Senin 29 Sep 2014 12:00 WIB

Semangkuk Indonesia di Monas

Red:

"Ada Indonesia di Monas!" Puluhan penari berkostum Betawi lengkap naik ke atas panggung yang tertata megah. Satu per satu, para penari wanita itu melenggang sambil mengibas-kibaskan ampreng, selendang warna-warni khas Betawi.

"Dari Jakarta, untuk Indonesia!" Jargon itu muncul di layar melatari para penari yang kini telah berkumpul di tengah-tengah panggung raksasa selebar 30 meter. Mereka mulai menarikan tarian kolosal Betawi.

Penampilan tarian Betawi di atas adalah tarian pembuka dalam rangkaian "Gebyar Budaya Hari Pariwisata Dunia" yang diadakan pada Sabtu (27/9). Bertempat di lapangan selatan Monumen Nasional (Monas), setidaknya ada 50 penari yang dikumpulkan untuk membawa sejumlah tarian kolosal yang merepresntasikan budaya dari seluruh Indonesia.

"Acara ini merupakan apresiasi keragaman seni budaya Nusantara sebagai kekayaan Bangsa Indonesia yang patut dibanggakan. Ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengapresiasi serta makin mencintai seni budaya bangsanya," ujar Arie Budhiman selaku Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.

Gelaran ini untuk menyemarakkan peringatan Hari Pariwisata Sedunia yang jatuh tepat pada 27 September setiap tahunnya. Dalam sambutannya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu sempat menyampaikan apresiasinya terhadap acara ini. "Pasti tidak rela kan kalau orang Jakarta hanya sebagai penonton ketika pariwisata Indonesia mulai bergeliat. Nah, ajang ini sebagai simbol bahwa Jakarta juga punya andil besar dalam menggaet wisatawan," ujar Mari kepada ribuan penonton.

Mari juga menambahkan, saat ini DKI Jakarta menyumbang 30 persen dari jumlah wisatawan asing ke Indonesia dan 15 persen untuk wisatawan dalam negeri. "Makanya, Jakarta bagi orang Indonesia sendiri belum populer sebagai tempat jalan-jalan. Di pikiran orang, Jakarta itu tempat bisnis dan pusatnya uang," lanjut Mari.

Untuk itu, pihaknya terus mendorong pihak terkait di Jakarta untuk terus memasarkan pariwisata di Jakarta yang sangat potensial untuk dikembangkan. "Di sini, ada tempat kuliner kaki lima sampai bintang lima. Di mana lagi kalau bukan di Jakarta tempat seperti ini? Semuanya ada," tambah Mari yang disambut riuh tepuk tangan penonton.

Mari yang juga didaulat untuk membuka acara dengan tabuh rebana juga sempat mengajak warga Jakarta melestarikan budaya Betawi. Di pengujung sambutannya, Mari sempat bercakap dengan penonton, "Jakarta dipilih loh sama Michael Mann, sutradara Hollywood untuk bikin film action. Semoga nanti kalau sudah rilis, filmnya bisa membawa Jakarta lebih dikenal dunia."

Acara puncak di silang Monas yang sejatinya juga dihadiri Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Jokowi-Ahok, tidak hanya menampilkan tari kolosal Betawi. Setelah penonton dibuat takjub dengan lincahnya para penari membawakan tarian kolosal Betawi, giliran tarian kolosal dari Kalimantan tampil ke atas panggung. Berjudul "Pohon Kehidupan", tarian yang kental nuansa Dayak ini membawakan pesan tentang keanekaragaman hayati di Kalimantan yang patut dijaga.

Prinsip kolosal yang dibawakan sutradara Rama Soeprapto tidak terpaku pada batasan tari tradisional klasik yang umum ditampilkan. Dia dibantu bersama duo koreografer Davit Fitrik dan Eka Octaviana menyusun ulang gerakan tari yang menggabungkan seni gerak yang merepresentasikan tiap daerah.

Setiap tarian menggambarkan budaya setiap daerah. Dalam hal ini, dibagi ke dalam tujuh bagian: Jakarta, Kalimantan, Indonesia Timur (NTT, NTB, Bali), Sumatra, Sulawesi, Papua, dan Jawa," ujar Rama Soeprapto. Tarian "Pohon Kehidupan" semakin memukau dengan tampilan visual di layar raksasa di belakang paggung yang turut menampilkan suasana hutan tropis Kalimantan.

Tarian kolosal Indonesia Timur itu menggabungkan budaya dari Bali serta Nusa Tenggara Barat dan Timur. Efek visual yang diberikan berupa gulungan ombak dan deru angin pantai menekankan kepada penonton tentang judul tarian ini, "Alam Surga Bahari". Di luar dugaan, tarian yang menggambarkan budaya dari gugusan pulau di selatan nusantara ini secara "adil" menyuguhkan gerakan atraktif dari Bali dan Nusa Tenggara.

Pulau Sumatra diwakili dengan tarian berirama cepat dari Minang dan Aceh. Musik Aceh yang sufistik tersaji apik dengan iringan orkestra dan penampilan tarian kolosal yang terlihat anggun. Pementasan tarian berjudul "Kerajaan Jaya ibu Pertiwi" ini semakin menarik dengan tampilan visual yang menyajikan gambaran butiran emas yang tertuang ke dalam bejana yang Melambangkan kekayaan mineral Sumatra yang begitu berlimpah.

Selain tarian dari Minang dan Aceh, dalam pagelaran ini juga dibawakan Tari Karo dari Sumatra Utara yang ditampilkan oleh Gintarting Arts Performance. Tarian ini dikembangkan dari pola gerak tari Karo, endek (enjotan kaki), jemole (goyang badan), dan lampir tan (jari lentik). Salah satu tokohnya, Perbunga Ndapndap, merupakan sebuah gambaran karakter yang rupawan, tapi memiliki sifat yang kurang baik.

Selepas tarian dari Sumatra, pagelaran dilanjutkan dengan penampilan dari Sulawesi dengan tarian berjudul "Simbol Fajar dan Perayaan", lalu dari Papua dengan "Pertahanan dari Hati", dan Jawa dengan "Tanah Tempatku Berpijak". Semuanya diisi dengan tarian-tarian yang dipadupadankan dengan musik kolosal yang terdengar megah.

Rangkaian acara untuk memeringati Hari Pariwsiata Sedunia ini juga dimeriahkan dengan karnaval budaya yang turut menampilkan berbagai kesenian daerah nusantara. Bila gebyar tari kolosal tariannya telah dimodifikasi menjadi sebuah tari yang "semimodern", pada karnaval budaya ini tarian yang dibawakan masih berupa tarian klasik.

Ada pula tari ruai dari Kalimantan Barat yang ditampilkan Barisan Pemuda Adat Nusantara dari Anjungan Kalbar di TMII. Tari ini diambil dari nama burung yang konon pada zaman dahulu dapat ditemui di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Burung Ruai sering dijuluki burung yang rajin bersih-bersih karena burung ini sering membersihkan dedaunan kering di hutan.

Tidak hanya itu, karnaval nusantara ini juga dimeriahkan tari Empat Etnis, penampilan dari seni Marsan. Tarian ini terinspirasi dari tari Bugis, Makassar, Toraja, dan Manda. Semuanya memiliki gerakan khas dengan maknanya sendiri-sendiri.

Penampilan karnaval juga diisi tari Ksatria Jaya dari Bali, Gendang Beleq khas Suku Sasak, Lombok, sampai tarian hip-hop dan fire dance. Secara keseluruhan, rangkaian karnaval dan gebyar tari kolosal nusantara ini "membungkus" Indonesia dalam satu acara.

Penonton yang melihat tak hanya terhibur, tapi juga diberikan pemahaman lebih tentang adat budaya nusantara yang jamak dan unik. Hanya dalam beberapa jam saja, penonton bisa merasakan "semangkuk" Indonesia, komplet dengan musik orkestra yang megah. Pagelaran ini ditutup dengan kembang api yang menyala nonsetop selama 10 menit dan memukau seluruh pengunjung Monas. n c85  ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement