Ahad 02 Aug 2020 16:11 WIB

 Perlukah Sipil Memiliki Pistol Peluru Tajam 9 mm?

3 macam senjata api yang boleh dimiliki masyarakat sipil yang sudah memenuhi syarat.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Ilustrasi pistol
Foto: AP
Ilustrasi pistol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) melontarkan wacana agar masyarakat sipil turut diperbolehkan memiliki pistol berpeluru tajam 9 milimeter. Pernyataan ini disampaikan Bamsoet saat memberikan pernyataan pers soal Lomba Asah Kemahiran Menembak bagi para pemilik izin khusus memperebutkan Piala MPR. 

Dalam keterangan persnya, Bamsoet memaparkan, Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 18 tahun 2015 terdapat 3 macam senjata api yang boleh dimiliki masyarakat sipil yang sudah memenuhi persyaratan. Antara lain senjata api peluru tajam, senjata api peluru karet, dan senjata api peluru gas.

"Untuk senjata api peluru karet dan peluru gas dibatasi untuk peluru berkaliber 9 mm. Sedangkan senjata api peluru tajam, dibatasi untuk senapan berkaliber 12 GA dan pistol berkaliber 22, 25, dan 32. Senjata jenis inilah yang akan dipakai dalam lomba," ujar Bamsoet. 

"Sebetulnya di berbagai negara sudah memperbolehkan menggunakan pistol kaliber 9 mm. Mungkin Kapolri bisa mempertimbangkan merevisi Perkap tersebut," kata dia kembali menambahkan.

Pernyataan tersebut menimbulkan reaksi masyarakat yang mempertanyakan urgensi kepemilikan senjata api dengan peluru tajam untuk kepentingan tertentu, misalnya membela diri. Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai usulan itu tidak perlu. 

Abdul Fickar menjelaskan, dalam hukum pidana Pasal 49 KUHP, seseorang bebas dari pida a melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain. 

"Karena itu tidak perlu ada aturan baru yang melegalkan org menembak atau membela diri bagi mereka yang mempubyai izin penggunaan senjata api, sepanjang keadaannya memang memenuhi syarat psl 49 KUHP," kata dia. 

Abdul Fickar bahkan menilai usul Bamsoet berbahaya. Sebab, aturan itu bisa ditafsirkan bahwa Indonesia seolah tidak sedang dalam keadaan tidak aman. Bukan tidak mungkin, kata Abdul Fickar, izin kepemilikan senjata yang diperluas bisa menimbulkan peningkatan angka kriminal. 

"Pikiran BS (Bamsoet) mewakili pikiran banyak orang indonesia yang pragmatis dan lebih memebtingkan kepentingan org per orang," kata Fickar saat dihubungi, Ahad (2/8).

Fickar khawatir, jika kepemilikan senjata diperluas, nilai pemecahan masalah dengan kejerasan juga akan mulai diterima oleh keluarga Indonesia. Kebijakan itu dinilai Fickar justru berpotensi memperbanyak jumlah pembunuhan dalam kekuarga. 

"Pistol akan menjadi barang biasa di dalam keluarga, terutama bagi mereka yang mash memiliki anak anak remaja," ujar Abdul Fickar Hadjar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement