Kamis 28 Jan 2021 22:16 WIB

BPJS Kesehatan-ISSA Gelar Simposium Terkait Jamin Sosial

Para pelaku jaminan sosial harus lebih tanggap pada kebutuhan konsumen

Sejumlah warga mengantre untuk memperbaharui data peserta BPJS di Kantor BPJS Cabang Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (4/1/2021). Kantor BPJS Cabang Kendari mencatat jumlah hingga tahun 2020 sebanyak 1,3 juta jiwa terdaftar sebagai peserta JKN-KIS di sembilan kabupaten/kota yang merupakan Wilayah Kerja BPJS Kesehatan Cabang Kendari dan dari jumlah tersebut sebanyak 178 ribu atau 13,34 persen adalah peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Foto: ANTARA/Jojon
Sejumlah warga mengantre untuk memperbaharui data peserta BPJS di Kantor BPJS Cabang Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (4/1/2021). Kantor BPJS Cabang Kendari mencatat jumlah hingga tahun 2020 sebanyak 1,3 juta jiwa terdaftar sebagai peserta JKN-KIS di sembilan kabupaten/kota yang merupakan Wilayah Kerja BPJS Kesehatan Cabang Kendari dan dari jumlah tersebut sebanyak 178 ribu atau 13,34 persen adalah peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan bekerja sama dengan International Social Security Association (ISSA) menyelenggarakan ISSA Virtual Symposium on Leadership in Social Security (ISSA LEAD). Acara membahas perubahan-perubahan dalam sistem jaminan sosial di dunia seiring era digitalisasi dan normal baru Covid-19.

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (28/1), Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris memberikan paparan utama terkait bagaimana pengalaman memimpin BPJS Kesehatan sejak persiapan hingga awal badan ini berdiri, dan sampai saat ini telah mengelola 95 persen jaminan kesehatan penduduk Indonesia dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.

Fachmi juga menjelaskan tantangan para pimpinan jaminan sosial akan semakin besar di masa mendatang. Menurutnya ada empat hal utama yang harus dilakukan di antaranya tanggap terhadap kebutuhan peserta, membangun ekosistem bersama dengan para pemangku kepentingan, implementasi yang dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan regulasi, kondisi sosial, budaya serta politik, serta pemanfaatan data untuk improvisasi atau pengembangan layanan.

“Tantangan terbesar saat ini, para pelaku jaminan sosial harus lebih tanggap pada kebutuhan konsumen di tengah keterbatasan ruang gerak masyarakat akibat pandemi COVID-19. Transformasi digital sudah tidak bisa terelakkan, apalagi struktur masyarakat sudah mulai didominasi oleh generasi digital atau generasi Y (milenial) dan generasi Z,” kata Fachmi Idris.

 

Fachmi menjelaskan pimpinan jaminan sosial juga harus mampu mendorong para pemangku kepentingan terkait dalam satu ekosistem digital. Dalam implementasi Program JKN-KIS ekosistem teknologi informasi secara alamiah terbentuk di tengah tantangan revolusi industri 4.0. Bahkan mulai terasa mengubah tatanan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.

“Berbagai layanan digital yang tumbuh di era JKN-KIS mendobrak dan mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia sebagai negara berkembang dan lebih jauh membawa revolusi besar dalam tatanan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Terlebih di era pandemi Covid-19, berbagai layanan digital terus berkembang dan BPJS Kesehatan sendiri sudah melakukan digitalisasi dalam setiap bisnis proses layanan,” ujar Fachmi.

Fachmi mencontohkan dalam implementasi verifikasi klaim secara digital yang dilakukan BPJS Kesehatan berimbas pada efisiensi untuk tenaga verifikator. Menurut dia, pada awal implementasi resistensi tentu terjadi, namun butuh kepemimpinan yang kuat yang mampu mengubah pola pikir sampai program tersebut berhasil dilaksanakan sampai saat ini.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement