Senin 22 Sep 2014 14:30 WIB

Risiko Arus Modal Bayangi RI

Red: operator

JAKARTA — Indonesia dibayangi risiko pembalikan arus modal. Hal ini disebabkan masih tingginya ketergantungan negara terhadap arus modal luar negeri.

Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, ketika ada modal masuk, Indonesia akan menikmati arus modal. Namun, ketika modal keluar maka sektor keuangan akan mengalami goncangan. “Goncangan di sektor keuangan akan merembet ke sektor riil,” katanya pada diskusi “Kenaikan BBM: Dilema Defisit Transaksi dan Inflasi” di Jakarta, Jumat (19/9).

Salah satu cara untuk menanggulanginya, Mirza mengungkapkan, yakni dengan memperbaiki neraca perdagangan Indonesia. Ia menuturkan agar neraca perdagangan menjadi sehat, pemerintah perlu memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM). Saat ini, harga BBM masih jauh di bawah harga keekonomian atau harga pasar. Dengan memotong subsidi, otomatis harga BBM akan mencapai harga pasar.

Meski kenaikan harga BBM akan mengerek inflasi, menurut Mirza, ada cara yang dapat dilakukan agar inflasi terkendali. “Subsidi harus dipatok tetap di satu angka,” ujarnya.

Artinya, Mirza melanjutkan, jumlah subsidi harus tetap. Ia mencontohkan, jika pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 2.500 per liter, jumlah itu tak boleh berubah meski harga minyak dunia berfluktuasi. Menurutnya, kenaikan harga BBM merupakan sesuatu yang harus dilakukan demi menyelamatkan neraca perdagangan Indonesia.

Mirza menambahkan, keputusan menaikkan harga BBM berkejaran dengan tingkat suku bunga bank sentral AS Federal Reserve (Fed). Saat ini, suku bunga The Fed masih ada di kisaran 0,25 persen. Semakin lama pemerintah menunda kenaikan harga BBM maka akan semakin dekat dengan naiknya suku bunga The Fed. “Jika harga BBM mendekati dinaikkannya suku bunga The Fed maka gejolak akan semakin keras dirasakan,” katanya. rep:c88 ed: nidia zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement