivitas menarik daripada gadget, ia akan beralih ke situ," ucap Vera.

Sebagian anak-anak sebenarnya lebih suka bermain dengan teman atau orang tuanya. Tapi, mungkin karena dilarang atau kesibukan orang tua, anak jadi lebih bergantung pada gadget-nya. Anak belajar menggunakan gadget dari orang tua. "Kalau hidup ayah dan ibu tidak bisa jauh-jauh dari gadget/ maka anaknya juga akan begitu," ungkap Vera.

Orang tua harus mencontohkan penggunaan gadget dengan bijak. Begitu sampai di rumah, matikan seluruh perangkat telepon pintarnya dan fokus pada anak. Alternatif lainnya, simpan gadget dan periksa pesan masuk di waktu tertentu sehingga kelancaran komunikasi penting dengan dunia luar bisa tetap terjaga.

Orang tua harus konsisten menerapkan penggunaan gadget yang bijak. Pada usia balita, seandainya anak merengek ketika tidak diperbolehkan mengoperasikan gadget, ajaklah ananda bicara dan berikan aktivitas pengganti. Sementara itu, di usia sekolah, orang tua perlu menentukan terlebih dulu aturannya, seperti batas maksimal penggunaan gadget.

Vera juga memberlakukan peraturan agak ketat terkait penggunaan gadget pada anak-anaknya. Anak sulungnya yang saat ini duduk di kelas enam sekolah dasar hanya diperbolehkan membawa ponsel saat les. Ponsel itu hanya bisa untuk menelepon, SMS, dan mendengarkan radio. "Untuk bermain games, ada Play Station, bukan tablet."  ed: reiny dwinanda

***

Perangkap Kelas Sosial

Sosiolog Musni Umar mengatakan, sebagian masyarakat hanya menggunakan gadget untuk menunjukkan kelasnya. Alhasil, pemanfaatannya pun tidak maksimal. "Banyak yang tidak paham cara mendayagunakannya dan hanya membeli untuk menunjukkan kelasnya yang tinggi dan elite," kata dia.

Pemanfaatan teknologi semestinya dapat meningkatkan hubungan sosial, ekonomi, bisnis, politik, pendidikan, dan menunjang bidang kehidupan lainnya. Teknologi sebenarnya bersifat netral. Namun, ada yang menggunakannya untuk kejahatan ataupun untuk kepentingan positif.

Musni mengkhawatirkan, kemajuan teknologi bisa menghambat perkembangan budaya baca masyarakat. Apalagi, gadget lebih banyak digunakan sebagai media hiburan ketimbang alat untuk mengakses informasi bernilai edukasi. "Kalau tidak memberi manfaat yang maksimal, orang perlu berupaya mengurangi kecanduan teknologi," komentarnya.

Masyarakat di beberapa negara sudah mulai mengurangi kecanduan penggunaan gadget. Mereka melakukan (digital detox). Di Prancis, contohnya ada kertas dinding yang dibuat ilmuwan setempat untuk memblokir sinyal wifi. Di Dublin, Irlandia, ada hotel yang mewajibkan pengunjungnya menyerahkan gadget mereka selama menginap. Amerika Serikat bahkan menawarkan paket liburan yang tak terjangkau sinyal telepon dan tidak memperbolehkan pesertanya membawa gadget.

Di Indonesia, kampanye tersebut baru dilakukan secara individual oleh segelintir orang. Mereka membatasi waktu untuk mengakses media sosial. "Digital detox belum menjadi gerakan," ucap pemerhati teknologi Enda Nasution.

Digital detox bisa dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama, benar-benar berhenti dan sama sekali tidak mengakses gadget. Kedua, menerapkan jam-jam tertentu dalam mengakses informasi dari gadget. Enda mencontohkan, kita tidak perlu langsung mengecek gadget setiap kali ada ada surel masuk. Periksa di waktu tertentu saja, misalnya, jam 08.00 sampai 10.00 WIB, 13.00 sampai 14.00 WIB, dan 16.00 sampai 17.00 WIB. Gunakan waktu-waktu tersebut untuk membaca dan membalas surel yang masuk. "Jangan lupa menonaktifkan notifikasi media sosial agar tak tergoda untuk berlama-lama memainkan gadget," ujarnya.

Cara lain yang bisa dilakukan, yakni jika sepulang kantor gadget kehabisan baterai, sebaiknya jangan langsung di-charge. Kondisi gadget yang habis daya tersebut dapat kita manfaatkan sebagai masa detoksifikasi. "Charge lagi baterai gadget keesokan harinya," saran Enda.

Orang yang ingin menjalani digital detox harus mempunyai komitmen kuat. Namun, butuh proses untuk merealisasikannya. Jika merasa gadget sudah mendatangkan masalah, cobalah memodifikasi gaya hidup. Ketergantungan terhadap dunia digital harus diatasi. "Lakukan pengkondisian agar kita tidak menjadi 'budak' gadget," saran Enda yang dijuluki Bapak Bloger Indonesia.

***

Menjadi Pengguna Cerdas

1. Umumkan rencana detox

Kekhawatiran akan kelewatan sesuatu yang penting memicu orang mengecek notifikasi ponselnya secara impulsif. Untuk mengakali situasi, kabari jejaring lewat media sosial, e-mail, telepon, atau cara lainnya tentang rencana offline Anda. Berikan alternatif jalur komunikasi lainnya agar Anda tetap bisa dikontak.

2. Mulai hari dengan aktivitas lain

Pasang beker, bukan alarm ponsel untuk membangunkan Anda. Meletakkan ponsel cerdas di sisi tempat tidur memicu orang memeriksa pesan online begitu terjaga. Untuk memulai hari, utamakan menyiapkan sarapan berikut minuman hangat sebelum larut dalam kegiatan komunikasi digital.

3. Bebas gadget

Pada jam makan siang, simpan gadget Anda. Waktu makan merupakan saat terbaik untuk unplugging. "Inilah saatnya berinteraksi dengan orang di sekitar dan diri sendiri," tutur pendiri The Digital Detox, Levi Felix, seperti dikutip entrepreneur.com.

4. Matikan push notifications

Notifikasi media sosial dan surel dapat mengganggu aktivitas penting Anda. Sebaiknya, tentukan waktu khusus untuk memeriksanya. "Jangan tergoda untuk meninggalkan aktivitas yang menyenangkan demi mengecek ponsel kecuali ada situasi penting atau mengancam nyawa."

5. Atasi kebosanan

Selain bermain gadget, ada banyak hal yang bisa dilakukan di waktu luang. Jangan takut dengan kebosanan. "Coba saja duduk dan lihat ke mana rasa bosan itu akan membawa Anda," kata Felix. oleh: qommarria rostanti

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement