Jumat 12 Sep 2014 14:00 WIB

‘Bersih-Bersih Pegawai’ Pabrik Rokok

Red:

Industri rokok di dalam negeri tengah melakukan bersih-bersih terhadap para pegawainya. Bukan bersih-bersih dalam makna sebenarnya, melainkan bersih-bersih dalam pengertian perampingan jumlah pegawai.

Aksi "bersih-bersih pegawai" ini sudah dilakukan beberapa bulan ke belakang oleh PT HM Sampoerna Tbk. Pada akhir Mei 2014 Sampoerna menghentikan kegiatan produksi pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang berlokasi di Jember dan Lumajang. Dampaknya ada total 4.900 karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:MICHAELA REHLE/X01425

Rokok(ilustrasi)

Sampoerna menutup dua pabrik tersebut dalam rangka merestrukturisasi operasional di pabrik-pabrik SKT miliknya. Emiten berkode HSMP itu akan fokus melanjutkan produksi SKT di lima pabrik lainnya di Surabaya (Rungkut I, Rungkut II, dan Taman Sampoerna), Malang, dan Probolinggo.

Langkah serupa baru-baru ini ditempuh oleh PT Bentoel Internasional Investama Tbk. Saat ini, pabrik rokok yang berdiri sejak 1930 tersebut mulai merampingkan 11 perusahaan di Malang Raya  menjadi tiga perusahaan. Sebanyak 11 pabrik yang dimaksud, yaitu PT Bentoel, PT Lestari, PT Subur Aman, PT Tresno, PT Bintang Bola Dunia, PT Amiseta, PT Bintang Pesona Jagat, PT  Bintang Jagat Sejati, PT Java Tobacco, dan PT Bentoel International Investama.

Bukan hanya itu, 1.000 karyawan tetap Bentoel sudah disodori formulir pensiun dini atau dengan kata lain PHK. Program pengunduran diri secara sukarela itu dimulai Selasa (9/9) dan berakhir Rabu (10/9).

Penurunan produksi menjadi salah satu alasan pihak perusahaan mengadakan program pengunduran diri secara sukarela ini. Produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan SKT Bentoel pada 2012 mencapai 10 miliar batang. Jumlah tersebut menurun tajam pada 2013 yang hanya mencapai enam miliar batang.

Selain itu, kebijakan baru pemerintah yang mengharuskan 40 persen produk rokok menunjukkan gambar seram di bagian kover dituding meningkatkan biaya produksi. Sehingga, beban produksi pabrik menjadi bertambah.

Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menilai kasus yang membelit Bentoel hanya masalah efisiensi. Pasalnya, karyawan perusahaan itu sangat banyak, sekitar 8.000 orang. Jadi, sangat wajar bila perusahaan itu mengurangi karyawan guna meminimalisasi biaya produksi. "Merumahkan karyawan bukan berarti perusahaan itu bangkrut," ujar Ketua Umum Gaprindo  Muhaimin Mufti kepada Republika, Rabu.

Menurut Muhaimin, sampai saat ini industri tembakau di Tanah Air masih cukup menjanjikan. Kebutuhan akan rokok mencapai 350 miliar batang per tahun. Bahkan, saat ini investor asal Jepang dan Korea Selatan juga sudah masuk ke industri tersebut. "Mereka telah menanamkan investasinya di Indonesia. Jadi, sampai saat ini industri tembakau ini masih cukup banyak dilirik investor."

rep:ita nina winarsih ed: nidia zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement