Jumat 06 Aug 2021 03:20 WIB

Varian Delta Jadi Alasan Kematian Usia Produktif Tinggi

Satgas Covid-19 menyebut ada pergeseran angka kematian di usia produktif

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dua alat berat berada di TPU khusus pasien COVID-19, Situgede, Kota Bogor, Jawa Barat. Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan keadaan di Indonesia masih dalam kategori gawat kasus Covid-19. Hal ini terbukti dengan meningkatkan angka kematian usia produktif karena virus SARS-CoV-2 varian delta yang cepat sekali menyebar.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Dua alat berat berada di TPU khusus pasien COVID-19, Situgede, Kota Bogor, Jawa Barat. Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan keadaan di Indonesia masih dalam kategori gawat kasus Covid-19. Hal ini terbukti dengan meningkatkan angka kematian usia produktif karena virus SARS-CoV-2 varian delta yang cepat sekali menyebar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan keadaan di Indonesia masih dalam kategori gawat kasus Covid-19. Hal ini terbukti dengan meningkatkan angka kematian usia produktif karena virus SARS-CoV-2 varian delta yang cepat sekali menyebar.

"Artinya begini, varian delta ini berpengaruh kematian di semua kelompok usia. Namun, menjadi masalah di banyak negara dan Indonesia usia produktif itu porsinya besar dari penduduk usia lain. Sehingga kemungkinan besar kematian usia produktif ini lebih banyak daripada lansia. Indonesia ini masih dalam kategori gawat," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (5/8).

Kemudian, ia melanjutkan kategori usia produktif di bawah 35 tahun menyumbang 60 persen populasi di Indonesia. Apalagi banyak juga yang belum melakukan vaksinasi tapi interaksi mereka masih tinggi di luar rumah. Hal ini yang menyebabkan angka kematian usia produktif tinggi.

"Nah, artinya kalau bicara varian delta semua usia akan banyak yang terinfeksi. Terlebih usia produktif masih mobile dan interaksi tinggi. Vaksinasi belum merata maka angka kematian pun tinggi," kata dia.

Ia menambahkan masih banyak kasus konfirmasi positif Covid-19 maupun kematian Covid-19 di luaran sana yang luput dari laporan pemerintah. Sehingga masyarakat pun masih tidak peduli dan tidak patuh dengan protokol kesehatan (Prokes).

"Ya ini harus jadi perhatian pemerintah ya. Vaksinasi dan prokes harus dijalani bersama," kata dia.

Sebelumnya diketahui, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 melaporkan kecenderungan pergeseran risiko kematian akibat COVID-19 di Indonesia dari populasi lanjut usia (lansia) kepada kelompok masyarakat berusia usia produktif. Usia produktif ini pada kelompok usia 46-59 tahun dan 31-45 tahun. 

"Kita sering mengampanyekan kelompok rentan (lansia) ini perlu kita lindungi terkait dengan usia maupun komorbid. Tapi jangan lupa juga ternyata saat ini mulai bergeser pada usia 46 hingga 59 tahun sangat tinggi sekarang," kata Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah saat hadir secara virtual dalam temu wicara bertajuk "COVID-19 Secara Angka" yang dipantau dari Jakarta, Rabu (4/8).

Ia mengatakan pergeseran risiko kematian berdasarkan faktor usia itu dilaporkan berdasarkan laju kasus kematian akibat COVID-19 yang berlangsung pada kurun Juni hingga Juli 2021 dengan rata-rata angka kematian mencapai 1.582 orang per hari. Kasus kematian itu, kata Dewi, tidak didominasi oleh kelompok lansia di atas 60 tahun, tetapi justru dialami oleh kelompok usia 46-59 tahun yang melonjak hampir lima kali lipat dari angka 2.500 menjadi 13.000 kasus pada kurun tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement