Kamis 25 Sep 2014 21:15 WIB

Waspadai Obesitas Setelah Menopause

Rep: c69/ Red: Agung Sasongko
Obesitas
Obesitas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mereka yang sudah masuk usia menopause harus waspada. Pada tahap ini, wanita akan mengalami penurunan dan perubahan hormon. Selama masa ini, metabolisme tubuh akan melambat. Hal ini bisa berbuntut pada obesitas.

Metabolisme dipengaruhi oleh kadar hormon tiroid dalam tubuh. Sementara, hormon pertumbuhan (growth hormone) dapat meningkatkan tingkat metabolisme tubuh. Adanya ketidakseimbangan atau kurangnya hormon pertumbuhan mengakibatkan lemak sulit terbakar.

"Ketika bertambah tua, terjadi ketidakseimbangan hormon, lemak tubuh bertambah, masa otot semakin hilang," ujar Dokter Konsultan Endokrinologi, Klinik Endokrin, RS Mount Elizabeth Novena, Singapore, Alvin Ng, Kamis (25/9).

Perubahan hormonal pada masa menopause dapat menyebabkan kecendrungan peningkatan bobot pada area perut, pinggul, dan paha. Sementara hilangnya masa otot akan menurunkan kemampuan tubuh untuk membakar kalori.

Permasalahan hormon ini memicu berbagai gejala yang membuat ketidaknyamanan. Gejala yang bisa diamati, tubuh cepat lelah, perut buncit, kurang bergairah, aktivitas seks menurun, rambut rontok, kekuatan otot berkurang, sakit, nyeri, perubahan mood seperti depresi dan cemas, kurang tidur bahkan kehilangan memori.

Pada dasarnya, gejala ini tidak hanya muncul pada wanita. Ada yang dikenal dengan istilah Andropouse. Istilah ini sering dikatakan menopouse pada laki-laki.

Di dalam diri lelaki, puncak hormon testosteron (growth hormone) berada pada umur 20 tahun. Ini akan makin menyusut pada usia 40 tahun. Ia akan mengalami pengurangan berkala sekitar 14 persen setiap periode 10 tahun setelahnya.

Akhirnya pada saat pria mencapai 80 tahun, hanya akan bersisa sekitar 5 persen. "Mulai turun saat 30-40 tahun, sebanyak 1 persen per tahunnya menurun," jelas Alvin.

Ditambah lemak sendiri menghasilkan hormon. Disebut Hormon Leptin, ia yang bertugas memberi sinyal ke otak kapan kenyang, kapan lapar.  Jika lemak berlebih, tentu menghasilkan hormon leptin berlebih pula.

Akibatnya, cenderung membuat orang ingin terus makan. Pasalnya ia menjadi resisten, sehingga pengiriman pesan ke otak terganggu. "Sinyal yang sampai lapar, padahal tubuh sudah kenyang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement