Kamis 03 Dec 2020 02:14 WIB

Protokol Kesehatan Harus Dilaksanakan di Semua Sektor

Prokes di masing-masing sektor akan berbeda disesuaikan dengan tingkat resikonya.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Masker (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Masker (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penularan virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) masih terjadi di Tanah Air. Oleh karena itu, protokol kesehatan (prokes) seharusnya dilakukan di semua bidang.

"Protokol kesehatan harus dilaksanakan pada semua aktivitas masyarakat di setiap sektornya untuk mencegah penularan Covid-19," kata Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko Wahyono  di sebuah acara diskusi Ikatan Alumni UI, Rabu (2/12).

Baca Juga

Namun, dia melanjutkan, prokes di masing-masing sektor akan berbeda disesuaikan dengan tingkat resikonya. Misalnya pasti akan ada perbedaan protokol kesehatan di sektor pariwisata, antara tempat wisata di dalam ruangan dan luar ruangan.

“Workplace itu juga harus jelas dengan protokol kesehatannya. Community engagement juga sangat penting karena melibatkan protokol kesehatan pada perusahaan-perusahaan, restoran, sekolah, semua harus ikut serta dalam penanggulangan Covid-19,” ujarnya.

Dia juga menambahkan, seharusnya upaya pemutusan mata rantai penularan diterapkan mulai dari tingkat individu. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan patuh terhadap protokol kesehatan yang berlaku. Selain itu protokol kesehatan bukan hanya 3M yaitu Memakai masker, menjaga jarak, nencuci tangan menggunakan sabun melainkan juga protokol yang sudah di buat oleh masing-masing sektor harus dilaksanakan dengan baik. Misalnya masyarakat di tempat kerja mematuhi protokol kesehatan di tempat kerja. Menurutnya, perlu pendekatan kolaboratif untuk mendisiplinkan masyarakat yang heterogen, seperti di Indonesia. Pendekatan ini dapat berupa gabungan dari pendekatan edukatif, persuasif, promotif, ataupun diktatif.

"Hal ini disesuaikan dengan masing-masing karakteristik dari suatu kelompok masyarakat. Sulit mendisiplinkan masyarakat apabila tidak ada sanksi hukum yang adil dan menyeluruh," katanya.

Bicara New Normal, Miko berpendapat seharusnya dilakukan pemenuhan terhadap enam kriteria organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) sebelum memberlakukan new normal pada suatu wilayah. “Indonesia belum memenuhi persyaratan tersebut namun sudah memberlakukan new normal, sehingga kasus positif Covid-19 kembali melonjak,” ujarnya.

Selain itu, menurut Miko penerapan suatu kebijakan dan sanksi tidak boleh disamaratakan antara red zone, yellow zone, dan green zone. Dia juga mengingatkan Satgas Penanganan Covid-19 baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota untuk memiliki perspektif yang sama terhadap upaya penanganan Covid-19.

“Penerapan sanksi yang benar tidak boleh tebang pilih, sehingga dalam penerapannya harus dilakukan edukasi dan sosialisasi secara konsisten kepada masyarakat,”  katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement