Ahad 28 Sep 2014 17:30 WIB

Jaminan Halal Tercapai Sudah

Red: operator

Manfaat UU JPH juga untuk non-Muslim.

DPR akhirnya mengesahan Rancangan Undang- Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) menjadi undang-undang (UU), Kamis (25/9).

Pengesahan UU JPH ini meru pakan kabar baik bagi umat Islam di Indonesia setelah lebih dari enam tahun RUU tertunda pengesahannya.

UU JPH akan menja di jaminan perlindungan bagi Muslim yang mayoritas di Indonesia untuk mengonsumsi produk yang halal dan tayib.

Pengesahan ini mendapat respons positif dari aktivis muda Islam.Ketua Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Salam Universitas Indonesia (UI) Faridz Abdillah mengatakan, pengesahan UU JPH ini merupakan jawaban atas penantian panjang umat Islam Indonesia atas kepastian hukum mengonsumsi produk halal.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Prayogi/Republika

Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9).

UU ini, menurut dia, merupakan aturan yang mendesak, bukan hanya untuk melindungi umat Islam semata, melainkan juga melindungi konsumen non-Muslim. Dengan harapan, barang yang tersedia di pasaran telah memenuhi standar kebaikan dan kesehatan konsumsi.

Sebab, terang dia kepada Republika, Kamis (25/9), esensi halal itu sendiri adalah memberi keamanan.Ia berharap kekhawatiran yang ada selama ini terkait produk tanpa sertifikasi halal dan pro-kontranya dapat selesai dengan diberikannya keamanan dalam implementasi UU ini. Setidaknya, masyarakat sudah memiliki dasar untuk menuntut para produsen yang selama ini tidak peduli mencantumkan label halal pada produknya.

Ia menegaskan, implementasi UU JPH harus mendapat pengawalan dan pengawasan. Tugas ter sebut diharapkan terlaksanan dengan baik oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.

Tujuannya agar tidak ada lagi pihak-pihak yang tidak peduli akan kehalalan produknya dan berusaha berlindung di balik pro-kontra sertifikasi halal.

Faridz menyinggung pula soal polemik siapa yang berhak mengeluar kan sertifikat halal menyusul keha diran Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BP JPH). Masyarakat, menurut dia, tidak terlalu ambil pusing soal siapa yang memiliki otoritas tersebut.

"Yang dipikirkan masyarakat, khususnya umat Islam, bagaimana mengonsumsi barang yang terjamin aspek syariahnya dan keamanan produknya," ujar Faridz yang juga turut hadir sebagai perwakilan mahasiswa dalam pengesahan UU ini di gedung DPR RI.

Dengan disahkannya UU dan hadirnya BP JPH, ia berharap perdebatan dan polemik terkait sertifikasi halal pun dapat terselesaikan. De ngan demikian, tuduhan terkait penyalahgunaan kewenangan sertifikasi ini pun dapat diselesaikan dan tidak menyebabkan fitnah.

Ia pun meminta agar UU ini da pat mewajibkan para produsen mendapatkan sertifikasi halal.Konsekuensi dari hal itu dalam im plementasinya, pemerintah atau BP JPH perlu menekankan pada pembukaan akses sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk mendapatkan sertifikasi halal. Pembukaan akses ini, menurut dia, penting agar aturan ini seolah tidak merugikan para produsen kelas kecil dan menengah yang minim informasi.

Ke depan, sosialisasi dan edukasi UU JPH ini menjadi lebih penting agar tidak ada lagi kesalahan dan perbedaan pemahaman mengenai produk halal. Dan yang tidak kalah pentingnya, pengawasan bagi institusi BPJPH pun tetap diperlukan agar bisa mengontrol upaya penyalahgunaan wewenang penerbitan sertifikasi halal.

Harapan yang sama disampaikan Ketua LDK Jamaah Shalahuddin Univer sitas Gadjah Mada, Arif Nurha yanto. Ia mengacungkan jempol terha dap DPR pada akhir periode ternyata mampu menyelesaikan UU yang dinilai sangat penting bagi umat Islam di Tanah Air.

UU JPH ini, menurut dia, harus dapat mengakomodasi segala kepentingan, tidak hanya bagi umat Islam Indonesia, tapi juga seluruh konsumen di Tanah Air. Masyarakat telah cukup lama diberikan janji jaminan halal yang terus berujung pada polemik. "Efek kemanfaatannya pun harus segera terlihat," katanya menerangkan.

Penegasan ini juga harus berlaku bukan hanya untuk produsen kecil, melainkan juga bagi produsen besar yang memasarkan barangnya di pusat-pusat perbelanjaan. Dengan demikian, masyarakat dapat melihat secara jelas mana saja selama ini barang yang ternyata tidak halal dan tersebar di kalangan umat Islam.

Ia juga meminta pemberian sanksi yang tegas bagi produsen yang tidak menaati aturan ini. Selama ini, menurut dia, ada indikasi beberapa produsen luar yang secara terang- terangan enggan menggunakan label halalnya dalam memasarkan produk kepada konsumen. "Dengan sanksi tegas tersebut, UU ini dapat secara cepat memberikan manfaatnya kepada masyarakat," katanya.

Ia menyampaikan harapan besar bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) serta aparat keamanan mampu mengawal implementasi UU ini.

Proses yang transparan pun menjadi keharusan agar tidak kembali memunculkan tuduhan dan fitnah bagi instansi yang berwenang. RUU JPH sebelumnya berkali-kali gagal untuk disahkan menjadi UU setelah muncul perdebatan siapa pihak yang berwenang mengeluarkan sertifikasi halal.

Target Labelisasi Halal 2019

Menyusul pengesahan UU JPH, peme rintah akan berkonsentrasi pada penyiapan implementasi UU tersebut dalam jangka waktu lima tahun. Dengan begitu, target pada 2019, seluruh produk Indonesia yang produksinya diniatkan halal akan diperjelas sebab memi liki label halal.

"Sebelum ada implementasi pada 2019, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan LPPOM-nya masih akan bertanggung jawab sebagai penyelenggara jaminan halal di masyarakat," kata Nur Syam.

Selang lima tahun, kata dia, sekitar Oktober 2019, pemerintah mengagendakan gerakan halal besar-besaran. Seluruh produk yang beredar wajib memiliki sertifikat halal.

Pewajiban ini berlaku bagi seluruh produk tanpa kecuali. Ia mengatakan, pemerintah akan memberi sanksi pada perusahaan yang sudah memenuhi kriteria siap sertifikasi, tapi malah mengulur waktu dan mengakhir- akhirkan sertifikasi. "Akan kita beri sanksi,"ujarnya menegaskan.

Sanksi juga berlaku bagi produsen yang berbohong dengan mengaku-aku produknya halal, padahal tidak. Atau untuk produk yang tidak konsisten menjaga kehalalan produknya pascadisertifikasi. Namun, Nur Syam belum dapat menjelaskan secara detail karena sanksi yang diterapkan belum dirumuskan.Yang jelas, sanksi tersebut akan berupa sanksi pidana dan perdata. rep:amri amrullah/c78, ed: nashih nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement