Selasa 20 Apr 2021 20:59 WIB

Reshuffle Tanda Publik Ingin Pemerintah Tingkatkan Kinerja

Selain menteri, Indaru juga menyoroti jubir presiden tak terdengar aktivitasnya.

Presiden Jokowi saat melantik menteri baru Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta Pusat pada 23 Desember 2020.
Foto: Biro Pers Istana
Presiden Jokowi saat melantik menteri baru Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta Pusat pada 23 Desember 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Indaru Setyo Nurprojo menganggap, kuatnya isu pergantian sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju sebagai hal yang positif. Dia menilai, penggantian menteri sebagai bagian dari aspirasi publik dan komunikasi politik yang sehat antara pemerintah dan masyarakat.

Menurut Indaru, kuatnya isu reshuffle di media maupun media sosial menunjukkan tingginya harapan publik terhadap Presiden Jokowi agar meningkatkan kinerja kementeriannya. "Setiap kali isu reshuffle muncul saya perhatikan selalu menjadi perhatian utama publik, dari yang riil sampai yang spekulatif. Bagi saya isu ini bukan suatu upaya mobilisasi politik," katanya kepada wartawan, Selasa (20/4).

"Namun harus dilihat secara objektif sebagai keinginan publik. Apalagi dalam situasi pandemi, dampak sosial ekonomi yang terjadi saat ini. Pesannya jelas, presiden agar meningkatkan kinerja pemerintahannya, para menteri dan pembantunya," kata Indaru menambahkan.

Dia menjelaskan, kualitas menteri di era pemerintahan kedua Presiden Jokowi mendapat banyak sorotan kritis oleh publik. Sejumlah menteri dinilai kurang optimal membantu presiden menghadapi pandemi serta menangani dampak lintas sektoral yang ditimbulkan.

"Dari beberapa menteri yang menjadi sorotan kritis, di antaranya adalah kinerja dan gaya kepemimpinan Mas Mendikbud, Nadiem Makarim. Saya mengagumi Nadiem sebagai pengusaha anak muda era digital yang brilian dan telah membanggakan Indonesia. Berkontribusi dan membangun Indonesia kan tidak harus duduk di pemerintahan," ucap Indaru.

Dia menambahkan setelah dileburnya Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenrsitekdikti) ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat dibutuhkan seorang menteri yang betul-betul memahami sosiologi pendidikan di Indonesia. Selain itu, juga mengerti visi kebudayaan dan pengembangan riset, serta bisa bekerja secara negarawan dan seimbang dalam konteks birokrasi dan politik Indonesia yang khas.

Indaru menilai selain pos Mendikbud-dikti, masih terdapat beberapa kementerian yang menjadi sorotan kritis di mata publik. Di antaranya adalah Menteri Koperasi dan UMKM, Menteri Pertanian, Kepala Staf Kantor Kepresidenan, serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"Secara objektif kami dari kampus juga menilai kualitas staf khusus kepresidenan, khususnya para anak muda milenial, masih jauh dari harapan. Jubir presiden malah sampai saat ini tidak pernah terdengar aktivitasnya berkomunikasi secara baik dan rutin dengan publik," kata Indaru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement