Jumat 26 Mar 2021 18:22 WIB

Kekecewaan HRS ke Bima Arya yang Tertuang Lewat Eksepsi

HRS menilai pernyataan Bima Arya ciptakan berita bohong tentangnya.

Laptop menampilkan suasana sidang kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Rizieq Shihab di halaman Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jakarta, Jumat (26/3/2021). Sidang tersebut beragendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi.
Foto: GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO
Laptop menampilkan suasana sidang kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan terdakwa Rizieq Shihab di halaman Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Jakarta, Jumat (26/3/2021). Sidang tersebut beragendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mahsir Ramadhan, Febryan A, Antara

Mantan Pemimpin FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS), dalam eksepsinya mengenang, sepekan setelah MER-C melakukan tes Covid-19 dia dan istrinya dinyatakan reaktif. Meski demikian, HRS mengaku ingin mengisolasi secara mandiri di RS Ummi karena lokasi tersebut menyimpan rekam medis dan dekat dengan tempat tinggalnya di Bogor.

Baca Juga

Beberapa waktu berselang, kata dia, Dirut RS Ummi mengabarkan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugianto mengenai isolasi HRS dengan itikad baik. Namun sayang, Bima Arya disebutnya langsung koar-koar di media dan membuat keributan.

"Akhirnya pada 27 Oktober, RS Ummi dibanjiri karangan bunga dengan framing 'HRS positif Covid'," keluhnya saat membacakan eksepsi di persidangan, Jumat (26/3).

Dia menambahkan, koar-koar Bima Arya juga menciptakan berbagai berita bohong di media sosial. Tak sampai di sana, HRS juga mengaku kecewa saat Bima Arya memaksanya menjalani tes PCR. "Tapi saya menolak, karena kami sekeluarga sudah tes PCR dengan MER-C," jelas dia.

Berdasarkan kejadian-kejadian tersebut, HRS mengaku meminta izin pulang ke RS Ummi dengan berbagai pertimbangan. Pertama, sesuai hasil lab kondisi kesehatannya semakin membaik setelah melakukan perjalanan dari Makkah sebelumnya. "Kedua, adanya teror dan intimidasi dari Bima Arya yang terus menerus sehingga mengganggu perawatan saya dan ketenangan RS Ummi," tuturnya.

Ketiga, HRS mengatakan punya tim medis pribadi dari MER-C yang sangat berpengalaman. Lebih jauh, sebelum keluar dari RS Ummi dia juga melakukan dua hal. Pertama, membuat surat melarang publikasi hasil tes sebelumnya tanpa izin. "Kedua, membuat testimoni untuk RS Ummi sebagai tanda terima kasih," tuturnya.

Dalam eksepsinya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pula HRS mengatakan merasa dikriminalisasi saat di RS Ummi. Padahal dia berobat dengan dana pribadi di sana.

Kekecewaannya semakin menjadi ketika dirinya dan pihak RS, mulai dari Dirut hingga satpam malah difitnah dengan berita bohong. "Saya dan menantu saya Habib Muhammad Hanif Alatas dan Dirut RS Ummi Andi Tata dijadikan tersangka atas laporan Bima Arya atau pegawainya," tuturnya.

HRS menambahkan, tuntutan itu tetap dilakukan Bima Arya meski dia berjanji mencabut laporan tersebut. Terlebih, ketika janji itu diklaimnya diungkapkan di depan Habib dan Ulama Kota Bogor.

"Tapi faktanya Wali Kota Bogor Bima Arya telah bohong dan khianat terhadap habib dan ulama," jelas dia.  Menurutnya, hal itu jelas merupakan kejahatan Wali Kota Bogor bersama Kepolisian dan Kejaksaan. Khususnya menyangkut kriminalisasi terhadap pasien, dokter dan rumah sakit.

"Jika saya merahasiakan hasil pemeriksaan saya, karena memang pasien dilindungi UU Kesehatan," kata dia.

Alih-alih memeriksa dan menahan dirinya, HRS mengatakan, semestinya Kepolisian dan Kejaksaan bisa memproses para pejabat yang menyebarkan berita bohong. Secara khusus, dia menyebut beberapa pejabat yang nyata menimbulkan keonaran serta kedaruratan kesehatan masyarakat. Di antaranya adalah Menko Polhukam Mahfud MD yang ia sebut membohongi masyarakat jika berolahraga cukup bisa menghadapi Covid-19.

"Kedua, Menko Maritim Luhut membohongi masyarakat bahwa virus corona tidak kuat dengan cuaca Indonesia. Lalu Menko Perekonomian RI Airlangga membohongi masyarakat bahwa corona tidak akan masuk Indonesia. Dan Mantan Menkes RI Terawan membohongi masyarakat bahwa orang sehat hadapi Covid," tuturnya.

Pengacara HRS, Alamsyah Hanafiah, mengatakan kliennya telah membacakan eksepsi atas dakwaan protokol kesehatan dengan No 221 dan 226 secara pribadi. Menurutnya, HRS meminta keadilan pada hakim agar peristiwa berkerumun lain di seluruh Indonesia yang telah terjadi maupun belum bisa dijadikan sebagai proses hukum juga.

"Apabila tidak dijadikan proses hukum, HRS minta persamaan hak di mata hukum supaya itu dibatalkan dan dibebaskan," tuturnya.

Dalam dakwaan menurut hakim, kata dia, HRS tidak mengatur protokol kesehatan saat terjadi kerumunan di Bandara Soekarno-Hatta dan Megamendung. Padahal, di dua lokasi tersebut HRS tidak sama sekali mengundang atau menghasut orang agar berkumpul. "Demi Allah saya tak ngundang orang," ujar Alamsyah menirukan HRS di sidang.

Lanjut dia, selama di Cengkareng HRS memang tidak diperiksa menyoal prokes. Terlebih, HRS diklaimnya juga tidak bisa apa-apa saat ternyata banyak pendukung yang mendatanginya.

"Jadi kesimpulannya selama di Bandara dia tidak diperiksa oleh petugas. Lalu di Megamendung, dia juga tidak mengundang siapapun, dia disambut seperti disambut saat di bandara," kata Alamsyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement