Kamis 02 Oct 2014 12:00 WIB

Addie MS, Petik Hidayah dari 'Cahaya' Ka'bah

Red:

Tak ada alasan khusus bagi musisi kondang Addie Muljadi Sumaatmadja untuk berangkat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Semuanya dimulai dengan kegelisahan. Batin konduktor orkestra ternama itu bergejolak. Meski mampu untuk menunaikan rukun Islam kelima, dia belum juga berangkat.

Pada 2004 pria kelahiran Jakarta pada 7 Oktober 1959 ini sontak ingin menyegerakan ke Tanah Suci melalui jalur khusus. "Waktu itu, aku berpikir, masa untuk membeli barang senilai berangkat haji bisa, tapi hajinya belum ditunaikan. Itu berlawanan dengan keyakinanku," kata dia saat berbincang dengan Republika, beberapa waktu lalu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Rakhmawaty

Addie MS.

Lewat kacamata dunia, Addie menilai, rugi menghabiskan ongkos haji yang lumayan besar serta waktu cukup panjang dalam menjalankan ritual haji. Logikanya, lebih baik dipakai untuk sesuatu yang lebih produktif. Namun, nurani Addie berkata lain. Ayah dari Kevin Aprilio dan Tristan Juliano itu merasa terpanggil. Dia merasa harus segera berangkat.

Musisi yang akrab disapa Addie MS ini mengupayakan seluruh rangkaian kegiatan haji berjalan sebaik-baiknya sesuai syariat. Dia berharap, dapat memaknai tawaf, sa’i, jumrah, dan kegiatan kolosal lainnya untuk kemudian memetik hikmah dari ritual tersebut.

Hanya, pengalaman spiritual yang menggetarkan nuraninya atas kekuasaan Allah justru terjadi saat melakukan ibadah biasa. Pada saat matahari tergelincir, pendiri Twilite Orkestra ini berjalan kaki seperti biasanya ke Masjidil Haram untuk menunaikan shalat Ashar.

Addie memulai shalat seperti biasa. Dia mengangkat kedua tangan untuk takbiratul ihram. Hanya, sikap tunduk saat menghadap kiblat yang selalu dijalankan tak dilaksanakan. Entah mengapa, Addie refleks melihat ke arah Ka'bah.  

Ketika itulah peristiwa ganjil terjadi. Dalam pandangannya, ia melihat cahaya silau tiba-tiba datang dari arah Kabah. Cahaya tersebut pun menghalanginya melihat Baitullah. Addie merasakan kehadiran Allah lewat cahaya itu. Dia menunduk ke tempat sujud lantas matanya segera berlinang air mata.

"Setelah melihat cahaya itu, air mata berlinang tidak terkendali, aku tidak tahu alasannya, tapi seketika ada rasa malu dan sedih dalam hati," kenang pianis, pencipta lagu, komponis, arranger, sekaligus produser musik itu. Air matanya bahkan sampai membasahi buku panduan doa yang ada di atas sajadah.

Tangisannya tak kunjung berhenti sampai rakaat keempat shalat. Dia pun menjadi pusat perhatian dari jamaah lain. Seusai shalat, Addie pun segera menarik diri mencari pojok dekat tiang masjid terdekat. Dia merenungi kejadian ekslusif yang terjadi barusan.

Beberapa menit, tangisannya pun usai. Segara setelah itu, timbul perasaan ringan dan hati yang lapang. Serasa beban hidup terangkat dan keimanan bertambah. Cahaya itu menyadarkannya bahwa ada satu Zat Mahamulia yang menujukkan sekelabat kuasa-Nya. Sebagai hamba, ia menjadi semakin merasa kecil di hadapannya. Tak pantas manusia menyombongkan diri dengan kemampuannya. Sebab, Allah-lah pemilik semua keagungan.

Sepulang dari Tanah Suci, perasaan berserah diri selalu muncul ketika merespons semua takdir yang digariskan Allah. "Tidak seperti dulu yang suka menggerutu ketika ditimpa kesialan, sekarang aku menganggap jika terjadi hal tidak baik di hidup ini, sebagai cobaan yang harus dihadapi," ujarnya.

Akhir kata, Addie mengutarakan cita-citanya. Sebelum tutup usia, ia ingin membuat orkestra musik bernuansa Islami. Dalam pandangannya, Allah merupakan inspirasi tertinggi. Dialah Allah yang Mahaindah. Maka, lewat musik, Addie ingin mengekspresikan kecintaan kepada Allah lewat alunan dan harmoni musik yang indah pula. ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement