Senin 13 Jul 2020 22:59 WIB

Kemajuan Ekonomi Harus Selaras dengan Kelestarian Lingkungan

RUU Cipta Kerja dapat meningkatkan kerjasama multipihak

Foto udara kondisi pegunungan yang sebagian gundul dan rusak akibat penambangan di kawasan perbukitan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (14/5/2020). Aktivitas penambangan galian C  kawasan perbukitan dan pegunungan sepanjang pesisir pantai kabupaten Aceh Besar itu semakin meluas dan mengancam kelestarian lingkungan dan rawan terjadi banjir bandang serta longsor
Foto: Antara/Ampelsa
Foto udara kondisi pegunungan yang sebagian gundul dan rusak akibat penambangan di kawasan perbukitan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (14/5/2020). Aktivitas penambangan galian C kawasan perbukitan dan pegunungan sepanjang pesisir pantai kabupaten Aceh Besar itu semakin meluas dan mengancam kelestarian lingkungan dan rawan terjadi banjir bandang serta longsor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kemajuan ekonomi dapat diraih tanpa harus mengabaikan kelestarian lingkungan. Ini menjadi hal yang harus diperhatikan untuk pembangunan ekonomi ke depan.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Universitas Gadjah Mada, San Afri Awang, dalam diskusi daring bertajuk “Isu-isu Lingkungan dan Tanggung Jawab Korporasi dalam RUU Cipta Kerja”. Menurut Awang, perlindungan properti masyarakat yang kuat di negara-negara maju menjadi kunci keselarasan kemajuan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.

“Upaya memajukan ekonomi melalui RUU Ciptaker harus diiringi penguatan sistem perlindungan properti masyarakat, termasuk hak masyarakat adat atas tanah adat, dan fungsi perhutanan sosialnya,” kata Awang dalam keterangannya di Jakarta, Senin (13/7).

Awang menilai terdapat pendekatan yang berbeda di dalam RUU Ciptaker ini untuk melihat hubungan antara kemajuan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Dalam hal Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), misalnya, RUU Cipta Kerja menggunakan pendekatan berbasis tingkat risiko. “Sehingga tidak setiap aktivitas bisnis membutuhkan AMDAL,” ujarnya.

Menurut Awang, RUU Cipta Kerja ini telah dilakukan penyederhanaan peraturan yang tumpang tindih selama ini. Karena itu, ia mengajak elemen-elemen masyarakat sipil mau terlibat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja untuk memperkuat substansi-substansi yang dianggap masih lemah.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum lama ini, kata dia, telah memberikan masukan untuk memperkuat aspek-aspek terkait perlindungan lingkungan dalam RUU Cipta Kerja.     

Dalam diskusi yang sama, Direktur Eksekutif Yayasan Belantara Sri Mariati menyatakan bahwa saat ini semakin banyak korporasi yang peduli terhadap kelestarian lingkungan. Karena itu, harapannya, RUU Cipta Kerja dapat meningkatkan kerjasama multipihak antara pemerintah, korporasi, dan masyarakat melalui pelibatan organisasi masyarakat sipil.

“Harapan kita semua tentunya kelestarian lingkungan dapat terwujud seiring kemajuan ekonomi yang dicita-citakan oleh RUU Cipta Kerja,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks), Nanang Sunandar, mengatakan bahwa secara substansial unsur-unsur kebebasan ekonomi ini terkandung dalam RUU Ciptaker.

“Melalui penguatan sistem perlindungan properti pribadi dan kerjasama multipihak antara pemerintah, korporasi, dan komunitas, termasuk organisasi masyarakat sipil, maka potensi ancaman kerusakan lingkungan, khususnya terkait aktivitas bisnis pengelolaan sumberdaya bersama dapat ditanggulangi,’’ katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement