Selasa 01 Jun 2021 14:06 WIB

Meneropong Nasib PAN di Pemilu 2024

Tanpa Amien Rais PAN justru bisa jadi partai yang lebih terbuka.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Indira Rezkisari
Partai Amanat Nasional (PAN).
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Partai Amanat Nasional (PAN).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Amanat Nasional (PAN) secara terang-terangan menolak bergabung ke dalam poros Islam. Sebelumnya PAN juga telah ditinggalkan sosok politikus senior Amien Rais.

Menanggapinya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPO), Ujang Komarudin, menilai berbagai dinamika yang terjadi di partai berlambang matahari tersebut dapat berpengaruh terhadap nasib di Pemilu 2024. "Bisa eksis dan bisa juga turun," kata Ujang kepada Republika, Selasa (1/6).

Baca Juga

Menurutnya eksistensi PAN ke depan tergantung dari kerja keras pengurus dan kader PAN sendiri. Jika PAN mampu mengatasi tantangan dan menjaga basis massanya yang didominasi oleh basis massa suara Muhammadiyah, maka eksistensi PAN akan terus terjaga.

"Namun jika tak mampu menjaga basis massa dan tak mampu bersaing dengan partai lain, maka bisa tenggelam. Dan para kader PAN paham soal itu," ungkapnya.

Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia itu menilai ada sejumlah pekerjaan rumah besar agar PAN tetap eksis, yaitu PAN harus memastikan suara basis massa Muhammadiyah tak pindah ke partai Islam lainnya, terutama ke Partai Ummat yang dibentuk Amien.

"Saat ini basis massa Partai Ummat sama dengan basis massa PAN. Jika PAN mengecewakan basis massanya, maka yang akan untung Partai Ummat. Jadi tergantung dari PAN untuk mempertahankan basis massanya itu," jelasnya.

Ujang menambahkan, kendati keduanya memiliki basis massa yang sama. Namun baik PAN maupun Partai Ummat diibaratkan seperti dua bejana yang berbeda.

"Jika PAN bisa menjaga basis massanya, maka Partai Ummat mesti cari basis massa lain. Namun jika PAN tak bisa jaga basis massanya, maka yang akan naik suaranya Partai Ummat," ujarnya.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad, mengungkapkan ada sejumlah konsekuensi atas sikap politik yang diambil PAN. Pertama secara ideologis, PAN tampak akan bertransformasi menjadi partai dengan basis ideologi keislaman yang lebih moderat dan memiliki warna nasionalisme kebangsaan yang lebih kental.

"Keluarnya figur Amien Rais dari PAN, menjadikan partai ini lebih longgar dalam mereformulasikan positioning ideologisnya, sehingga tidak lagi berbasis pemilih dengan orientasi ideologi ke-Islam-an saja, namun juga kelompok-kelompok pemilih yang memiliki orientasi ideologi di luar itu," kata Nyarwi kepada Republika, Selasa (1/6).

Secara organisasi, Nyarwi juga menilai PAN akan menjadi partai elektoral professional (electoral-professional party) karena tidak lagi tergantung pada bayang-bayang figur tertentu, khususnya Amien Rais. Nyarwi melihat hal tersebut menjadi peluang sekaligus juga tantangan.

"PAN memiliki peluang untuk merekrut beragam jenis sumber daya elit dan professional dengan orientasi ideologi yang lebih terbuka, tidak hanya berbasis pada orientasi ke-Islam-an saja, khususnya yang berasal dari kalangan pendukung Muhammadiyah. Namun ini juga menjadi tantangan bagi PAN. Karena elektabilitas partai ini, sebagai sebuah organisasi, sebagaimana terpotret dalam sejumlah lembaga survei, termasuk Indonesian Presidential Studies (IPS) masih sangat rendah," katanya.

Berdasarkan data IPS pada April 2021, Nyarwi mengatakan elektabilitas PAN hanya berkisar di angka 2 persen. Nyarwi menyebut angka ini lebih rendah dibandingkan partai-partai yang berbasis pemilih Islam lainnya yang saat ini memiliki kursi di DPR RI, seperti PPP (3 persen), PKS (4,8) dan PKB (6,4 persen).

"Elektabilitas PAN tersebut masih berada di bawah angka parliamentary threshold (PT). Ini artinya, nasib partai ini untuk Pileg 2024 mendatang masih belum sepenuhnya," paparnya.

Berdasarkan survei tersebut, Nyarwi memandang pimpinan dan elit PAN dituntut kerja keras lagi agar bisa menembus PT. Selain itu, nasib PAN dalam Pileg 2024 mendatang juga akan sangat ditentukan oleh sejauh mana mereka mampu mencari atau menciptakan figur-figur yang memiliki dua kemampuan sekaligus, yaitu sosok yang mampu memperkuat struktur organisasi kepartaian dan sekaligus memiliki daya magnetis elektoral.

Kemudian, Nyarwi memandang usai keluarnya Amien Rais, PAN tidak lagi menjadi partai yang didominasi dinasti politik, khususnya dari keluarga Amien Rais. Menurutnya PAN memiliki kesempatan besar untuk mengembalikan dirinya sebagai partai yang terbuka, sebagaimana yang pernah terjadi ketika partai ini didirikan pada pasca Reformasi 1998.

"Keempat, Dengan tidak ada lagi bayang-bayang Amien Rais di situ, PAN bisa lebih dinamis. Sebuah partai politik, partai ini juga berpeluang memperkuat proses demokrasi yang berada di level internal organisasi. Peluang PAN untuk bermanuver dalam panggung politik nasional akan lebih terbuka dan gesit," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement