Selasa 02 Sep 2014 14:30 WIB

Hakim tak Cabut Hak Berpolitik Atut

Red:

JAKARTA - Selain menjatuhkan hukuman pidana penjara dan denda lebih ringan terhadap mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga menolak tuntutan jaksa atas pencabutan hak berpolitik Atut. Hakim menilai, hukuman pencabutan hak berpolitik terhadap Atut belum perlu dijatuhkan. "Pencabutan hak berpolitik dinilai tidak relevan untuk perkara ini," kata Ketua Majelis Hakim Matheus Samidji, Senin (1/9).

Majelis hakim menilai, Atut sudah cukup menerima hukuman penjara. Selain itu, kasus korupsi yang menjeratnya akan berkonsekuensi terhadap citra politiknya di mata masyarakat Banten. "Masyarakat sudah cerdas menentukan hak politiknya, tentu akan dicermati apakah terdakwa pantas atau tidak menjadi pemimpin setelah ini," kata Matheus.

Dalam pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin, majelis hakim memvonis bersalah Atut dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. Atut dinilai terbukti terlibat dalam upaya suap terhadap mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Lebak, Banten, setahun silam. Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebesar 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengaku kecewa dengan vonis majelis hakim. Menurut Ade, vonis terhadap Atut telah mengusik rasa keadilan masyarakat. "Kecewa dan mengusik keadilan masyarakat," ujar Ade kepada Republika, Senin (1/9).

Atut terseret dalam kasus ini karena diduga terlibat dalam upaya suap terhadap mantan ketua MK Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar pada 2013 silam. Dia disebut bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, dan advokat Susi Tur Andayani merencanakan pemberian suap yang awalnya akan diberikan sebesar Rp 3 miliar.

Menurut Ade, Atut seharusnya dijatuhi hukuman maksimal karena telah memberi contoh buruk kepada masyarakat. Selain itu, tindakan Ratu Atut, kata Ade, telah menghilangkan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dengan menyuap hakim MK.

Atut mengakui telah mencederai kepercayaan masyarakat Banten terhadapnya. Karena itu, dia meminta maaf termasuk kepada orang tua beserta anaknya. Atut mengatakan, dirinya hanya korban dari kasus hukum ini. "Kasus hukum ini terkesan seperti saya mencederai kepercayaan rakyat Banten. Saya minta maaf kepada seluruh rakyat banten," ujar Atut kepada Republika, Senin.

Kedua anak Atut, yaitu Andiara Aprilia dan putra bungsunya Ananda Triana Salichan, kemarin terlihat hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta. Menggunakan jilbab berwarna kuning, Andiara Aprilia menangis saat mendengar vonis dibacakan oleh hakim. "Kami ikuti putusan hakim dan menerima dengan selapang-lapangnya," ujar Ananda seusai sidang. rep:gilang akbar prambadi/c83/c75 ed: andri saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement