Jumat 23 Oct 2020 14:37 WIB

Pesepeda dalam Intaian Pelaku Begal

Masih ada stigma kalau pesepeda adalah golongan orang kaya.

Pengunjung menaiki sepeda di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Belakangan marak terjadi aksi kejahatan ke pesepeda di jalanan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung menaiki sepeda di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Belakangan marak terjadi aksi kejahatan ke pesepeda di jalanan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nugroho Habibi, Febryan A, Antara

Bersepeda menjadi salah satu gaya hidup yang naik daun selama pandemi. Namun, tren tersebut diikuti dengan pelaku kejahatan yang mengintai dan melakukan penjambretan hingga melukai pesepeda.

Baca Juga

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Deddy Herlambang, mengungkapkan faktor utama maraknya aksi begal terhadap pesepeda. Menurutnya, belum adanya jalur khusus menjadi penyebab aksi tersebut.

"Ini terutama karena faktor belum ada jalur khusus dalam hal ini pagar yang safety mungkin (dengan) beton atau traffic cone," kata Deddy saat dihubungi, Jumat (23/10).

Saat ini, jalur pesepeda hanya ditandai dengan marka berwarna hijau. Sehingga begal masih dengan mudah melancarkan aksinya.

Kemudian, sambung dia, karakter pesepeda yang tak memungkinkan untuk mengejar begal. Pasalnya, kecepatan sepeda tak sebanding dengan begal yang menggunakan motor.

"Jadi kalau, misalnya, kena jambret tidak ada pilihan untuk mengejar. Kan kalo jambret sesama motor kan bisa ngejar," ucapnya.

Terkait dengan penampilan pesepeda, Deddy mengungkapkan, masih ada potensi bahwa pesepeda dianggap sebagai orang mampu secara ekonomi. Apalagi, ketika pesepeda membawa tas branded dan sepeda bermerek.

"Tapi masalah itu bisa disampingkan kalau ibu-ibu naik sepeda ke pasar, anak sekolah. Kan mereka juga belum tentu mampu semua," jelasnya.

Meskipun demikian, selain tetap mengutamakan keamanan, Deddy meminta pesepeda tetap memperhatikan aspek penampilan untuk tak berlebihan. Sehingga, tak mengundang aksi pembegalan.

"Tak perlu mencolok dengan barang mahal. Kalau memakai helm juga jangan mahal-mahal. Kan kelihatan. Nah ini, mengundang juga, wah mahal ini, sepedanya juga demikian," ucapnya.

Selama belum ada jalur khusus pesepeda, Deddy menyarankan, agar mereka bersepeda di trotoar. Hal itu sesuai aturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Terkait dengan Sepeda dan Pejalan Kaki.

"Kalau misalnya di trotoar kan aman. Secara fisik memang jauh dari jalan. Tapi risikonya tidak bisa cepat saja," ucapnya.

Aksi penjambretan peseda diakui penggemar aktivitas bersepeda mengkhawatirkan. “Memang kan akhir-akhir ini sering banget dengar ada begal pesepeda, ada jambret yang nyasarnya pesepeda doang. Karena gue kan baru juga mulai sepedaan kayaknya gue akan mengurangi dulu deh intensitas bersepedanya atau bahkan berhenti dulu,” ujar Mutia salah seorang warga Jakarta memulai hobi bersepeda pada Juni 2020.

Tak hanya meresahkan bagi pesepeda pemula, para penjambret itu bahkan membuat rasa trauma bagi pesepeda yang menjadi korban perampasan barang berharganya. Ada keengganan untuk kembali menggowes pedal sepeda.

“Jujur trauma, lagi menepi di pinggir jalan tiba-tiba handphone-ku raib gitu aja. Ya sekarang jadinya pilih olahraga lari. Sepedaan juga mikir-mikir, paling di lokasi-lokasi dekat rumah saja jadi nggak perlu bawa barang berharga,” ujar Acen, salah seorang pesepeda yang pernah menjadi korban penjambretan di kawasan FX Sudirman.

Komunitas Brompton Owners Kelapa Gading dan sekitarnya (Bogas) meminta petugas untuk kembali meningkatkan patroli dan pengamanan. Ketua Bogas Chriswanto menjelaskan kepolisian biasanya berpatroli di kawasan pesepeda. Sejak bergulirnya pengesahan Omnibus Law, perhatian polisi teralihkan untuk mengamankan masa demontrasi tolak UU Cipta Kerja.

"Harapan penempatan petugas kepolisian, keamanan Satpol-PP lebih sering patroli, aparat lebih banyak," kata Chriswanto saat dihubungi, Jumat (23/10).

Chriswanto menyebut, anggota komunitasnya seringkali menjadi korban begal. Namun, aksi itu baru ramai menjadi pemberitaan beberapa pekan terkahir ini.

"Tapi sekarang semakin nekat. Yang dulu di jalan-jalan kecil, kalau sekarang di (Jalan) Sudirman, MH Thamrin, trus kawan saya di sebrang Balai Kota DKI, Selasa (20/11) dijambret juga," jelasnya.

Ia menerangkan, aksi penjambretan seringkali mengincar ponsel pesepeda yang diletakkan di stang sepeda dan poket belakang. Berbahaya, urai Chriswanto, jika jambret merebut tas selempang milik pesepeda. Pasalnya, jika tas tersebut dijambret, maka pesepeda berpotensi besar terjatuh.

Chriswanto menyarankan, pesepeda untuk meletakkan ponsel atau dompet pada front block sepeda Brompton. "Di depan, kalo Brompton ada di depan roda depan. Itu paling aman. Tak bisa diambil," jelasnya.

Ia mengimbau, pesepeda juga tetap menggunakan helem demi keselamatan. Kemudian, pesepeda juga tak berpisah dengan rombongan. Menurutnya, penjambretan tak akan berani melancarkan aksinya pada rombongan.

"Kami juga menyiapkan perlindungan dari komunitas sendiri. Karena tak semua jalan ada aparat. Jadi kita harus pereventif sendiri. Ada karyawan yang kita minta mengawal pakai motor," jelasnya.

Dalam catatan Republika, beberapa kasus begal sepeda terjadi di wilayah Jakarta Selatan. Pertama pada Juni 2020. Waktu itu, seorang pesepeda yang pulang ke rumahnya pada pukul 02.00 WIB dibegal oleh pengendara sepeda motor di Jalan Panglima Polim.

Kejadian percobaan begal sepeda juga dialami salah seorang artis di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan beberapa hari yang lalu. Kedua kasus itu juga tengah ditangani Polres Metro Jakarta Selatan untuk pengungkapan.

Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budi Sartono mengingatkan pesepeda di Ibu Kota untuk bersepeda tidak sendiri tetapi berkawan, minimal berdua untuk mencegah aksi penjambretan atau begal sepeda.

"Para pengendara sepeda tetap memperhatikan waktu dan tempat pada saat berolahraga, jika memang sepi sekali, kalau bisa bersama-sama jangan sendirian," kata Budi, di Mako Polres Metro Jakarta Selatan, Kamis (22/10).

Untuk mengatasi marak begal sepeda, Polres Metro Jakarta Selatan membentuk Tim Satgas Anti Begal. "Kita telah membentuk Tim Satgas Anti Begal khususnya jambret, baik jambret handphone maupun jambret yang sekarang lagi viral yaitu jambret sepeda," kata Budi.

Budi menyebutkan satgas yang merupakan gabungan Polres Metro Jakarta Selatan dan jajaran Polsek tersebut terbentuk dalam dua tim. Pertama adalah tim pencegahan (patroli dan pengamanan) serta tim penindakan. "Tim pencegahan itu, yaitu menempatkan anggota di tempat-tempat yang rawan terjadi begal sepeda ataupun jambret handphone yang digunakan pengendara sepeda," kata Budi.

Satgas ini nantinya ditempatkan di tempat-tempat dan jam-jam yang dilalui para pesepeda saat berolahraga. Penempatan satgas pada hari-hari yang telah ditentukan oleh Polres Metro Jakarta Selatan. "Tim pencegahan dan penindakan atau tim pencari pelaku, melakukan penyelidikan sampai menangkap para pelakunya," ujar Budi.

Waka Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Agustinus Agus Rahmanto menambahkan, pembentukan satgas ini adalah respons Kepolisian terkait maraknya tindak pidana jambret atau begal yang dialami oleh pesepeda. Menurut dia, ada satu-dua kejadian begal terhadap pesepeda beberapa minggu terakhir ini, terutama setiap masyarakat berolahraga pagi di sekitar wilayah Jakarta Selatan "Ada yang percobaan, ada yang sudah terjadi, ada yang jatuh karena melawan," ujarnya.

Beberapa kejadian tersebut hanya beredar di media sosial dengan video viral. Ada yang melapor dan ada pula yang tidak melapor. "Walaupun ada sebagian kejadian itu melapor dan tidak melapor, namun bagaimanapun juga itu menimbulkan keresahan. Keresahan ini yang perlu kita jawab dengan kesiapan kami membentuk Satgas khusus gabungan," ujar Agus.

Beberapa waktu lalu, Polres Metro Jakarta Pusat menangkap jambret yang kerap mengincar pesepeda di wilayahnya. Setelah lebih dari 10 kali beraksi, salah satu pelaku akhirnya tertangkap dalam aksi gagalnya.

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Heru Novianto, mengatakan pelaku kerap melancarkan aksinya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, lantaran selalu ramai pesepeda. Targetnya, pesepeda yang sedang lengah.

"Dia (pelaku) sudah mengakui melancarkan aksinya sampai lebih dari sepuluh kali, sasarannya pesepeda yang lagi main handphone dan lagi lengah," kata Heru.

Pelaku ditangkap saat melancarkan aksi terakhirnya di Jalan Hos Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu pukul 07.30 WIB. Ketika itu, seorang wanita berinisial MEG (33 tahun) bersama rekannya prianya berinisial RS sedang melintas dengan sepeda di jalan tersebut untuk menuju Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan.

Merasa lelah, dua pesepeda itu pun berhenti di Jalan Hos Cokroaminoto. Mereka minum sebentar. Lalu MEG mengeluarkan Iphone 11 Pro miliknya untuk mengecek pesan masuk. MEG menggenggam ponsel pintar seharga Rp 22 juta itu menggunakan tangan kanan.

Mereka tak sadar sudah jadi target sasaran. "Saat sedang memegang handphone, pelaku berjumlah dua orang menggunakan satu unit sepeda motor Satria FU hitam mendekati korban," kata Kanit Reskrim Polsek Metro Menteng, Komisaris Polisi Gozali Luhulima. Dua pria itu adalah Boby Ganesha (22) dibonceng dan A yang mengendarai sepeda motor.

Setelah jaraknya dekat dengan MEG, Boby langsung merampas ponsel MEG. MEG melawan dengan menarik kembali ponselnya. Aksi saling tarik menarik pun terjadi.

Boby ternyata yang berhasil. Namun, saat sudah siap untuk kabur, ia dicegat oleh rekan RS. Tarik-menarik kembali terjadi. "Selanjutnya korban berhasil menguasai kembali handphone miliknya dan pelaku berusaha melarikan diri," kata Gozali.

Tak sampai di situ, RS juga menjatuhkan Boby dari sepeda motornya. Namun sayangnya, pelaku A berhasil kabur dengan sepeda motornya.

Boby sempat diamuk massa hingga akhirnya aparat kepolisian mendatangi lokasi kejadian dan menangkapnya. Polisi kini masih memburu pelaku A. Akibat perbuatannya, Boby dapat dijerat Pasal 365 KUHP tentang pencurian serta kekerasan, dengan hukuman pidana di atas lima tahun penjara.

photo
Infografis Bersepeda Nyaman Bagi Pemula - (republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement