Senin 29 Sep 2014 12:00 WIB

Perlunya Manasik Haji di Tanah Suci

Red:

"Manasik haji di sini (Tanah Suci) bermanfaat sekali bagi saya. Ternyata, banyak hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji yang belum saya ketahui. Padahal ketika di Tanah Air, saya sudah lebih dari 10 kali mengikuti manasik haji," kata Musirin, jamaah haji asal Grobogan, Jawa Tengah.

Musirin mengungkapkan hal itu ketika mengikuti ceramah tentang manasik haji yang disampaikan konsultan bimbingan ibadah haji KH Muhammad Mochtar Ilyas di Gedung I-10,  Makkah, belum lama ini. Perlunya manasik haji di Tanah Suci juga dikemukakan salah seorang pembimbing ibadah haji Mohammad Adnan. "Ternyata, pada saat tanya jawab masih ada jamaah haji laki-laki maupun perempuan yang belum tahu bagaimana bila seseorang sudah berpakaian ihram," katanya.

Dia memberi contoh, ada seorang jamaah haji yang sudah mengenakan pakaian ihram sejak di Bandara King Abdul Azis, Jeddah, untuk melakukan umrah wajib. Sebelum ke Masjidil  Haram, dia dan para jamaah haji lainnya mampir dulu ke pemondokan untuk memasukkan tas dan istirahat sebentar. Namun, saat istirahat sebentar di kamar, bapak yang telah berpakaian ihram tersebut ganti mengenakan sarung. "Sementara sejumlah jamaah haji perempuan ketika dalam keadaan ihram, melepas mukena," ujar Adnan.

Hal-hal itulah yang membuat safari manasik haji di Tanah Suci dirasa begitu penting. Karena itu, para konsultan pembimbing ibadah haji giat berkeliling melakukan ceramah manasik haji di pemondokan-pemondokan jamaah haji di Makkah.

Ada empat konsultan pembimbing ibadah haji yang melakukan safari manasik haji dari pemondokan ke pemondokan. Safari manasik haji ini diintensifkan sejak 4 Dzulhijah hingga sebelum pelaksanaan wukuf di Arafah. Bahkan, para amirul hajj pun turut memberikan tausiyah dalam safari manasik haji. Mereka, antara lain, Wakil Amirul Hajj Prof Din Syamsuddin, Wakil Amirul Hajj KH Malik Madani, dan anggota Amirul Hajj Prof Yunahar Ilyas.

Mereka diminta untuk menyampaikan materi yang berkaitan dengan sejumlah hal, seperti tata cara pelaksanaan wukuf di Arafah, sosialisasi tentang dam, dan istitha’ah. Istitha’ah itu tidak hanya secara finansial, tetapi juga dalam hal fisik, termasuk kesehatannya.

Menurut Kepala Bidang Bimbingan Ibadah Haji Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Ali Rokhmad, safari manasik haji ini sifatnya menjemput bola, yakni agar para jamaah haji dari Indonesia setelah pulang dari Tanah Suci, menjadi insan yang lebih baik. Selain itu, terjadi perubahan perilaku, dari kesalehan pribadi menjadi kesalehan sosial. Untuk itu, tentu saja harus dimulai dari pelaksanaan ibadah haji secara benar.

Nah, agar dapat melaksanakan ibadah haji secara benar, manasik haji menjadi sangat penting. Manasik haji adalah tata cara atau latihan ibadah haji. Biasanya dilakukan rutin menjelang musim haji oleh sejumlah penyelenggara haji. Manasik tidak saja dilakukan di masjid, rumah, atau sekolah, tetapi juga di rumah jamaah calon haji sendiri. Bahkan, sering kali dilaksanakan di tempat khusus yang memiliki replika atau miniatur Ka’bah.

Dalam surat keputusan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, manasik haji minimal dilaksanakan sebanyak 15 kali. Tujuannya agar para jamaah haji tidak kebingungan dalam melakukan berbagai prosesi ibadah haji di Tanah Suci. Namun, meskipun hal ini sudah dilakukan oleh para jamaah di Tanah Air, kenyataannnya sesampainya di Tanah Suci, masih banyak yang kebingungan dalam hal pelaksanaan maupun tata cara yang berkaitan dengan ibadah haji.

Sehubungan dengan hal itu, Ali menyarankan kepada para jamaah calon haji  yang akan menunaikan ibadah haji pada tahun depan agar belajar lebih lama lagi tentang manasik haji. Mereka bisa mengikuti pengajian yang berkaitan dengan manasik haji, misalnya yang diselenggarakan oleh Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI).

"Karena bekal kemabruran jamaah haji itu tergantung manasik. Kalau ibadahnya diterima, secara fikih akan diterima Allah SWT," kata dia. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement