Senin 15 Sep 2014 12:56 WIB

Ramping Atau Gemuk?

Red:

Penyusunan kabinet menjadi agenda utama presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Baginya, penyusunan kabinet merupakan "gerbang awal" untuk mengimplementasikan program-program prorakyat.

Serangkaian opsi terkait kabinet pun dijabarkan. Dari 34 kementerian, 31 kementerian, 29 kementerian, 27 kementerian, 24 kementerian, hingga 20 kementerian pun digodok.

Namun, yang menguat saat ini justru setara dengan kementerian yang dimiliki pemerintahan SBY-Boediono, yakni 34 kementerian. Padahal, Jokowi dan tentu JK kenal betul akan efisiensi dan efektivitas kabinet yang berjumlah 34 menteri tersebut.

Namun, apakah gemuk itu selaras dengan tidak efisien dan efektif? Coba kita lihat dari kacamata Lembaga Administrasi Negara (LAN). Persoalan seperti pulau-pulau kecil dan terluar di Indonesia digarap berbagai lembaga, seperti Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.

Belum lagi jika melihat struktur kabinet pada pemerintahan SBY-Boediono jilid dua yang menambahkan beberapa jabatan wakil menteri (wamen). Dari segi teknis operasional, jabatan wamen semakin tidak efektif. Lalu, evaluasi terhadap beberapa menteri yang memiliki wakil pada periode pertama tidak jelas juntrungannya. Dampaknya, anggaran kian membengkak dan birokrasi kian gemuk.

Lagi-lagi, persoalan itu semua tak terlepas dari akar politik. Dalam pengertian, dukungan politiklah yang membentuk kabinet yang kuat. Namun, dalam sejarah pembentukan kabinet di Indonesia, melulu didominasi akar politik ketimbang profesionalisme.

Awalnya, Jokowi memimpikan kabinet yang berisi orang-orang profesional. Orang-orang yang memiliki kemampuan di bidangnya masing-masing. Sehinggga dapat tergambarkan sebagai kabinet ahli. Namun, karena akar politik itu kuat, lagi-lagi, mimpi itu memudar. Namun, bukan berarti mimpi itu tidak akan digapai.

Jokowi-JK saat ini hampir final membentuk kabinet dengan 34 menteri, sama dengan SBY-Boediono. Dalam struktur kabinetnya, Jokowi-JK menggabungkan dan menambahkan kementerian baru.

Jika 34 menteri yang akan ditetapkan Jokowi-JK, 19 kementerian yang ada pada pemerintahan SBY-Boediono tetap dipertahankan. Sebanyak enam kementerian diubah namanya alias nomenklaturnya, enam kementerian digabung, dan tiga kementerian baru akan dibentuk.

Tiga kementerian yang baru itu adalah Kementerian Agraria, Kementerian Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Kependudukan dan BKKBN. Sedangkan, Kementerian Pendidikan dipecah menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset Teknologi.

Untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jokowi-JK akan menamakannya Kementerian Kemaritiman. Kementerian Pekerjaan Umum juga akan berganti nama menjadi Kementerian Infrastruktur. Sementara, kementerian yang digabung adalah pembangunan desa, infrastruktur permukiman, dan pengembangan daerah tertinggal.

Kita belum mengetahui sejauh mana kementerian-kementerian yang akan dibentuk Jokowi-JK akan efektif dan efisian. Jika melihat jumlahnya, memang setara dengan yang ada saat ini. Namun, jika melihat penggabungan beberapa kementerian, secara sekilas memperlihatkan efektivitas dan efisiensi kerja menteri, terutama pada cakupan kewenangan yang dimiliki.

Namun, lagi-lagi, itu baru di atas kertas dengan melihat jumlah menteri. Karena, yang terpenting adalah menghapus berbagai kewenangan yang tumpang tindih di beberapa kementerian seperti yang disebutkan sebelumnya. Selain itu, meningkatkan kinerja kementerian yang pada saat ini belum maksimal. Selebihnya, silakan Anda yang menilai.

Oleh Djibril Muhammad

E-mail: [email protected]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement