Kamis 30 Jun 2022 22:28 WIB

Ombudsman Temukan Proses Alih Aset ke BRIN tak Melalui Koordinasi dengan Kemenkeu

Peralihan aset langsung atas permintaan BRIN ke kementerian atau lembaga terkait.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng (kiri).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia (RI) menemukan, proses peralihan aset dari kementerian atau lembaga ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tidak melalui koordinasi kelembagaan yang berwenang, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Peralihan aset langsung dilakukan permintaan oleh BRIN kepada kementerian atau lembaga terkait.

"Jadi, BRIN yang kemudian secara langsung kepada kementerian atau lembaga meminta asetnya dialihkan," ujar Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (30/6/2022).

Baca Juga

Hal tersebut, kata Robert, sedikit banyak berpengaruh kepada temuan berikutnya terkait proses peralihan aset. Temuan tersebut berupa aset dan alat kerja penelitian di beberapa kementerian atau lembaga tidak bersedia dialihkan ke BRIN. Hal tersebut terjadi dengan alasan masih digunakan dan difungsikan untuk mendukung kerja oleh instansi semula atau instansi asal.

"Ada kementerian lembaga yang memang juga melihat alat itu masih dibutuhkan atau prosesnya memang tidak benar karena BRIN sendiri yang meminta, tidak melalui Kementerian Keuangan, khususnya terkait pengelolaan aset. Ini yang membuat kemudian alat kerja seperti ini tidak bisa dimanfaatkan oleh para pegawai yang sudah pindah ke BRIN," kata Robert.

Ombudsman RI juga menemukan adanya penyimpangan prosedur oleh BRIN dalam proses peralihan pegawai. BRIN juga disebut tidak siap dalam menerima peralihan pegawai, yang dibuktikan dengan banyaknya peneliti yang tidak dapat melaksanakan kegiatan penelitian karena kendala aset, struktur organisasi, dan anggaran.

"Temuan kami dalam proses peralihan pegawai terjadi penyimpangan prosedur oleh pihak BRIN," ujar Robert.

Penyimpangan prosedur itu Ombudsman RI lihat karena seharusnya proses peralihan pegawai sebagaimana amanat undang-undang (UU) merupakan kewenangan dari kementerian yang berwenang dalam urusan tata kelola dan pendayagunaan aparatur. Kemudian langkah yang selanjutnya, yakni pengadministraisan, dilakukan oleh lembaga yang mengurusi administrasi kepegawaian.  

"Jadi bukan BRIN yang secara langsung melakukan peralihan," kata Robert.

Menurut dia, BRIN sebenarnya hanya berlaku sebagai pihak penerima pegawai dari pihak yang memberikan. Sementara untuk proses pengalihan dan pengadministrasian dilakukan oleh kementerian lembaga yang berwenang, dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"BRIN ibaratnya itu ketempatan sebagai pihak penerima dari pihak yang memberikan. Sementara proses untuk pengalihan dan pengadministrasian dilakukan oleh Menpan RB dan oleh BKN dalam konteks pengadministrasiannya," terang dia.

Masih dalam poin proses peralihan pegawai, Ombudsman RI juga menemukan BRIN tidak siap dalam menerima peralihan pegawai tersebut. Robert mengatakan, hal itu dibuktikan oleh banyaknya peneliti yang hingga saat ini tidak dapat melaksanakan kegiatan penelitian karena terkendala oleh aset, struktur organisasi, dan anggaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement