Ahad 25 Jul 2021 01:08 WIB

KPK Beri Masukan Perbaikan Penyaluran Bantuan Usaha Mikro

KPK turut mengawal program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan masukan terkait penyaluran Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) untuk para pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM). Lembaga antirasuah itu mengimbau, agar pemberian bantuan harus mempertimbangkan aspek pemerataaan.

"Artinya, bantuan diberikan bukan hanya ke daerah yang aktif dan mampu mengirimkan data calon penerima bantuan," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam keterangan, Sabtu (24/7).

KPK juga meminta Kementerian Koperasi dan UKM aktif mendekati daerah-daerah yang terdampak berat dari pandemi ini, misalnya daerah yang tergolong miskin. Namun, sambung dia, Dinas Koperasi setempat tidak secara aktif memproses pendaftaran calon penerima sehingga BPUM terkesan hanya untuk penerima di Pulau Jawa saja.

Firli melanjutkan, data penerima bantuan saat ini harus disesuaikan dengan temuan lapangan BPKP dan BPK tentang ketidaklayakan penerima dan ketidaktepatan bantuan pada program sebelumnya.

Dia mengatakan, Seluruh calon penerima harus menyertakan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar memudahkan pengujian kelayakan penerima dengan basis data lain.

"Misalnya, pengujian dengan data ASN yang ada di BKN yang sudah berbasis NIK. Demikian juga pengujian dengan data penerima bantuan program Prakerja dan program bantuan lainnya," katanya.

Komisaris Jendral Polisi ini mengatakan, KPK turut mengawal program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN). Salah satunya denagn mendukung upaya pengawasan terhadap pemberian BPUM sejak tahun 2020 dengan membuka kanal pengaduan masyarakat langsung di JAGA.ID.

Firli mengungkapkan, keluhan yang dierima terkait penyaluran BPUM yang tercatat pada JAGA.ID berjumlah 763 laporan. Rinciannya, terdiri dari 642 laporan di tahun 2020 dan 121 laporan hingga Juli 2021.

Firli mengatakan, mayoritas keluhan adalah tentang tidak tercantum dalam penerima BPUM meskipun berdasarkan kriteria memenuhi syarat, ketidakakuratan data penerima, yang bersangkutan dihubungi bahwa akan menerima BPUM sementara rekening bank berbeda, sehingga justru akhirnya tidak menerima bantuan.

"Informasi tentang BPUM secara umum, kriteria, tata cara dan sebagainya. Hal ini menggambarkan bahwa sosialisasi mengenai program ini masih perlu diperbaiki," katanya.

Mantan deputi penindakan ini melanjutkan, keluhan paling banyak untuk tahun 2020 tercatat dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sedangkan di tahun 2021, tercatat keluhan paling banyak dari wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Firli mengatakan, demi mendorong publikasi dan meningkatkan literasi masyarakat tentang program ini melalui aplikasi JAGA.ID, KPK juga menyediakan informasi mengenai program BPUM yang berisi antara lain tentang siapa yang berhak menerima bantuan, proses pendaftaran, besaran BPUM dan lainnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement