Kamis 13 Aug 2020 14:04 WIB

Mahfud Akui Memang tak Ada Keharusan Berikan Bintang Jasa

Di antara tokoh yang menerima bintang jasa adalah Fahri Hamzah dan Fadli Zon.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 Fahri Hamzah menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti Upacara Penganugerahan Tanda Kehormatan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/8/2020). Negara menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Nararya kepada Fahri Hamzah yang disematkan oleh Presiden Joko Widodo.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 Fahri Hamzah menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti Upacara Penganugerahan Tanda Kehormatan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/8/2020). Negara menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Nararya kepada Fahri Hamzah yang disematkan oleh Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengakui, berdasarkan peraturan perundang-undangan memang tidak ada keharusan bagi pemerintah untuk memberikan bintang penghargaan terhadap pimpinan lembaga negara. Namun, masih dalam peraturan yang sama, suatu lembaga negara bisa mengusulkan nama penerima bintang tersebut.

"Sesudah dibaca memang tidak ada keharusan (memberikan). Tapi, di dalam pasal 30 undang-undang (UU) tersebut menyatakan, penerima bintang jasa itu diusulkan oleh lembaga negara. Ketika lembaga negara mengusulkan, ya kita cari syarat-syaratnya, ada syarat umum, ada syarat khusus," ungkap Mahfud kepada wartawan saat konferensi pers daring, Kamis (13/8).

Baca Juga

Mahfud mencontohkan, ketika Fahri Hamzah dan Fadli Zon diusulkan untuk mendapat bintang tersebut, maka akan diseleksi. Ketika sudah memenuhi syarat, maka tidak boleh ditolak karena alasan subjektif, seperti menolak usulan penerima bintang karena orang tersebut merupakan orang yang kritis dan antipemerintah.

"Misalnya kalau mengatakan, 'itu kan orang yang antipemerintah, sangat kritis.' Kan tidak boleh orang kritis lalu haknya tidak diberikan kalau orang lain dalam posisi yang sama sudah mendapat," jelas dia.

Mahfud menerangkan, sejak adanya UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, pimpinan lembaga negara selalu diusulkan untuk mendapatkan penghargaan itu. Tradisi tersebut bermula sejak 2010, di mana begitu pejabat suatu lembaga negara habis masa jabatan, dia kemudian diusulkan oleh lembaganya untuk menerima tanda jasa atau tanda kehormatan.

Sejak 2010 itu pula, Mahfud menerangkan, dalam melakukan pertimbangannya pemerintah menggunakan ukuran jabatan yang bersangkutan. Selama tidak ada masalah hukum, Dewan Gelar dan Tanda Jasa akan memanggil pihak yang mengusulkan untuk kemudian mempresentasikan profil calon penerimanya satu per satu.

"Semua tidak terkecuali, semua mantan ketua dan wakil ketua lembaga negara itu ya mendapat. Selama tak ada masalah hukum. Bahwa kemudian ada yang mendapat masalah hukum sesudah mendapat (penghargaan), itu disoal kemudian karena syaratnya itu pada saat diusulkan dan disetujui itu tidak ada masalah hukum," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan anugerah kehormatan bintang Mahaputra Nararya kepada Fahri Hamzah dan Fadli Zon di Istana Negara, Jakarta, Kamis (13/8) pagi ini. Jokowi menyampaikan, pemberian penghargaan kepada dua mantan wakil ketua DPR tersebut telah berdasarkan pertimbangan yang matang oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Ia mengatakan, penganugerahan gelar ini hanya diberikan kepada orang-orang yang memiliki jasa terhadap bangsa dan negara.

“Ini lewat pertimbangan-pertimbangan yang matang oleh Dewan Tanda Gelar dan Jasa. Jadi pertimbangannya sudah matang,” ujar Jokowi.

Ia menjelaskan, meskipun Fahri dan Fadli merupakan tokoh yang kerap kali mengkritik pemerintahannya, hal itu merupakan hal yang wajar dalam sebuah negara demokrasi. Jokowi menyebut, meskipun dirinya dengan Fahri dan Fadli sering kali berbeda pandangan politik, bukan berarti bermusuhan dalam membangun bangsa dan negara.

“Bahwa misalnya ada pertanyaan mengenai Pak Fahri Hamzah kemudian Pak Fadli Zon, ya berlawanan dalam politik kemudian berbeda dalam politik bukan berarti kita ini bermusuhan dalam berbangsa dan bernegara. Ya inilah negara demokrasi,” jelas dia.

Jokowi pun mengaku selama ini menjalin hubungan baik dengan Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Pemberian anugerah tanda kehormatan ini juga diberikan kepada sejumlah tokoh lainnya.

photo
Tiga kekalahan jokowi atas gugatan rakyat - (Data Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement