Ahad 14 Sep 2014 18:42 WIB

Ketika ‘Berhaji Sosial’ Didahulukan

Red: operator

Kerelaan Muwaffaq menyentuh hati Ibnu al-Mubarak.

Saat itu, seorang tabiin bernama Abdullah bin Mubarak sedang pergi haji. Ia tak sengaja tertidur di Masjidil Haram.

Dalam tidurnya, ia bermimpi mendengar dua orang malaikat yang sedang bercakap-cakap. "Berapa banyak umat Islam yang berhaji di tahun ini?"tanya sang malaikat kepada malaikat yang satunya. "Enam ratus ribu orang, tapi tidak ada satu pun yang diterima."

"Hanya ada satu orang tukang sepatu bernama Muwaffaq dari Damsyik yang tak bisa berangkat haji, tapi malah diterima.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:ANTARA

Karena sang tukang sepatu tersebut, semua yang haji pada tahun ini bisa diterima,"ujar sang malaikat satunya.

Dengan segera Abdullah bangun dari tidurnya. Ia tak percaya dengan apa yang didengar dalam mimpinya tersebut. Namun, untuk menjawab rasa penasarannya, sepulangnya dari perjalanan haji, ia datang ke Damsyik dan mencari tukang sepatu tersebut.

Akhirnya, sampailah ia ke Damsyik dan bisa menemukan rumah orang berna ma Muwaffaq. Ia pun yakin mimpinya tadi bukan sembarang mimpi, tetapi merupakan sebuah petunjuk dari Allah SWT.

Ia berhasil menemui Muwaffaq. Ia pun masuk ke rumahnya dan dimulailah pembicaraan untuk mencari jawaban atas rasa penasarannya. Mengapa seseorang yang tidak berangkat haji tetapi dihitung amal ibadahnya telah naik haji? "Kebaikan apa yang telah kau lakukan hingga kau bisa tercatat telah berhaji, padahal kau tidak pergi?" tanyanya.

Tukang sepatu pun menjawab. Ia ber cerita, sebenarnya ia sudah berniat untuk pergi berhaji. "Melihat kondisi ekonomiku yang sederhana ini, sangat mustahil untuk mengumpulkan uang yang dipakai bekal berhaji. Namun, atas pertolongan Allah, aku tiba-tiba diberikan rezeki sebesar 300 dirham atas jasaku menambal sepatu seseorang," kata Muwaffaq mulai bercerita.Dengan sejumlah uang tersebut, Muwaffaq berniat untuk pergi haji.

Dengan uang yang didapatnya tersebut, ia merasa mampu berangkat haji. Hal ini pun mendapatkan persetujuan istrinya yang sedang hamil.

Sebelum niat itu terlaksana, suatu hari istri Muwaffaq mencium bau masakan dari rumah sebelah. Karena sedang hamil, ia merasa sangat menginginkan masakan yang dipikirnya pasti sangat lezat tersebut.

Muwaffaq pun pergi ke rumah tetangganya dengan maksud meminta sedikit makanan yang baunya tercium oleh istrinya tersebut. Karena alasan istrinya sedang hamil, Muwaffaq pun yakin tetangganya pasti akan berbaik hati membagi makanan tersebut.

Ia pun mendatangi sumber aroma masakah itu dan ternyata berasal dari gubuk yang hampir runtuh. Rumah itu dihuni oleh seorang janda dan enam anaknya.

Muwaffaq pun mengutarakan maksud nya. Bahwa, istrinya sedang mengidam aneh dan meminta masakan apa pun yang aromanya tercium olehnya. Tetapi, dugaannya tadi salah. Pemilik rumah menolak untuk memberikan makanan tersebut. Sekalipun ditebus dengan uang, permintaan tersebut tetap ditolak.

"Daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan," kata sang janda kepada Muwaffaq."Mengapa?" tanyaku lagi.

"Karena daging ini adalah bangkai keledai. Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya, tentulah kami akan mati kelaparan," jawab sang janda sambil menahan air mata.

"Mendengar ucapan tersebut, spontan aku menangis, lalu aku pulang. Aku ceritakan kejadian itu kepada istriku, dia pun menangis. Akhirnya, uang bekal hajiku kuberikan semuanya untuk dia,"kenang Muwaffaq.

Ibnu al-Mubarak tak bisa menahan air mata. Ia pun tercengang mendengar kisah ini. Ia tak menyangka amal ibadah sang tukang sepatu itu sangat besar. Selama ini, ia menganggap ia yang kaya raya ini sangat dermawan, namun ternyata di hadapannya kini duduk orang yang jauh lebih dermawan dan tulus darinya. "Kalau begitu engkau memang patut mendapatkannya," ucapnya.

Sosok yang Dermawan

Ibn al-Mubarak, pemilik nama leng kap Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al-Marwazi, merupakan pakar hadis dari kalangan tabiin yang sangat terkemuka. Lahir dari ayah Turki dan ibu seorang Persia, ia dekenal piawai tak hanya dalam bidang hadis tetapi juga disiplin ilmu lainnya, antara lain di dalam gramatika dan kesusastraan. Ini tak terlepas dari bimbingan beberapa orang guru, baik yang berada di Merv maupun di tempat-tempat lainnya Sosok kelahiran 118 H/ 736 M ini dikenal dengan sifat kedermawannya.

Kekayaan yang ia miliki ia pergunakan untuk membantu sesama yang tidak mam pu. Ia meninggal di Kota Hit, di tepi Sungai Eufrat, pada 181 H/ 797 M. Karyanya di bidang hadis sangat banyak, beberapa di antaranya masih bisa ditelusuri hingga kini. rep:c70, ed: nashih nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement