Selasa 23 Mar 2021 19:02 WIB

Survei Tunjukkan Hanya 46 Persen Masyarakat Mantap Divaksin

Ketidakmauan masyarakat divaksinasi bisa gagalkan terwujudnya herd immunity.

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin untuk Aparatur sipil negara (ASN) dan tenaga pendidik saat vaksinasi COVID-19 massal di Balai Kota Yogyakarta, Umbulharjo, DI Yogyakarta, Selasa (23/3/2021). Sebanyak 5.975 tenaga pendidik Kota Yogyakarta mengikuti vaksinasi massal COVID-19 jelang persiapan ujicoba pembelajaran tatap muka pada April mendatang
Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin untuk Aparatur sipil negara (ASN) dan tenaga pendidik saat vaksinasi COVID-19 massal di Balai Kota Yogyakarta, Umbulharjo, DI Yogyakarta, Selasa (23/3/2021). Sebanyak 5.975 tenaga pendidik Kota Yogyakarta mengikuti vaksinasi massal COVID-19 jelang persiapan ujicoba pembelajaran tatap muka pada April mendatang

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra

Program vaksinasi Covid-19 sudah bergulir ke tahap kedua, yakni bagi pekerja sektor pelayanan publik dan lanjut usia atau lansia. Rencananya di pertengahan tahun, vaksinasi akan berlanjut ke kelompok masyarakat umum lainnya.

Baca Juga

Meski masyarakat menunjukkan antusiasme untuk divaksinasi, Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) namun menemukan lewat surveinya masih banyak warga yang tidak bersedia menerima vaksinasi. Dalam hasil survei yang dirilis hari ini, sebanyak 29 persen responden mengaku tidak bersedia mendapatkan vaksin Covid-19.

"Sangat banyak warga yaitu sebanyak 29 persen yang tidak mau divaksin dan hanya 46 persen warga yang mantap mau divaksin," kata Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, saat konfetensi virtual Survei opini publik nasional SMRC bertajuk "Sikap dan Perilaku Warga Terhadap Vaksin", Selasa (23/3).

Selain itu, kata Deni, 23 persen warga menyatakan masih ragu dan dua persen warga tidak menjawab. Lebih lanjut, Deni meminta survei ini perlu menjadi perhatian bersama sebab kalau dikaitkan dengan target vaksinasi bisa mencapai 71 persen penduduk, tentu proporsi ini masih kurang dari target yang dicanangkan pemerintah. Sebab, yang bersedia divaksin potensial hanya 61 persen dengan asumsi warga yang masih pikir-pikir dan tidak menjawab terdistribusi secara proporsional.

"Artinya proporsi ini tidak memenuhi target minimal 70 persen penduduk sasaran vaksin untuk membuat kekebalan kelompok (herd immunity) nasional," ujarnya. Menurutnya, penggalakan atau mewajibkan vaksinasi mungkin menjadi alternatif untuk mencapai target jumlah minimal.

Namun demikian, survei menyatakan mayoritas warga yakni 88 persen tahu atau pernah dengar bahwa program vaksinasi Covid-19 kepada warga sudah dimulai sejak Januari 2021 lalu. "Jadi mayoritas warga sudah terinformasikan atau sembilan dari 10 warga tahu ada program vaksinasi ini," kata Deni.

Selain itu, hasil survei juga menyebutkan kebanyakan warga atau 71 persen percaya atau sangat percaya pemerintah mampu menyediakan vaksin sesuai kebutuhan. Namun sejauh ini, kata Deni, baru sekitar 2,7 persen warga dewasa yang sudah divaksin hingga akhir Februari sampai awal Maret 2021 ketika survei ini dilakukan.

"Kalau kita bandingkan dengan data yang dirilis pemerintah, angka 2,7 persen warga yang divaksin ini relatif sangat dekat, mencerminkan jadi data pembanding untuk pemerintah dan masyarakat secara umum," kata Deni.

Selain itu survei menemukan, ada 8,4 persen warga yang pernah mendapatkan ajakan untuk menolak vaksinasi Covid-19. Ajakan ini dinilai bisa berdampak negatif terhadap intensi warga untuk melakukan vaksinasi Covid-19.

Deni mengungkap hasil survei bahwa mayoritas atau 91,3 persen warga mengaku tidak pernah menerima ajakan untuk menolak vaksinasi Covid-19. "Kemudian 8,4 persen persen mengaku pernah menerima ajakan untuk menolak vaksinasi Covid-19," katanya.

Lalu sebanyak 0,3 persen mengaku tidak tahu atau tidak bisa menjawab. Ia menambahkan, meski proporsi warga yang diajak untik menolak vaksinasi Covid-19 tidak terlalu besar, ajakan untuk menolak vaksinasi berdampak negatif terhadap intensi warga untuk melakukan vaksinasi. Oleh karena itu, ia meminta harus ada upaya untuk menekannya agar tidak membesar.

"Edukasi tentang pentingnya vaksinasi perlu ditingkatkan, khususnya pada warga laki-laki, usia muda, dan berpendidikan lebih rendah," ujarnya.

Sebab, dia melanjutkan, cukup banyak warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Padahal, dia menambahkan, upaya untuk mengatasi wabah Covid-19 harus didukung oleh kepatuhan warga yang menjalankan protokol kesehatan.

Survei bertajuk "Satu Tahun Covid-19: Sikap dan Perilaku Warga Terhadap Vaksin" dilakukan selama kurun waktu 28 Februari sampai 8 Maret 2021. Pertanyaan mendasar yang ingin dijawab dalam survei tersebut terkait bagaimana intensi warga untuk melakukan vaksinasi.

Kemudian ada empat pertanyaan lainnya yang diajukan. Pertama, siapa yang mau dan tidak mau divaksin? Kedua, bagaimana tingkat kepercayaan warga terhadap vaksin yang disediakan pemerintah? Ketiga, bagaimana sikap warga pada umumnya terhadap Covid-19? Keempat, seberapa taat warga menjalankan protokol kesehatan.

Survei menggunakan metodologi populasi adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilu, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (multistatge random sampling) sebanyak 1.220 responden.

Response rate atau responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 1.064 atau 87 persen. Kemudian margin of error rata-rata survei sampel tersebut sebesar 3,07 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement