Kamis 09 Oct 2014 18:08 WIB

Pastikan Anda Bekerja Untuk Rakyat

Red:

Oleh: Nurul S Hamami (Wartawan Republika) - Sebanyak 555 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hasil Pemilu 2014 pada Rabu (1/10) pekan lalu dilantik. Merekapun resmi menyandang status sebagai wakil rakyat hingga 30 Sep tember 2019 kelak.

Semestinya anggota DPR yang di lantik berjumlah 560. Namun, ada lima orang yang pelantikannya ditunda pada hari itu lantaran mereka sedang meng hadapi masalah hukum terkait dugaan melakukan korupsi. Termasuk di da lamnya yakni mantan menteri ESDM, Jero Wacik, dari Partai Demokrat.

Harapan bekerja sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat digantungkan setinggi langit pada anggota Dewan ter sebut. Ini ekspektasi yang wajar, mengingat mereka telah diberi amanah oleh rakyat yang terpikat dengan janji-janji berjuang demi rakyat saat kampanye dulu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Rosa panggabean/Antara

Namun, belum sampai 24 jam, para wakil rakyat di DPR sudah memper ton tonkan perilaku tidak selayaknya sebagai orang terhormat. Mereka berebut kursi pimpinan tanpa mengenal kompromi dan berbagi. Mereka yang menyebut dirinya Koalisi Merah Putih ngotot mengambil semua kursi tersebut untuk kelompoknya. Ditambah bergabungnya satu partai yang kerap mengklaim dirinya sebagai "pe nyeimbang", maka tertutuplah peluang partai-partai di luar kelompok tersebut bisa duduk di kursi pimpinan DPR.

Sidang pemilihan yang berakhir menjelang subuh Kamis lalu itu akhirnya memang dimenangkan oleh kelompok tersebut. Empat partai di luar mereka otomatis tidak bisa memajukan paket pim pinan yang terdiri dari lima fraksi – se suai dengan tata tertib pemilihan pim pinan DPR. "Kami bukan kalah, tapi ti dak boleh bertanding," kata Ketua Umum Partai Nasional Demokrat, Surya Paloh, mengiaskan kemenangan Koalisi Me rah Putih plus Demokrat yang me nyapu bersih unsur pimpinan DPR.

Kelanjutan persaingan

Persaingan dalam merebut kursi pimpinan DPR pada siang hingga subuh hari itu dapat dibaca sebagai kelanjutan da ri persaingan di Pilpres 2014 lalu. Rentetannya dimulai dari usaha Koalisi Merah Putih merevisi UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) terkait pa sal pemilihan pimpinan DPR. Pada UU yang lama pimpinan DPR terdiri dari par tai pemenang pemilu sebagai ketua dan empat wakil ketua berdasarkan urutan di bawahnya. Aturan tersebut direvisi dan berhasil digolkan dalam UU MD3 yang baru yakni menjadi: pimpinan DPR tidak berasal dari partai pemenang pe milu sesuai urutannya dari pertama sampai lima, tapi dipilih oleh anggota Dewan dengan paket pimpinan minimal diisi oleh lima fraksi berbeda.

Setelah memenangkan revisi UU MD3, Koalisi Merah Putih plus partai yang menyebut dirinya sebagai penye imbang kembali memenangkan perta rung an dalam memilih opsi pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat ver sus opsi pemilihan melalui DPRD dalam RUU Pilkada. Kelompok ini memilih opsi pemilihan melalui DPRD dan menang telak dalam voting sehingga dalam UU Pilkada yang baru pilkada diseleng garakan melalui DPRD.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang partai pimpinannya melakukan walk out saat akan dilakukan voting, se gera mengeluarkan Peraturan Pemerin tah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada yang baru disahkan itu. Partai besuatan SBY itu sempat menyatakan setuju pilkada langsung oleh rakyat de ngan sepuluh syarat perbaikan. De ngan alas an sepuluh syaratnya itu tidak di setujui sebagai opsi tambahan, mereka meninggalkan sidang. Padahal, di saatsaat "genting" tengah malam itu partaipartai di luar Koalisi Merah Putih setuju terhadap opsi yang diajukan partai bikinan SBY tadi. Lagi pula, seharusnya mereka tidak perlu walk out kalaupun opsinya ditolak lantaran substansinya adalah opsi pilkada langsung tetap ada.

Bila saja partai "penyeimbang" terse but tidak meninggalkan sidang saat akan dilakukan voting, dan tetap memilih pil kada langsung –sebagai substansinya— maka opsi pilkada langsung oleh rakyat akan tetap tercatat dalam UU Pilkada baru sebagaimana sudah dilakukan sejak 2005 lalu. Presiden SBY pun tidak perlu repot-repot mengeluarkan perppu dan mendapat kritikan tajam dari publik – utamanya di media sosial.

Di atas kertas, perppu yang dike luar kan Presiden SBY tersebut menjadi ganjalan bagi Koalisi Merah Putih dalam mengegolkan pilkada melalui DPRD. Logikanya, sebagai fraksi-fraksi yang memenangkan opsi pilkada melalui DPRD dalam UU Pilkada, mereka akan menolak perppu yang diajukan Pre siden. Kalau dilakukan voting, mes kipun "partainya" SBY menyetujui perppu itu ditambah suara dari partaipartai di luar Koalisi Merah Putih, maka kubu yang menolak perppu akan memenangkannya.

Publik awam akan merasa aneh saja, Koalisi ini ngotot memperjuangkan pilkada melalui DPRD tapi kemudian menyetujui perppu yang menganulirnya. Atau mungkin ini merupakan bagian dari kesepakatan-kesepakatan politik di antara mereka? Hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Namun, SBY mengaku partaipartai Koalisi itu sudah meneken kesepakatan untuk menerima perppu.

Untuk rakyat

Dalam konteks kebersamaan mem bangun bangsa dan negara demi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, semes tinya sikap-sikap mengedepankan kepen tingan kelompok atau golongan dibuang jauh-jauh dari kursi parlemen. Persaing an saat pilpres harus sudah dihentikan. Kepentingan rakyat harus di atas segalanya. Itulah esensi demokrasi dan kehadiran partai politik. Pemerintah dan DPR harus berjalan beriringan dalam sistem check and balances yang baik. Bukan dijalankan atas dasar kekalahan atau kemenangan. Pastikanlah bekerja hanya untuk rakyat.

Pemilihan pimpinan DPR seharusnya tidak didasari rasa dendam setelah kekalahan di pilpres yang lalu, dengan mengambil semua kursi yang tersedia. Unsur pimpinan seharusnya diisi secara proporsional di antara partai-partai peraih suara terbanyak sesuai dengan kursi yang disediakan. Pimpinan DPR yang terdiri dari partai-partai peraih suara terbanyak sesuai urutannya, sebagaimana diatur dalam UU MD3 yang lama, sebenarnya sudah cukup baik. Itulah fatsun politik yang semestinya menjadi pegangan. Inilah namanya berpolitik dengan kesopan-santunan, tidak hantam kromo dan menghalalkan segala cara.

Kebersamaan dalam menjalankan peran masing-masing di parlemen bukan ber arti menghilangkan sikap-sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah. Sepan jang pemerintah tidak menjalankan ke bijakan yang prorakyat, maka wajib hu kumnya bagi para wakl rakyat untuk me luruskannya. Sebaliknya, bila kebi jakan pemerintah memang untuk kepen tingan rakyat, parlemen justru harus men du kungnya. Di sinilah cek dan ke se imbang an berjalan sebagaimana mes tinya. Tidak asal beda saja dengan pemerintah.

Ke depannya, para wakil rakyat yang duduk di DPR RI harus menunjukkan kinerjanya lebih baik lagi dari periode sebelumnya. Lupakan persaingan di pilpres dan melangkahlah bersama bekerja untuk kepentingan rakyat. Para elite partai harusnya juga menyadari hal ini dengan tidak memaksakan kehendak demi kepentingan mereka saja. Kebijak an-kebijakan fraksi yang menjadi kepan jangan partai harus tetap mengutamakan kepentingan rakyat banyak.

Kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPR periode lalu jangan lagi ditiru. Ini menunjukkan bah wa mereka yang melakukannya berarti telah mengkhianati amanah yang dibe rikan rakyat kepadanya. DPR bukanlah tempat untuk "mencuri" uang negara yang notabene juga merupakan uang rakyat. Bersikaplah jujur, berintegritas tinggi, serta jauhkan diri dari hidup ber mewah-mewah. Inilah yang bisa men jauhkan diri dari hawa nafsu korupsi.

Keanggotaan DPR RI 2014-2019

Jumlah keseluruhan 560

Wajah Baru 318

Wajah Lama 242

Perolehan Kursi DPR RI 2014-2019

PDIP 109

Golkar 91

Gerindra 73

Demokrat 61

PAN 49

PKB 47

PKS 40

PPP 39

Nasdem 35

Hanura 16

5 anggota DPR yang pelantikannya ditunda karena dugaan tersangkut kasus korupsi:

Jero Wacik

Idham Samawi

Herdian Koesnadi

Jimmy Demianus

Iqbal Wibisono

Sumber: Setjen DPR RI

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement