Jumat 04 Dec 2020 09:23 WIB

9 Bulan Pandemi dan Kepatuhan Bermasker yang Masih Rendah

Untuk menekan laju kasus, minimal 75 persen populasi harus patuh bermasker.

Warga tidak mengenakan masker saat beraktivitas di kawasan Braga, Kota Bandung, Senin (30/11). Persentase kepatuhan untuk memakai masker baru 58,32 persen di Tanah Air secara rata-rata berdasarkan penelusuran Satgas Covid-19 baru mencapai 58,32 persen..
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Warga tidak mengenakan masker saat beraktivitas di kawasan Braga, Kota Bandung, Senin (30/11). Persentase kepatuhan untuk memakai masker baru 58,32 persen di Tanah Air secara rata-rata berdasarkan penelusuran Satgas Covid-19 baru mencapai 58,32 persen..

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Dessy Suciati Saputri, Zainur Mahsir Ramadhan, Sapto Andika Candra, Antara

Sembilan bulan berjalan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan masih belum memuaskan. Bahkan tingkat kepatuhan pakai masker belum sampai 60 persen.

Baca Juga

Berdasarkan dari data Satuan Tugas Nasional Penanganan Covid-19, pemantauan kedisiplinan protokol kesehatan yang dilakukan sejak tanggal 18 November 2020, grafiknya sempat mengalami fluktuasi di sekitar pekan ke-4 November. "Sangat disayangkan, bahwa trennya terus memperlihatkan penurunan terkait kepatuhan individu dalam memakai masker, serta menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Hal ini bertepatan dengan periode libur panjang tanggal 28 Oktober-1 November 2029," kata Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito saat memberi keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Graha BNPB, yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, dikutip Jumat (4/12).

Tren penurunan tersebut terpantau terus berlanjut pada 27 November 2020. Persentase kepatuhan untuk memakai masker baru 58,32 persen. Sedangkan untuk menjaga jarak persentasenya ialah 43,46 persen.

"Dari data tersebut, dapat disimpulkan liburan panjang merupakan momentum pemicu utama penurunan kepatuhan disiplin protokol kesehatan," ujar Wiku.

Lalu, dari peta zonasi kepatuhan memakai masker dan menjaga jarak, dari data 512 kabupaten/kota yang masuk, hanya kurang dari 9 persen kabupaten/kota yang patuh dalam memakai masker. Dan yang lebih memperihatinkan, kurang dari 4 persen kabupaten/kota yang patuh dalam menjaga jarak.

Wiku menyampaikan jika masyarakat semakin lengah dalam menjalankan protokol kesehatan, maka akan meningkatkan penularan. Lalu apabila dilakukan testing dan tracing, maka kasus positif akan meningkat

"Jika terus seperti ini, maka sebanyak apapun fasilitas kesehatan yang tersedia tidak aakn mampu menampung lonjakan yang terjadi," ujar Wiku.

Wiku mengingatkan hasil studi Yilmazkuday tahun 2020, menyatakan untuk menurunkan angka kasus positif dan kematian, maka minimal 75 persen populasi harus patuh menggunakan masker. Namun nyatanya, persentase kepatuhan memakain masker tidak mencapai 60 persen dan kepatuhan menjaga jarak baru 43 persen.

Lokasi kerumunan dengan tingkat tidak patuh memakai masker tertinggi tercatat berada di restoran dan kedai. Jumlah sebesar 30,8 persen.

“Di rumah sebesar 21 persen, tempat olahraga publik sebesar 18,8 persen, di jalan umum sebesar 14 persen, dan tempat wisata sebesar 13,9 persen,” ujar Wiku .

Kondisi ini memicu terjadinya penambahan kasus harian yang pada Kamis (3/12) telah memecahkan rekor tertinggi yakni mencapai 8.369. Dalam beberapa hari terakhir pun, Satgas mencatat rekor penambahan kasus terus terjadi. “Ini adalah angka yang sangat besar dan tidak bisa ditolerir,” ujar dia.

Ia pun meminta masyarakat segera sadar pentingan kepatuhan terhadap 3M. "Mohon masyarakat segera sadar, langkah kecilnya mencuci tangan secara teratur, dengan memakai masker yang benar, bahkan upaya kecil berusaha menjaga jarak satu sama lain sangat berdampak bagi kehidupan banyak umat manusia," pesan Wiku.

Peningkatan angka kasus positif ini menandakan laju penularan yang terus meningkat karena masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan. Wiku pun meminta kesadaran masyarakat dalam menjalankan disiplin protokol kesehatan dengan baik dan benar sehingga kasus Covid-19 dapat semakin terkendali.

“Nyatanya dengan kondisi seperti ini kepatuhan masyarakat yang rendah dalam memakai masker dan menjaga jarak menjadi kontributor dalam peningkatan penularan Covid-19 yang berdampak pada kenaikan kasus Covid-19 beberapa waktu terakhir di Indonesia,” kata Wiku.

Ahli Epidemiologi dari FKM UI, Syahrizal Syarif, menerangkan sejak Mei 2020 ia mengamati ada 80 persen negara yang sempat terdampak Covid-19. Negara tersebut kondisinya telah terkendali. Sedangkan 20 persen lainnya, masih dalam kondisi fluktuatif.

“Tapi hari ini angkanya berbeda, kondisi wabah fluktuatif menjadi 64 persen, ini artinya bukan Indonesia saja, tapi dunia pun sedang fluktuatif,” ujar dia dalam webinar bertema Vaksin+3M: Jurus Ampuh Lawan Covid-19, Kamis (3/12).

Dia menambahkan, vaksin yang sudah dilakukan uji klinis fase III adalah berita baik. Hal itu, dikarenakan bisa memberi harapan agar bisa keluar atau paling tidak berada dalam situasi di mana Covid-19 ini tidak jadi masalah bagi kesehatan masyarakat.

Menurutnya, vaksin memang merupakan intervensi kesehatan terbaik di abad ke-20. Sehingga, dari semua intervensi kesehatan, vaksin ini yang terbukti mampu menurunkan angka kematian dan kesakitan.

“Saya kira perlu untuk meyakinkan masyarakat agar menerima vaksin Covid-19, ini tidak mudah sehingga perlu contoh dari tokoh-tokoh masyarakat”, ujarnya.

Namun demikian, dalam situasi menunggu vaksin ini, dia menegaskan agar masyarakat bisa tetap menjalankan protokol kesehatan 3M. Sebab pemberian vaksin tidak bisa terjadi serempak. Melainkan baru bisa secara bertahap.  

“Sehingga munculnya kekebalan kelompok di masyarakat juga bertahap”, terang dr Syahrizal.

Sejauh ini, protokol kesehatan kerap diabaikan oleh masyarakat, terutama dalam menjalankan 3M sebagai satu paket lengkap. Survei UNICEF bersama AC Nielsen pada 6 kota besar di Indonesia beberapa waktu lalu, menunjukkan bahwa perilaku menjaga jarak kerap terabaikan.

Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa perilaku jaga jarak masih di kisaran 47 persen lebih rendah daripada memakai masker, sekitar 71 persen. Dan mencuci tangan yang mencapai 72 persen. Apabila perilaku ini bisa konsisten dilakukan masyarakat, maka diyakini para ahli bisa menekan rantai penularan Covid-19 secara signifikan.

Pernyataan mengenai adanya vaksin merupakan berita baik juga didukung oleh pengusaha travel yang terdampak karena pandemi Covid-19, Theodorus Jodi Marlo. Menurutnya, vaksin memang telah ditunggu sejak lama. Pasalnya, ia mengira jika vaksin bisa menumbuhkan ekonomi kembali seperti sedia kala.  

“Kami khususnya di dunia pariwisata sudah cukup menderita hampir lebih dari 9 bulan lamanya tidak ada pemasukan. Vaksin jadi angin segar bagi kami karena industri pariwisata yang paling pertama terdampak, dan yang paling terakhir sembuh,” katanya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terus memperbarui sejumlah protokol kesehatan terkait pandemi Covid-19. WHO menyatakan masyarakat yang tinggal di daerah dengan kasus Covid-19 belum terkendali harus selalu menggunakan masker di toko, tempat kerja, dan sekolah atau ruang mana pun yang minim ventilasi.

Jika tidak dapat menjaga jarak fisik setidaknya satu meter, orang-orang yang berada di dalam ruangan juga harus menggunakan masker, bahkan jika ventilasi ruangannya baik sekalipun. Rekomendasi ini juga berlaku untuk anak-anak dan siswa berusia di atas 12 tahun.

Mereka juga harus menggunakan masker di luar ruangan jika jaga jarak fisik tidak dapat diterapkan, menurut WHO. Juru bicara WHO, Margaret Harris, mengatakan rekomendasi tersebut salah satu perubahan terbesar dalam pedoman penggunaan masker sekaligus imbauan terkini sejak Juni.

"Jika di dalam ruangan, kecuali ventilasi dianggap memadai, WHO mengimbau agar masyarakat umum harus menggunakan masker non-medis, terlepas apakah jarak fisik setidaknya satu meter dapat diterapkan," kata WHO.

Kemarin, jumlah penambahan kasus harian Covid-19 memecahkan rekor sejak Maret. Kasus baru bertambah 8.369 orang. Angka ini jauh di atas rekor yang pecah sebelumnya pada Ahad (29/11), sebanyak 6.267 orang dalam sehari.

Bila diperhatikan lebih rinci, lonjakan kasus hari ini sejalan dengan kapasitas pemeriksaan spesimen yang ikut naik cukup signifikan. Kemarin dilaporkan ada 62.397 spesimen dari 45.479 orang diperiksa, jauh di atas capaian pemeriksaan sebelum-sebelumnya. Sebagai pembanding, jumlah spesimen yang diperiksa pada Senin (30/11) awal pekan ini 'hanya' 40.055 spesimen dan 29.839 orang diperiksa.

Data penambahan kasus harian per provinsi juga menunjukkan fakta menarik. Provinsi Papua menyumbang kasus baru terbanyak yakni 1.755 orang. Penambahan jumlah tersebut namun merupakan jumlah akumulasi kasus positif di Papua sejak 19 November.

Artinya, kasus positif harian terbanyak adalah Jawa Barat dengan 1.648 kasus baru. Sementara DKI Jakarta yang biasanya berada di posisi teratas, menyumbang 1.153 kasus baru di peringkat ketiga. Jawa Tengah dan Jawa Timur menyusul dengan masing-masing 767 dan 564 kassus baru.

photo
Masker Tiga Lapis WHO - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement