Selasa 07 Oct 2014 16:00 WIB

Evaluasi Kegagalan di Incheon

Red:

JAKARTA -- Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terkait sistem pembinaan olahraga di Indonesia. Rencana ini menyusul kegagalan kontingen Indonesia memenuhi target di Asian Games ke-17 Incheon, Korea Selatan.

Diharapkan bisa meraih sembilan medali emas dan finis di peringkat ke-10 klasemen akhir raihan medali, kontingen Indonesia malah harus puas berada di peringkat ke-17 dan hanya mampu meraih empat medali emas, lima medali perak, dan 11 medali perunggu. Kemenpora mengklaim menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kegagalan Kontingen Indonesia pada Asian Games ke-17 Incheon tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:wang Gwang-mo/Yonhap

Rita Subowo, Presiden Komite Nasional Olimpiade dari Indonesia, gelombang Dewan Olimpiade Asia bendera selama upacara penutupan untuk ke-17 Asian Games di Incheon, Korea Selatan, Sabtu, 4 Oktober, 2014.

Secara khusus, Deputi V Kemenpora Gatot Dewabroto mengakui, sebagai bahan evaluasi, pihaknya akan lebih selektif dalam mengirimkan cabang olahraga ke gelaran multievent olahraga pada masa mendatang. Pada Asian Games ke-17, Indonesia turun di 23 cabang. Padahal, lanjut Gatot, sebenarnya Indonesia hanya berpeluang meraih medali emas di 10 cabang.

"Jadi, tidak ada lagi pertimbangan berdasarkan tekanan ataupun permintaan khusus dari sejumlah pihak, tetapi berdasarkan perhitungan yang rasional, terutama cabang-cabang yang berpotensi meraih emas," kata Gatot kepada wartawan dalam konferensi pers di Kemenpora, Senin (6/10).

Gatot menambahkan, pihaknya akan menekankan pembenahan di tiga aspek, yaitu aspek mekanisme anggaran, aspek komunikasi, dan koordinasi antara pihak-pihak terkait, seperti Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), induk olahraga, atlet, serta aspek teknis sistem pembinaan. Khusus untuk aspek pembinaan, Kemenpora bakal melakukan evaluasi menyeluruh dan komprehensif.

Sistem pembinaan ini bakal mengacu pada hasil yang diraih kontingen Indonesia di Asian Games ke-17. Pola pembinaan pun tidak akan hanya mengandalkan dari Satlak Prima sebagai pusat pembinaan atlet yang dipersiapkan untuk ajang multievent, tetapi juga mencari dari level-level bawah, seperti rekomendasi dari Pengurus Besar (PB) induk olahraga ataupun kejuaraan-kejuaraan di daerah.

Selain itu, pola pembinaan cabang-cabang potensial meraih medali akan disejajarkan dengan level pembinaan negara-negara pesaing. "Kuncinya adalah level pembinaan di Indonesia tidak boleh lebih rendah dari level pembinaan negara-negara pesaing," kata Staf Ahli Menpora Bidang Komunikasi dan Informasi, Amung Ma'mun.

Sistem pembinaan ini rencananya akan disiapkan untuk gelaran multievent berikutnya, yaitu SEA Games 2015 Singapura, Olimpiade 2016 Rio De Janiero, dan yang paling penting adalah Asian Games ke-18 lantaran Jakarta bakal menjadi tuan rumah. "Kami tidak hanya mau sukses dalam penyelenggaraan, tetapi juga sukses secara prestasi," kata Gatot.

Sementara itu, KONI Pusat juga telah melakukan serangkaian langkah evaluasi terkait hasil di Asian Games. Wakil ketua umum KONI Pusat Inugroho menegaskan, pihaknya telah melakukan rapat konsultasi dengan KONI-KONI Provinsi (KONIDA). Sebagai lanjutan, KONI Pusat akan menggelar rapat koordinasi dengan KONIDA-KONIDA dan PB. "Rencananya rapat koordinasi lanjutan itu akan digelar November dan membahas evaluasi Asian Games dan pemetaan cabang-cabang potensial di ajang multievent mendatang," tutur Inugroho.

Dalam kesempatan lain, Presiden Inter Milan Erick Thohir mengatakan, salah satu cara agar nama Indonesia melambung di kancah internasional adalah dengan menjadikan olahraga sebagai industri. Menurut Erick, hal itu akan meningkatkan perkembangan olahraga mulai dari fasilitas penunjang hingga keahlian para atlet Indonesia.

"Efek industri olahraga jelas akan berpengaruh kepada tim nasional yang pasti meningkat. Ini yang harus dilakukan oleh Indonesia," ungkap Erick dalam diskusi olahraga nasional dengan tema "Ayo Bangkit Olahraga Indonesia", Senin (6/10).

Saat ini, olahraga di Indonesia seperti sepak bola, bola basket, bola voli, maupun bulu tangkis mulai bisa dijadikan sebagai sebuah industri. Sayang, menurut pemilik Mahaka Group itu, cabang-cabang tersebut masih mempunyai sisi buruk yang masih menjadi pekerjaan rumah.

Industri sepak bola, kata Erick, terus berkembang tecermin dengan semakin banyaknya masyarakat yang turut serta berperan, baik sebagai penonton maupun hal lainnya. Namun, dampak dari industri ini masih belum terlihat karena timnas sepak bola belum bersinar.

Berbeda dengan bulu tangkis. Meskipun tak terlalu mengundang masyarakat untuk menyaksikan pertandingan lokal secara langsung, hasil dari industri ini bisa menghasilkan sesuatu yang membanggakan Indonesia di kancah internasional.

Sedangkan untuk bola voli maupun basket, meski belum begitu bersinar di masyarakat, kedua cabang olahraga ini maupun cabang yang lain masih bisa dikembangkan untuk menjadi industri besar.

rep:reja irfa widodo/c56 ed: fernan rahadi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement