Senin 01 Sep 2014 14:00 WIB

Bentrok Warnai Islamabad

Red:

ISLAMABAD — Tuntutan agar Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif mundur belum mengendur. Bahkan, aksi massa berubah menjadi rusuh saat polisi dan pengunjuk rasa bentrok. Satu orang kehilangan nyawa dan ratusan orang terluka.

Sekitar 25 ribu pengunjuk rasa beraksi di luar kediaman resmi Sharif di Islamabad, Sabtu (30/8) tengah malam, menyusul gagalnya negosiasi antara mereka dan polisi. Aksi yang dipimpin tokoh oposisi Imran Khan dan Tahir ul-Qadri telah berjalan lebih dari dua pekan.

Aksi pada Sabtu memicu bentrokan. Ini bermula dari usaha massa menyingkirkan barikade. Mereka membawa alat pemukul, palu, dan alat pemotong untuk memudahkan mengatasi barikade di depan rumah resmi Sharif.

Polisi mengadang mereka dan berupaya membubarkan massa dengan gas air mata. Polisi juga melepaskan peluru karet. Seorang pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan itu. Sebanyak 300 orang terluka termasuk 37 polisi.

"Hampir 100 orang ditahan," kata Kepala Kepolisian Islamabad Khaliid Khattak. Kebanyakan dari mereka bersenjatakan kapak, palu, dan pisau cutter. Ia juga meyakini mereka memiliki senjata api meski sekarang polisi belum melihatnya.

Gambar-gambar di televisi menunjukkan, polisi siap siaga menghadapi para demonstran. Sejumlah pengunjuk rasa yang terluka dan berdarah diangkut ke ambulans. Polisi melemparkan gas air mata dan direspons dengan lemparan batu.

Menurut Wasim Raja, juru bicara Pakistan Institute for Medical Sciences, rumah sakit utama pemerintah, pihak rumah sakit merawat enam orang. Mereka terluka akibat terjangan peluru karet yang ditembakkan polisi.

Tahir ul-Qadri mengecam kekerasan polisi terhadap para pendukungnya. "Sebuah serangan tak terbayangkan yang dilakukan negara terhadap rakyatnya," ujarnya, seperti dilansir laman berita BBC. Ia membantah pengunjuk rasa melengkapi dirinya dengan senjata.

Khan bereaksi keras. Menurutnya, tindakan polisi ilegal. Kini semua orang bisa melihat apa yang dilakukan pemerintah terhadap warganya. "Kami akan mengguncang seluruh Pakistan," katanya, seperti dilansir laman berita Guardian.

Pada Ahad (31/8), demonstran kembali berkumpul melanjutkan tuntutan mereka. Polisi juga tetap bersiaga mengantisipasi segala hal yang mungkin terjadi. Sharif masih menegaskan sikapnya, tak mau mundur. Meski, ia dituding curang dalam pemilu lalu.

Sharif tak memperkirakan unjuk rasa masih saja berlangsung. Ini lebih dari dua pekan. Bahkan, pendukung Khan dan Qudri mendirikan tenda di kompleks gedung parlemen sejak 15 Agustus lalu. Seorang menteri mengungkapkan, pemerintah gagal mengakhiri unjuk rasa.

Krisis politik semakin dalam pada Kamis (28/8). Saat itu, pemerintah meminta bantuan angkatan bersenjata memediasi antara pemerintah dan oposisi. Muncul kekhawatiran militer melakukan kudeta perlahan, dengan memperkuat posisi di pemerintahan sipil.

Pakistan yang berpenduduk 180 juta jiwa lama dikuasai pemerintahan militer. Berulang kali terjadi sengketa antara sipil dan militer. Sebenarnya, Perdana Menteri Nawaz Sharif berusaha mencegah kembalinya militer ke pemerintahan.

Karena itu, ia memperkuat pemerintahan sipil dan meningkatkan hubungan dengan Afghanistan dan India. Sharif juga membuat marah militer karena mengadili mantan kepala angkatan bersenjata, Pervez Musharraf. Pada 1999 Musharraf pernah mengudeta Sharif.

Namun, krisis politik membuka peluang militer untuk menyingkirkannya, baik dalam kebijakan luar negeri maupun keamanan. Sharif meminta bantuan mereka menjadi penengah. Di sisi lain, Imran Khan dan Tahir ul-Qadri dekat dengan militer, namun mereka membantahnya. rep:c66/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement