Jumat 07 Oct 2022 15:20 WIB

Hamdan Zoelva: Ada Salah Persepsi Pemberhentian Aswanto

Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva sebut ada salah persepsi dalam pemberhentian Aswanto.

Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015 Hamdan Zoelva sebut ada salah persepsi dalam pemberhentian Aswanto.
Foto: Surya Dinata/RepublikaTV
Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015 Hamdan Zoelva sebut ada salah persepsi dalam pemberhentian Aswanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Hamdan Zoelva mengatakan bahwa terdapat salah persepsi yang fatal terkait pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto oleh DPR.

"Dalam kasus pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto oleh DPR, ada salah persepsi yang fatal," kata Hamdan Zoelva dalam acara bertajuk, "Qua Vadis Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman" yang disiarkan di kanal YouTube Salam Radio Channel, dipantau dari Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Hamdan mengatakan, terdapat anggapan bahwa hakim yang sumbernya berasal dari DPR itu berada di bawah kontrol dan kendali DPR. Anggapan tersebut, tutur Hamdan, tidaklah tepat.

"Hakim konstitusi itu bukan diutus sehingga dia membawa mandat DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung. Ini hanya pintu gerbang dalam proses seleksi saja," ucap Hamdan.

Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2013-2015 ini menegaskan bahwa para hakim konstitusi merupakan sosok yang independen setelah dilantik oleh presiden tanpa peduli dia berasal dari mana, baik dari DPR, Presiden, maupun Mahkamah Agung.

"Ini sebenarnya filosofi-nya. Jadi, sekali lagi, itu logika recalling atau perwakilan institusi dari hakim konstitusi, itu adalah logika yang bertentangan dengan UUD, kekuasaan kehakiman yang merdeka," ucapnya.

Adapun tujuan dari proses seleksi yang berasal dari DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung, adalah untuk merefleksikan perimbangan dari tiga kekuasaan utama negara, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif.

"Untuk memberikan keragaman berpikir, keragaman latar belakang dari hakim konstitusi. Itulah sebenarnya harapannya," kata Hamdan.

Ketika seorang hakim konstitusi tidak lagi independen dan imparsial, terlebih ketika mewakili kepentingan dari DPR, Presiden, maupun Mahkamah Agung, maka pihak yang paling dirugikan adalah rakyat.

"Yang paling dirugikan adalah rakyat, jadi tidak bisa memperoleh keadilan," kata Hamdan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement