Senin 04 Jul 2022 14:33 WIB

Prediksi Menkes, Pelandaian Kasus Covid-19 Mulai Terjadi

Pelandaian kasus terjadi karena antibodi masyarakat Indonesia masih tinggi.

Warga berolahraga saat berlangsungnya Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Warga berolahraga saat berlangsungnya Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Febryan, Antara

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, pelandaian gelombang kasus Covid-19 varian BA.4 dan BA.5 saat ini mulai terjadi di Indonesia. Hal ini terlihat dari dominasi varian BA.4 dan BA.5 yang telah mencapai lebih dari 80 persen di Indonesia dan 100 persen di Jakarta.

Baca Juga

“Jadi sekarang kita melihat walaupun kasusnya naik, tapi pelandaian mulai terjadi baik di Jakarta maupun di Indonesia,” kata Menkes Budi saat konferensi pers usai rapat terbatas evaluasi PPKM di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/7/2022).

Ia menyebut, puncak gelombang kasus pun akan tercapai jika dominasi satu varian sudah tinggi. “Nah sekarang di Indonesia BA.4 BA.5 itu sudah lebih dari 80 persen dari varian yang kita genome sequence. Bahkan untuk di DKI Jakarta sudah 100 persen itu adalah varian BA.4 BA.5,” ujar Menkes Budi.

 

Berdasarkan pengamatan di negara lain, puncak gelombang kasus akan terjadi dalam 30 hari-40 hari sejak kasus ditemukan. Di Indonesia sendiri, saat ini sudah mencapai sekitar 30 hari sejak varian ini ditemukan. Namun demikian, pemerintah masih akan memantau perkembangan kasus hingga dua pekan ke depan.

“Jadi kita mungkin masih ada satu atau dua minggu ke depan. Kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain seharusnya puncaknya sudah tercapai,” ucapnya.

Selain itu, biasanya penurunan kasus juga akan terjadi saat dominasi satu varian sudah mencapai hampir 100 persen dari populasi virus. Hal ini berdasarkan pengamatan saat puncak gelombang Delta dan juga Omicron.

“Jadi sekarang kita melihat walaupun kasusnya naik, tapi pelandaian mulai terjadi baik di Jakarta maupun di Indonesia,” tambah Menkes.

Menkes pun kemudian menjelaskan penyebab Indonesia bisa mengalami pelandaian kasus dengan jumlah kenaikan kasus yang jauh lebih rendah dibandingkan puncak sebelumnya, yakni hanya 4-5 persen. Sementara di negara-negara lain mengalami puncak kasus sebesar 30 persen dari puncak sebelumnya. 

Hal ini disebabkan karena berdasarkan serosurvey yang dilakukan pada Maret menunjukkan antibodi masyarakat Indonesia masih tinggi. “Jadi kalau Desember 2021, kita serosurvey antibodinya sekitar 400an-500an, itu sudah dimiliki oleh 88 persen populasi. Di bulan Maret kemarin kita serosurvey 99 persen populasi sudah memiliki antibodi di level 3.000-4.000an. Jadi jauh lebih tinggi,” jelas dia.

Karena itu, pemerintah akan kembali melakukan serosurvey yang ketiga mulai Senin (4/7/2022) hari ini. Serosurvey kembali dilakukan agar pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat terkait protokol kesehatan dan vaksinasi terutama menjelang HUT kemerdekaan RI pada Agustus nanti.

“Diharapkan dalam sebulan hasilnya bisa keluar sehingga kita bisa mengambil kebijakan yang tepat mengenai prokes dan juga vaksinasi,” kata dia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, gelombang kasus BA.4 dan BA.5 diprediksi akan mencapai puncak kasus pada minggu kedua atau ketiga Juli. Kendati demikian, kata dia, cakupan vaksinasi booster Covid-19 nasional masih sangat lambat, yakni baru mencapai 24,5 persen.

Jokowi menginstruksikan Kapolri, Panglima TNI, Kementerian Kesehatan, dan juga BNPB agar terus meningkatkan vaksinasi booster di masyarakat. “Saya kira ini terus kita dorong, saya minta Kapolri, Panglima TNI, dan juga Kemenkes dan BNPB untuk mendorong terus agar vaksinasi booster bisa dilakukan terutama di kota-kota yang memiliki interaksi antar masyarakatnya tinggi,” jelas Jokowi saat membuka rapat terbatas evaluasi PPKM di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/7/2022).

Selain itu, ia juga meminta agar penerapan protokol kesehatan kembali digaungkan di masyarakat. Upaya ini, kata dia, penting dilakukan untuk mengendalikan peningkatan kasus agar tak mengganggu momentum pertumbuhan ekonomi saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement