Kamis 09 Oct 2014 14:00 WIB

‘KWT Lembang Melebihi Kapasitasnya’

Red:

BANDUNG –– Kawasan Bandung Utara semakin mengkhawatirkan. Banyak pembangunan pembangunan yang tidak sesuai peruntukannya. Terutama wilayah lembang, kawasan tersebut sudah over kapasitas oleh bangunanbangunan yang seharusnya menjadi wilayah resapan air.

"Kawasan lembang sudah melebihi koefisien wilayah terbangun (KWT)," kata Kepala Bidang Tata Kelola Lingkungan dan Amdal, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat Prima Mayaningtias, saat dihubungi Republika, Rabu (8/10). Koefisien wilayah terbangun adalah perbandingan antara luas wilayah terbangun dengan luas seluruh wilayah pada saat pengamatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:republika/Prayogi

Arus kendaraan menuju kawasan Lembang dari arah Bandung terlihat padat di Jalan Setiabudi, Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/8).

Prima mengatakan, saat ini, KWT di Kecamatan Lembang sebesar 47 persen. Padahal, seharusnya KWT di Lem bang adalah 10 persen. Ini artinya, kata dia, ada kelebihan 37 persen wilayah yang seharusnya tidak boleh dibangun. Dari 107 desa yang ada di KBU, sebanyak 66 desa sudah melebihi KWT. Data tersebut merupakan hasil evaluasi setelah berlakunya Pergub tentang Pengendalian KBU tahun 2008. "61,68 persen sudah ti dak bisa dibangun lagi. Sudah kita larang," katanya.

Untuk wilayah yang tingkat kemiringannya mencapai 40 derajat, Prima mengatakan, tidak boleh mendirikan bangunan didaerah tersebut. Kata dia, wilayah tersebut merupakan area penangkapan air. Karenanya, kata Prima, apabila dibangun, maka akan merusak fungsi hidrorologis. ''Tingkat run off-nya mencapai 70 persen, jangan sampai hilirnya rusak,'' ujarnya.

Selain itu, mendirikan bangunan di wilayah yang kemiringannya mencapai 40 derajat, sangat membahayakan lingkungan sekitar. Hal ini karena kawasan KBU memiliki jenis tanah yang gembur, bukan sejenis tanah liat yang solid. "Jadi kalau hujan, sangat rentan untuk erupsi. Sehingga rawan bencana," ujar Prima. Dia juga mengatakan, akibat dari pelarangan pembangunan di KBU, maka tren investasi akhirnya ber alih ke wi layah Bandung selatan.

Sementara Anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat Rahmat Mulyana mengata kan, maraknya pembangunan di kawasan KBU terjadi aki bat lemahnya pengawasan. Dampaknya, ungkap dia, banyak bangunan yang tidak berizin beridiri di atas KBU.

''Pengusaha yang salah, mereka belum ada izin sudah buat bangunan. Ini yang ha rusnya diberi sanksi tegas terhadap mereka," katanya saat dihubungi Republika. Karena itu, Rahmat me nga takan, pihaknya saat ini sedang melakukan pendataan terhadap pengusaha, maupun bangunan-bangunan yang ber diri di kawasan strategis na sional. "Akan membuat data base mana bangunan yang berizin dan mana yang tidak," ujarnya.

Menurut po litisi PDIP itu, apabila KWT Bandung utara dibiarkan tanpa ada sikap tegas pemerintah, maka bangunan-bangunan 'bodong' alias tak ber izin akan semakin menjamur. Karena saat ini, kata dia, hampir 30 persen lebih bangunan yang ada di KBU tidak memiliki izin. "Kalau tidak bertindak tegas akan habis oleh oknum pengusaha," ujarnya.

Karena itu, Rahmat mengatakan, akan menindak tegas bagi pengusaha nakal yang terbukti tidak memiliki izin. Pasalnya, hal tersebut jelas merugikan pemda dari sisi pendapatan asli daerah (PAD), serta merugikan kawasan Bandung utara sebagai daerah konservasi.

Untuk menyelesaikan masalah ini, kata Rahmat, tiga komisi DPRD Kabupaten Bandung Barat, akan melakukan koordinasi. Yaitu komisi I bidang perizinan, komisi II bidang keuangan, serta komisi III bidang pembangunan. rep:c80, ed: agus yulianto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement