Selasa 11 Nov 2014 18:44 WIB

Penyebab Minimnya Guru dan SLB di Jakarta

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Djibril Muhammad
Siswa Tuna Rungu mengikuti lomba menggambar tingkat SLb Se-Jakarta Timur di Gedung Serba Guna 3 Asrama Haji, Jakarta Timur, Rabu (23/4).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Siswa Tuna Rungu mengikuti lomba menggambar tingkat SLb Se-Jakarta Timur di Gedung Serba Guna 3 Asrama Haji, Jakarta Timur, Rabu (23/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno listyarti mengatakan, kurangnya jumlah guru dan SLB salah satu penyebabnya karena Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak memiliki data base anak-anak di Jakarta yang berkebutuhan khusus.

"Saat ini perlu ada pendataan dan pemetaan kebutuhan SLB sesuai dengan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus atau difabel. Setelah data diperoleh baru kemudian pemerintah menambah gedung-gedung SLB dan guru SLB," kata Retno di Jakarta, Selasa, (11/11).

Jumlah siswa ideal per kelas di SLB itu tergantung tingkat kebutuhannya. Kalau untuk siswa tuna netra satu kelas diisi 10 hingga 12 siswa masih wajar saja. "Jumlah sebanyak itu masih bisa diterima ya," ujarnya.

Kalau ada sekolah yang menolak siswa masuk SLB karena kapasitasnya yang sudah tak muat, menurut Retno tidak ada jalan lain kecuali orang tua calon siswa harus sabar mengantre.

"Ya orang tua harus sabar mengantre, tidak mungkin memberi teguran ke sekolah karena kapasitasnya tidak mungkin dipaksakan ditambah siswa," katanya.

Kapasitas yang kurang, ujar Retno, bukan salah sekolah. Sehingga sekolah tidak mungkin bisa ditegur. Di Jakarta saja yang menjadi pusat peredaran uang, guru-guru SLB dan sekolah SLB masih banyak yang kurang, apalagi di daerah-daerah. Makanya ini menjadi tanggung jawab pemerintah yang harus segera diselesaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement