Kamis 28 May 2020 16:00 WIB

Napas Lega Orang Tua Murid di DKI Jakarta

DKI Jakarta belum akan membuka kembali kegiatan belajar di sekolah pada 13 Juli.

Selama hampir tiga bulan belajar di rumah akibat pandemi Covid-19, sejumlah sekolah di Tanah Air termasuk DKI Jakarta sedang menyiapkan SOP tahun ajaran baru.
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Selama hampir tiga bulan belajar di rumah akibat pandemi Covid-19, sejumlah sekolah di Tanah Air termasuk DKI Jakarta sedang menyiapkan SOP tahun ajaran baru.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Arif Satrio Nugroho, Inas Widyanuratikah

Orang tua murid di daerah yang masih cukup tinggi paparan Covid-19 mungkin sedang penuh kecemasan. Pertanyaan muncul apakah sekolah akan segera kembali dibuka, atau apakah anak masih akan lanjut belajar dari rumah.

Baca Juga

Jawaban melegakan datang dari Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan (Disdik). Pemprov menegaskan pembukaan sekolah dilaksanakan apabila situasi dan kondisi terkait Covid-19 sudah dinyatakan aman dengan tetap mengikuti protokoler kesehatan.

Kabar Pemprov DKI Jakarta akan membuka kembali kegiatan sekolah pada 13 Juli 2020 adalah tidak benar.

Seperti diketahui sebelumnya, Disdik Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 467 Tahun 2020 tentang Kalender Pendidikan Tahun Pelajaran 2020/2021. Dalam surat tersebut, secara tegas dinyatakan bahwa yang diatur adalah Hari Pertama Sekolah yaitu pada 13 Juli 2020.

Tanggal tersebut menandai dimulainya tahun ajaran baru, bukan menandai kembalinya siswa untuk belajar di sekolah, setelah sejak 16 Maret 2020 siswa belajar dari rumah. Namun Nahdiana menegaskan perlu dipahami oleh publik secara umum dan para orang tua siswa pada khususnya bahwa kegiatan sekolah itu bukan hanya yang dilakukan dalam bentuk tatap muka di area bangunan sekolah.

"Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) juga masuk dalam kriteria kegiatan sekolah," ungkap Nahdiana, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, pada Kamis (28/5).

Kalender Pendidikan berfungsi sebagai kerangka acuan kerja bagi seluruh unit di bawah Disdik Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kalender Pendidikan tersebut menjadi acuan bersama serta aturan yang selalu dikeluarkan agar setiap unit di bawah Disdik Provinsi DKI Jakarta dapat melakukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan kegiatan belajar mengajar.

Sebelumnya, Disdik Provinsi DKI Jakarta juga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 43/SE/2020 tentang Perpanjangan Pembelajaran Jarak Jauh pada Masa PSBB, pada tanggal 23 April, 5 hari sebelum dikeluarkannya SK Nomor 467 Tahun 2020 tentang Kalender Pendidikan Tahun Pelajaran 2020/2021.

Dalam Surat Edaran tersebut, digarisbawahi bahwa kegiatan tatap muka yang dilakukan di area sekolah akan menyesuaikan dengan pelaksanaan Pembatasan Sosial berskala besar (PSBB) di Provinsi DKI Jakarta yang akan diputuskan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Saat ini, Pemprov DKI Jakarta tengah menyusun pedoman pelaksanaan kenormalan baru, baik itu untuk kegiatan belajar mengajar, ekonomi, hingga sosial. Seluruhnya akan tetap mengacu pada protokoler kesehatan agar kasus Covid-19 tidak kembali meningkat di Jakarta.

Kembali ke sekolah di tengah new normal Covid-19 masih belum diputuskan secara resmi oleh pemerintah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun diminta untuk segera berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Koordinasi ini mutlak diperlukan terkait wacana kembali masuk sekolah siswa seiring penerapan normal baru di masyarakat.

Anggota Komisi X (Pendidikan) DPR RI Andreas Hugo Pareira mengatakan, rekomendasi Gugus Tugas diperlukan dalam mengeluarkan kebijakan kembali dimulainya kegiatan belajat mengajar. "Seharusnya begitu. Karena kalau masing-masing bicara, kita akan mengalami anarki informasi, masyarakat bingung," ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (28/5).

Andreas menilai, daerah-daerah yang telah menetapkan keputusan kembali bersekolah pada Juli 2020 mendatang mestinya telah berkoordinasi dengan Kemendikbud. Kemendikbud juga seharusnya telah berkoordinasi dengan Gugus Tugas.

"Tetap harus diatur protokolnya. Karena wabah ini sudah menasional, bahkan mendunia, juga sistem pendidikan kita kan nasional. Kalau semua mau jalan sesuai selera dan feeling nya, lantas untuk apa ada Gugus Tugas, untuk apa Kemdikbud," ujar dia.

Politikus PDI Perjuangan ini mengungkapkan, dalam rapat kerja terakhir antara Komisi Pendidikan DPR RI dan Kemendikbud sebelum masa reses, dia mengusulkan dua skenario. Skenario pertama adalah tahun ajaran baru secara tatap pada bulan Juli 2009 apabila Juni ini situasi pandemi ini sudah mereda dan biaa diatasi.

Sedangkan skenario kedua adalah memulai ajaran baru pada Januari 2021. Skenario ini diterapkan apabila situasi pandemi Covid-19 belum mereda, dan diharapkan September-Oktober sudah bisa diatasi.

"Jawaban Mendikbud, sedang didiskusikan demgan para ahli di gugus tugas nasional. Karena memang soal tanhun ajaran massa sekarang ini bukan hanya masalah pendidikan tapi juga bahkan sangat penting memperhitungkan aspek keamanan kesehatan anak-anak siswa kita," kata Andreas.

Anggota Komisi X DPR RI lainnya meminta jaminan atas keselamatan siswa menjadi perhatian saat mengeluarkan kebijakan kembali ke sekolah. "Harus pastikan jaminan perlindungan untuk siswa," kata Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Ledia Hanifa.

Ledia menilai, sebelum siswa masuk sekolah, ada sejumlah indikator yang harus dipastikan. Salah satu yang harus diperhatikan, kata dia, adalah soal pola penyebaran virus Corona di wilayah sekolah maupun tempat tinggal siswa.

"Pola penyebaran corona di wilayah tersebut dan di wilayah tempat tinggal siswa harus telah menurun drastis. Sebab jika di sekitar sekolah dinyatakan aman tetapi siswa tinggal di daerah lain yang daerahnya belum aman tentu tetap ada risiko penularan," papar Ledia.

Selain itu, Ledia menyoroti perlunya protokol kesehatan. Sebelum kembali ke sekolah perlu ada simulasi yang bertujuan untuk mengantisipasi mobilisasi siswa, guru, maupun pengantar.

"Saya lebih cenderung untuk jangan gegabah membuka sekolah tanpa kajian dan simulasi yang serius. Jangan sampai mengorbankan siswa dan membuat cluster penularan baru," kata Ledia menegaskan.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Tanjung menyoroti komunikasi, koordinasi, dan pendataan terkait penyebaran Covid-19 antara pemerintah pusat dan daerah yang harus diperbaiki. Sejauh ini dia melihat koordinasi dan komunikasi masih buruk antara pusat dan daerah, seperti terlihat dalam pendataan Bansos.

"Ini penting dilakukan, sebab pemerintah daerah adalah yang paling memahami daerah tersebut. Maka kami mendukung pernyataan Nadiem Makarim yang menunggu keputusan dari Gugus Tugas Covid-19 terkait mana wilayah yang benar-benar zona hijau dan yang tidak," ujarnya.

Keputusan terkait pendidikan itu, kata dia, tetap harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Tak kalah penting juga yaitu informasi mengenai: siapa yang berwenang menetapkan sekolah dibuka atau tidak.

Jika data, sarana dan protokol dinyatakan siap, FSGI meminta dinas pendidikan dan sekolah harus menyiapkan berbagai sarana kesehatan pendukung. Sekolah diminta menyiapkan penyanitasi tangan di tiap ruangan; sabun cuci tangan; perbanyak keran cuci tangan; semua warga sekolah wajib mengenakan masker.

"Kemdikbud harus segera membuat Pedoman Pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang dikombinasikan dengan Protokol Kesehatan," ujar dia.

FSGI sebenarnya lebih menyarankan agar pemerintah memperpanjang metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Satriwan Salim menilai, pemerintah tidak perlu menggeser tahun ajaran baru 2020/2021.

Artinya, tahun ajaran baru tetap dimulai pertengahan Juli seperti tahun-tahun sebelumnya. "Hanya pembelajaran masih dengan metode PJJ," kata Satriwan.

FSGI berpandangan, keselamatan dan kesehatan siswa dan guru adalah hal prioritas. Jangan sampai, sekolah dan madrasah menjadi kluster terbaru penyebaran Covid-19.

Di sejumlah negara juga terjadi perkembangan ancaman penyebaran Covid-19 gelombang kedua. "Ini sangat menakutkan bagi siswa, orang tua, dan guru," kata Satriwan.

Perpanjangan PJJ bisa dilakukan selama satu semester hingga akhir Desember atau setiaknya hingga pertengahan semester ganjil. Hal ini bertujuan agar sekolah benar-benar bersih dan terjaga dari sebaran Covid-10.

Tentunya, lanjut Satriwan, pilihan perpanjangan PJJ ini dengan perbaikan-perbaikan. Misalnya jaminan keadilan oleh pemerintah terhadap akses internet dan gawai yang tidak dimiliki semua siswa. Perbaikan terkait kompetensi guru juga harus dipikirkan.

"Maka, Kemendikbud dan Kemenag wajib membuat evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ yang sudah dilaksanakan selama tiga bulan ini," kata Satriwan.

Terkait dengan usulan dari berbagai pihak soal memundurkan tahun ajaran baru, menurut FSGI justru berisiko bagi sistem pendidikan nasional. Beberapa hal yang mungkin terpengaruh adalah eksistensi sekolah swasta, pendapatan guru swasta, psikologis siswa, dan sinkronisasi dengan perguruan tinggi.

Selain itu, akan ada risiko ekonomi yang besar jika tahun ajaran baru diundur. Sekolah swasta akan menjadi salah satu yang terdampak paling besar.

Sebab, selama tiga bulan PJJ, para orang tua sudah tidak mampu memabayar SPP.

"Orang tua menilai pengeluaran sekolah tak besar selama PJJ. Maka, mereka membayar SPP separuh, dan ini berimplikasi kepada gaji guru swasta," kata Satriwan menambahkan.

photo
6 Rekomendasi Hidup Beradaptasi dengan Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement