Jumat 05 Sep 2014 18:30 WIB

Pilpres Berimbas pada RUU Pilkada

Red:

JAKARTA -- Konstelasi politik dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 berimbas pada pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilukada. Menjelang akhir pembahasan, lima fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih berubah sikap menginginkan pemilukada tidak langsung atau pemilihan lewat DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

Anggota Panja RUU Pemilukada dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Malik Haramain mengatakan, sebelum pilpres hampir semua fraksi mengusulkan pemilukada langsung. Namun setelah pilpres, fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih selain Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menginginkan pemilukada tidak langsung. "Mereka berubah menjadi pemilihan tidak langsung gubernur dan bupati/wali kota oleh DPRD. Semuanya dipilih DPRD," kata Malik di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/9).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/ Wihdan

RUU Pilkada. (dari kiri) Peneliti LIPI Siti Zuhro, Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa, dan Dirjen Otda Djohermansyah Djohan saat diuksi di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/2).

Fraksi PKS memiliki sikap yang sama dengan Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Hanura. Ketiga fraksi ini menginginkan pemilukada digelar langsung. Gubernur dan bupati/wali kota dipilih langsung oleh rakyat.

Sedangkan Fraksi PKB, menurut Malik, menginginkan pemilihan gubernur secara langsung. Namun, untuk pemilihan bupati/wali kota, PKB menginginkan pemilukada tidak langsung. Sikap yang sama juga disampaikan perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). "Tapi PKB kemungkinan besar akan masuk ke kelompok pemilihan langsung," ujar Malik.

Perubahan sikap Koalisi Merah Putih, menurut Malik, karena mereka menginginkan penguatan koalisi nasional hingga ke tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Hanya saja, Malik tidak yakin keinginan tersebut selaras dengan aspirasi politik di daerah.

Ketua Panitia Kerja RUU Pemilukada Abdul Hakam Naja tidak menampik perubahan sikap sejumlah fraksi tersebut merupakan imbas dari Pilpres 2014. Terjadinya manipulasi suara, politik uang, biaya besar, dan kecurangan masif hingga konflik di tingkat bawah menjadi beberapa alasan fraksi yang menginginkan pemilukada digelar tidak langsung.

Meski lebih banyak fraksi yang menginginkan pemilukada tidak langsung, menurut politisi dari PAN ini, masih dimungkinkan terjadi perubahan pada pengambilan keputusan. Pasalnya, kata Hakam, selama dua tahun lebih pembahasan RUU Pemilukada berjalan, perubahan memang sering terjadi.

Pekan depan, hasil pembahasan tim perumus akan dibawa dalam rapat Panja RUU Pemilukada. Karena permasalahan hulu terkait pemilihan langsung dan tidak langsung belum mencapai titik temu, dalam pertemuan tersebut akan diupayakan pengambilan keputusan. "Hasilnya akan dibawa pada rapat pengambilan keputusan di Komisi II dan pada 12 September dibawa ke paripurna DPR," jelas Hakam yang juga wakil ketua Komisi II ini.

Ia mengungkapkan, tim perumus telah menyiapkan dua draf RUU Pemilukada. Draf pertama jika pemilukada dilakukan langsung. Sedangkan, rancangan kedua berisi aturan jika pemilukada dilakukan lewat pemilihan di DPRD.

Dengan disiapkannya dua alternatif itu, panja optimistis RUU Pemilukada bisa diketok pada akhir masa sidang DPR periode 2009-2014 ini. "Jadi, nanti tinggal memutuskan saja. Semuanya sudah disiapkan, sehingga begitu diambil keputusan aturannya sudah siap," ujar Hakam.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan pemerintah menginginkan pemilihan gubernur secara langsung, dan pemilihan bupati/wali kota lewat DPRD. "Dalam pembahasan kalau langsung kami setuju. Tetapi, diperketat biaya kampanyenya, dan pemilihan serentak supaya beban biaya pemerintah tidak terlalu banyak," kata Gamawan. rep:ira sasmita ed: muhammad fakhruddin

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement