Rabu 17 Sep 2014 12:00 WIB

Wakil Rakyat Ramai-ramai Gadaikan SK

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

Apa yang pertama kali dipikirkan anggota dewan ketika resmi dilantik dan menjabat?  Mungkin sebagian berpikir akan langsung bekerja serta menyusun agenda ke depan.  Ada juga mengunjungi konstituen di daerah pemilihan masing-masing.

Tapi, bagi mereka yang terlilit utang akibat besarnya biaya kampanye pemilihan legislatif 2014, pekerjaan rumah pertama adalah bagaimana membayar tanggungan jatuh tempo.  

Beragam cara dilakukan, termasuk menggadai atau menjaminkan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan kepada bank demi mendapat pinjaman. Penelusuran Republika memperlihatkan praktik gadai SK ini terjadi di banyak daerah di Indonesia dan sudah menjadi kelaziman hampir setiap selesai pemilihan. 

Seperti yang dilakukan M Faizal, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi, Jawa Barat (Jabar).  Politikus dari Partai Amanat Nasional itu mengaku mengagunkan SK-nya untuk menutupi biaya politik pada momen pelaksanaan pemilu legislatif lalu. ''Selepas diangkat saya memang menggadaikan SK sebagai anggota dewan ke bank,'' ujarnya kepada Republika (16/9), sore.

Faizal pun mengungkapkan mengenai ongkos politik yang harus dibayar. Misal, pada satu titik atau lokasi minimal dia harus melakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Pada kesempatan itu ada biaya kampanye yang ia wajib keluarkan, contohnya untuk konsumsi.  Faizal tidak sendiri. Ia mengatakan, sekitar 50 persen anggota DPRD lain juga melakukan hal serupa. “Mayoritas sepertinya ke bank,” ujar pria yang kedua kalinya terpilih sebagai wakil rakyat di Sukabumi ini.

DPRD Kota Cimahi, Jabar, termasuk yang sistematis melakukan gadai SK ini. Di kota ini, menjaminkan SK pengangkatan ke lembaga keuangan sudah menjadi semacam 'hukum adat'. Meski tidak semua partai melakukan hal itu. Ketua sementara DPRD Kota Cimahi Achmad Gunawan mengatakan, ada sekitar 35 anggota dewan yang menggadaikan SK.

Sebagai ketua, Achmad tidak mempermasalahkan praktik ini. Ia menilai tidak ada aturan yang dilanggar dari situ. Lolos atau tidaknya pengajuan kredit bermodalkan SK DPRD ada di tangan bank. “Saya tidak menafikan itu. Dan ini sudah menjadi hukum adat. Daripada dapat uang dari hasil tidak baik,'' katanya saat ditemui Republika di sekretariat DPRD, Cimahi, Selasa (16/9).

Sekretaris Dewan DPRD Kota Cimahi H M Suryadi menjelaskan, dia memfasilitasi anggota dewan yang akan meminjam uang dengan pihak bank, serta terkait dengan penagihan. Untuk besaran pinjaman bervariasi mulai dari Rp 150 juta, Rp 250 juta hingga Rp 400 juta. Ini kemudian dicicil selama lima tahun dengan gaji anggota dewan berkisar antara Rp 17 juta -Rp 18 juta per bulan.

Setali tiga uang dengan di tingkat Kota, di DPRD Jawa Barat pun sama.  Setidaknya ada sekitar 30 anggota DPRD Jabar turut melakukan hal serupa. Ketua DPRD Jabar sementara Gatot Tjahyono mengatakan, "Sampai hari ini yang saya tahu baru sekitar 20-30 orang yang mengajukan. Itu juga yang saya dengar dari pihak perbankan."

Dari Situbondo, Jawa Timur (Jatim), Ketua DPRD Situbondo Bashori Shanhaji mengakui hampir semua anggota dewan di Situbondo menggadaikan SK demi mendapat pinjaman dari bank.  “Hampir semua. Semua butuh cash yang besar. Kita yakin ketika melakukan pileg kemarin mereka pinjam sana-sini. Ada yang sangat mendesak untuk membayar sana-sini,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut kepada Republika, Selasa (16/9).

Ketika ditanya soal besaran nominal pinjaman, Bashori merasa tidak etis untuk memberi informasi. Namun, pastinya ada yang mengajukan plafon minimal dan maksimal. “Tanya langsung yang bersangkutan,” ujar Bashori. Untuk mendapat pinjaman, anggota dewan tak bisa ujuk-ujuk langsung datang ke bank menyodorkan SK. Ada prosedur yang harus diikuti. Menurut Bashori, mula-mula anggota dewan harus mendapat rekomendasi dari partainya. Setelah itu, baru meminta tanda tangan Ketua DPRD sebagai persetujuan. 

Namun, di Sidoarjo, Jatim, tak semua anggota DPRD menggadaikan SK untuk urusan utang kampanye. Ada juga yang menggadaikan karena murni urusan bisnis. “Ada yang berpikir secara ekonomis. Tapi, ada juga yang karena biaya besar pileg,” ujar Ketua DPRD Sidoarjo, Jawa Timur, Sullamul Hadi Nurmawan kepada Republika, Selasa (16/9).

Berdasarkan catatan the Finance Research, penggadaian SK dewan ke Bank Pembangunan Daerah merata di seluruh wilayah di Indonesia.  Menurut Direktur The Finance, Eko B Supriyanto, hingga 15 September 2014, setidaknya ada 45 anggota DPRD Banten yang secara kolektif mengagunkan SK anggota dewan untuk mendapat kredit di satu bank lokal.

Hal yang sama juga terjadi di Bank Jatim yang secara kolektif menerima permohonan pinjaman dari DPRD Pamekasan, Jawa Timur. "Besarnya pinjaman antara Rp 100 juta, Rp 200 juta, bahkan ada yang Rp 500 juta," kata Eko di Jakarta, Selasa (16/9).  Umumnya, para anggota dewan menggunakan uang kredit itu untuk membayar pinjaman waktu kampanye, sisanya untuk operasional awal sebagai dewan.

Di Tangerang, para anggota dewan menggadaikan SK-nya untuk berbagai keperluan. Mulai dari mengembalikan modal kampanye hingga untuk membangun rumah pribadi. Di Provinsi Yogyakarta, keinginan sejumlah anggota DPRD masih terganjal. Pasalnya, hingga kini belum ada ketua dewan definitif.

Pengamat politik lainnya, AA Dwipayana, mengatakan, besarnya biaya untuk menjadi seorang anggota dewan merupakan indikasi penyebab fenomena tersebut. Selain itu, kata dia, terpilih sebagai anggota wakil rakyat dijadikan kesempatan untuk mendapat permodalan.

Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer (IB) Muhammad Qodari mengatakan, penggadaian Surat Keputusan pengangkatan anggota dewan ke Bank merupakan hal yang tidak etis."Secara etika itu tidak tepat. Apalagi kalau tujuan pinjaman untuk keperluan konsumtif," tutur Qodari.  

n c63/c81/c73/elba damhuri/mursalin yasland/c67c80/c54/Yulianingsih rep: riga nurul iman ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement