Selasa 14 Oct 2014 14:00 WIB

Konsumsi BBM Picu Panas Ekstrem

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peningkatan suhu panas di Ibu Kota belakangan terjadi secara signifikan. Pekan lalu, Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat suhu di wilayah DKI Jakarta mencapai 40 derajat celcius. Kementerian Lingkungan Hidup menilai, kenaikan suhu secara ekstrem terjadi akibat efek rumah kaca.

Aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar minyak (BBM) secara berlebihan menjadi salah satu penyebab hal ini terjadi. “Perubahan iklim sudah sangat parah karena aktivitas manusia seperti penggunaan BBM. Karenanya, kita semua perlu melakukan efisiensi bahan bakar tersebut," ujar asisten Deputi Bidang Pengaduan dan Pelaksanaan Sanksi Administrasi Kementerian Lingkungan Hidup Widodo Sambodo, Senin (13/10).

Widodo menerangkan, tidak hanya di daratan, sengatan panas kini terasa hingga di atas udara. Hal ini, karena gas rumah kaca telah menembus lapisan atmosfer. Dengan meminimalisasi penggunaan BBM, peningkatan suhu panas di Indonesia dapat ditekan. Tidak hanya efisiensi BBM, penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH), terutama di Ibu Kota, kata Widodo, juga harus dilakukan.

Sejauh ini, DKI Jakarta tercatat hanya memiliki sembilan dari 30 persen standar minimal RTH di suatu provinsi di Indonesia. Namun, menurut Widodo, dalam menanggulangi perubahan iklim yang ekstrem penambahan RTH juga efisiensi BBM tidak cukup dilakukan oleh warga Ibu Kota. “Seluruh wilayah yang ada di Indonesia harus demikian, agar keseimbangan tercapai dan kualitas lingkungan membaik," ujar Widodo menambahkan.

Kondisi suhu panas ekstrem juga terjadi di wilayah penyangga Ibu Kota, seperti Tangerang dan Bekasi. Di Kota Tengarang, pihak pemerintah kota (pemkot) mengakui luas RTH belum memenuhi target. ”Jadi, masalahnya kita di pembebasan tanah. Soalnya tanah pemkot sudah tidak ada lagi,” kata Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang, Ivan Yudiyanto.

Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Pemkot Bekasi Dadang Hidayat mengakui, luas RTH di Kota Bekasi masih kurang 16 persen dari ketentuan perundang-undangan. Menurut Dadang, BPLH berencana menambah luas RTH pada 2015. BPLH berencana membeli tanah di beberapa wilayah Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD).

Dadang pun mengonfirmasi, beberapa hari belakangan suhu di Kota Bekasi mencapai 40 derajat Celcius. “Saya sudah ke BMKG untuk konfirmasi suhu 40 derajat di Kota Bekasi," ungkap Dadan.

Beberapa warga Bekasi yang diwawancarai Republika, kemarin menyatakan, suhu panas ekstrem mulai terasa sejak Jumat (10/10). “Sejak Jumat hingga Ahad kemarin, cuaca panas sangat terasa. Di dalam rumah juga terasa panas,” tutur Untung, warga RT 03/ RW 05, Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bekasi Selatan.

Pernyataan senada diungkapkan Totok Sugianto, warga RT 01/ RW 08, Desa Sukamekar, Kecamatan Sukawangi, Kabupaten Bekasi. “Sejak Jumat (10/10) hingga Ahad (12/10) kemarin, cuaca panas menyengat. Sehabis mandi saya justru berkeringat, biasanya tidak,” kata Totok.

Suhu udara di wilayah Cirebon juga sempat tercatat mencapai 38 derajat Celcius. Angka itu tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Suhu 38 derajat Celcius belum pernah terjadi di Wilayah Cirebon, baru tahun ini. Biasanya maksimal hanya mencapai 37 derajat Celcius,” ujar petugas pengamat cuaca BMKG Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Ahmad Faaiziyn, kepada Republika, Senin (13/10).

 

Pria yang biasa disapa Faiz itu menjelaskan, suhu 38 derajat Celcius itu terjadi pada 10  hingga 11 Oktober 2014 yang disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya, akibat semakin sedikitnya daerah RTH yang digusur menjadi perumahan dan pembangunan gedung lainnya.

 

Menurut Faiz, pembangunan perumahan maupun gedung yang semakin marak setiap tahun membuat radiasi matahari langsung terpancar ke permukaan bumi tanpa ada serapan dari tumbuhan. Akibatnya, suhu udara terasa lebih menyengat.

 

Selain itu, lanjut Faiz, pekan lalu merupakan puncak musim kemarau sehingga uap air di atmosfer berkurang dan berdampak pada berkurangnya pula pembentukan awan. Kondisi itu menyebabkan radiasi matahari langsung terpancar ke permukaan bumi tanpa terhalang oleh awan. “Apalagi, posisi matahari saat ini tepat di atas equator Indonesia sehingga suhu udara terasa menyengat,” terang Faiz.

 

Lebih lanjut Faiz mengatakan, musim kemarau di Wilayah Cirebon diprakirakan akan berlangsung sepanjang Oktober 2014. Permulaan musim hujan diperkirakan akan terjadi pada awal November 2014. 

Berdasarkan pantauan Republika di Kabupaten Indramayu maupun Kabupaten/Kota Cirebon, suhu udara yang sangat menyengat terasa sejak sepekan terakhir. Teriknya sinar matahari sudah mulai terasa sejak sekitar pukul 08.30 WIB hingga sekitar pukul 15.30 WIB.   n c66/c81/c57/lilis sri handayani ed: andri

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement