Selasa 16 Sep 2014 14:30 WIB

Potensi Sagu Belum Dikelola Maksimal

Red:

JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) Indonesia berjanji akan memberikan kemudahan, yaitu memfasilitasi industri maupun perusahaan yang mengembangkan tanaman sagu.

Menteri Pertanian (Mentan) Indonesia Suswono mengatakan, potensi sagu sangat luar biasa. Ia menjelaskan, Indonesia merupakan penghasil sagu terbesar di dunia. Potensi sagu Indonesia seluas 1,4 juta hektare area (ha). Ternyata, potensi sagu Indonesia mencapai lebih dari 50 persen potensi pertanian sagu dunia yang hanya 2,2 juta ha.

"Kami bahkan sudah melakukan pengecekan dan tanaman sagu sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif dan bahan baku bioenergi," katanya usai mengisi Focus Group Discussion bertema "Sagu Sebagai Komoditas Potensial, Pilar Kedaulatan Pangan dan Energi" di Jakarta, Senin (15/9).

Sagu diakuinya sebagai substitusi pangan pengganti beras karena sagu menghasilkan pati kering sebagai sumber karbohidrat. Kemudian sebagai bahan baku bioenergi, sagu dapat diolah menjadi bioetanol dan dijadikan fiber.

Namun sayangnya, kata Suswono, potensi ini belum dikelola dengan baik. Kebutuhan pangan masyarakat Indonesia masih banyak menggantungkan konsumsi makanan pokok lain, seperti beras dan gandum. Padahal, komoditas beras dan impor sering kali dipenuhi dari impor.

Hingga saat ini, pengembangan tanaman sagu juga masih sedikit dan lebih memilih fokus pada swasembada komoditas beras, daging, jagung, kedelai, hingga gula. Selain itu, ia melanjutkan, belum banyak industri yang mengolah sagu, baik sebagai bahan pangan maupun energi.

"Padahal, potensi sagu sedemikian melimpah. Tentu potensi yang besar ini jangan disia-siakan karena secara ekonomi pasti menguntungkan," katanya.

Diakuinya, untuk mengubah budaya mengonsumsi beras ke pangan lain termasuk sagu tidaklah mudah. Demikian juga, dengan kebutuhan energi yang masih menggantungkan pada bahan bakar fosil yang persediaannya semakin terbatas dan mahal.

Ia menambahkan, kendala lain pengembangan sagu, yakni harganya yang lebih mahal dibandingkan beras di beberapa tempat seperti Maluku. Padahal, katanya, harga sagu seharusnya di bawah harga beras.

"Oleh karena itu, ini harus dikaji dan perlu kebersamaan semua pihak untuk mengembangkan sagu untuk pangan dan energi nasional," ujarnya. Pihaknya berjanji mengupayakan perbaikan akses infrastruktur penanaman sagu.

Selain itu, rancangan pengembangan sagu akan dibicarakan dalam rapat intensif dengan lintas kementerian terkait, termasuk Kementerian Koordinator Perekonomian. Namun demikian, Kementan berharap adanya dukungan industri maupun perusahaan yang mengembangkan komoditas ini.

Untuk itu, Suswono menyambut baik perusahaan yang mau berinvestasi mengembangkan sagu. Untuk menstimulus supaya investasi sagu besar, ia melanjutkan, pihaknya akan melindungi pelaku usaha yang berinvestasi mengembangkan sagu karena mereka telah memberikan kontribusi bagi pembangunan Indonesia.

"Pemerintah akan memfasilitasi, termasuk kepastian usaha dan fasilitas pajak, misalnya tax holiday atau sejenisnya," katanya.

Yang penting, ia mengungkapkan, para industri usaha atau investor ini dapat duduk bersama dengan pemerintah untuk berbicara kira-kira investasi apa yang bisa didorong, terutama pemanfaatan potensi sagu sehingga dapat tumbuh dan berkembang. Saat ini, ada 1,4 juta ha lahan sagu yang berpotensi dimanfaatkan.

Area penanaman sagu di Indonesia tersebar di banyak daerah. Seperti, di Papua,Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatra Barat, dan Riau.

Jika sudah ada produksi sagu massal yang dilakukan industri, pihaknya optimistis produksi sagu jadi efisien dan harganya jauh lebih murah.rep:rr laeny sulistyawati ed: irwan kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement