Sabtu 12 Nov 2022 04:07 WIB

Stafsus Presiden Ajak Industri Beralih Gunakan Plastik Ramah Lingkungan

Plastik dari bahan ramah lingkungan dinilai perlu digunakan secara massal.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono melakukan  kunjungan ke Sentra Teknologi Polimer, di Kawasan Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang Selatan, Kamis (10/11/2022).
Foto: dok. istimewa
Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono melakukan  kunjungan ke Sentra Teknologi Polimer, di Kawasan Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang Selatan, Kamis (10/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden, Diaz Hendropriyono, mengajak para pelaku industri consumer goods untuk beralih menggunakan produk-produk plastik yang ramah lingkungan. Hal itu dia sampaikan setelah melakukan kunjungan ke Sentra Teknologi Polimer, di Kawasan Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang Selatan.

"Produk-produk seperti plastik dari bahan yang ramah lingkungan seperti ini harus kita gunakan secara massal pada industri consumer goods. Kita harus cari cara untuk melakukan link and match dengan industri, jangan hanya menjadi produk inovasi yang berhenti di BRIN. Kan nanti peneliti bisa dapat royalti lagi," kata Diaz dalam siaran pers, Jumat (11/11/2022).

Baca Juga

Hal itu dia sampaikan setelah melihat karya inovasi yang ditunjukkan oleh Kepala Pusat Riset Agroindustri BRIN, Mulyana Hadipernata. Di mana karya inovasinya itu bisa menggantikan plastik atau styrofoam yang tidak mudah terurai oleh tanah. Inovasi itu seperti wadah makanan yang terbuat dari ampas singkong, sedotan dari sagu, alas kaki dari sekam padi hingga plastik dari pati aren.

Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka meninjau peran para peneliti berinovasi menanggulangi permasalahan sampah di Indonesia. Dilihat juga peran para peneliti dalam mendukung komitmen Presiden Joko Widodo yang disampaikan di COP-26 untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia sebesar 29-41 persen pada 2030 dan Net Zero Emission pada 2060.

Periset Ahli Madya Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan BRIN, Nadhirah, menyambut baik kunjungan tersebut guna mendukung target presiden. Menurur dia, terobosan pemutus sekat antarinstitusi maupun semua pihak untuk mencapai target tersebut memang perlu dibiasakan.

"Perlu dibiasakan adanya breakthrough pemutus sekat baik antarinstitusi maupun semua pihak termasuk industri untuk mencapai target net zero emission dari Presiden," ujar Nadhirah.

Diaz kemudian meninjau salah satu inovasi peneliti BRIN berupa piring dari bahan pelepah pinang yang bersifat mudah terurai oleh tanah alias biodegradable dan kuat. Peneliti Pusat Riset Kimia Maju BRIN, Muhammad Ghozali, menjelaskan, piring tersebut juga dapat diurai menjadi serat-serat dan diolah menjadi papan untuk keperluan furnitur ramah lingkungan.

"Ini menarik karena jika dilihat dari carbon footprint-nya, produk furnitur dengan bahan papan dari Pak Ghozali menghasilkan carbon footprint yang lebih kecil dari furnitur pada umumnya," ujar Diaz.

Buah penelitiannya tersebut juga telah diproduksi massal oleh PT Greenie Indonesia untuk dijual bekerja sama dengan perusahaan furnitur asal Swedia, IKEA. Ghozali mengaku, di samping gaji dan tunjangan untuk peneliti, apresiasi terhadap riset dan produk inovasi dari para peneliti di Indonesia saat ini sudah lebih baik dengan adanya royalti dan lisensi yang diterimanya dari produk inovasi.

"Saya dan para peneliti kimia molekuler sudah merasakan riset kami digunakan industri, diberi royalti dan lisensi. Walaupun nilainya tidak seberapa, lisensi dan royalti menjadi kebanggaan untuk kami, berarti penelitian kami sudah diakui industri," ujar Ghozali.

Turut mendampingi selama kunjungan perekayasa-perekayasa BRIN yang selama ini telah hadir dengan berbagai hasil riset yakni Ernie Soekotjo, Arief Ariyanto, dan Hardaning Pranamuda.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement