Selasa 14 Sep 2021 14:21 WIB

KemenBUMN: Tidak Ada CSR Kimia Farma untuk Radikalisme

Terduga teroris diketahui bekerja di anggota holding BUMN farmasi, PT Kimia Farma.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Mas Alamil Huda
Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. (ilustrasi)
Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kementerian BUMN) mendukung penangkapan terduga teroris yang dilakukan Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di Bekasi, Jawa Barat, pada Jumat (10/9). Terduga teroris diketahui bekerja di anggota holding BUMN farmasi yakni PT Kimia Farma (Persero).

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga meminta Kimia Farma mendukung setiap proses yang dilakukan aparat dalam memerangi radikalisme. "Kami sudah meminta Kimia Farma mendukung apapun yang dibutuhkan aparat untuk mengetahui lebih detail setiap permasalahan ini," ujar Arya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (14/9).

Arya menilai, kasus ini tidak ada kaitannya dengan proses rekrutmen yang terjadi di BUMN. Pasalnya, ucap Arya, terduga teroris tersebut telah bekerja cukup lama di Kimia Farma. "Ini bukan soal perekrutan, tapi mungkin terpapar saat proses (bekerja)," ucap Arya.

Arya menyebut Kementerian BUMN selama ini terus memperbarui setiap proses perekrutan pegawai. Menurut Arya, setiap BUMN telah menerapkan standar yang ketat dalam upaya pencegahan timbulnya praktik radikalisme.

Selain itu, lanjut Arya, Menteri BUMN Erick Thohir juga telah menerapkan Akhlak sebagai core values BUMN yang diharapkan mampu mengikis timbulnya paham radikal. "Di samping itu, kita juga kerja sama dengan BNPT untuk melakukan langkah-langkah ideologi pancasila di Kimia Farma dan BUMN pada umumnya," ungkap Arya.

Arya mengatakan, karyawan Kimia Farma tersebut tidak memiliki akses menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Menteri BUMN Erick Thohir, kata Arya, sejak awal menjabat telah satu sistem mengenai penggunaan CSR untuk mengetahui tujuan dan lokasi pemberian CSR.

"Kalau untuk radikalisasi kecil kemungkinan dan direksi juga ketat terhadap pemanfaatan CSR. Saya dapat info dari Kimia Farma bahwa orang tersebut tidak bisa akses CSR, jadi tidak ada ada dana CSR dipakai untuk radikalisme di Kimia Farma," kata Arya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement