Rabu 22 Jun 2022 17:01 WIB

RKUHP Belum Diserahkan ke DPR, Wamenkumham: Banyak Typo

Pemerintah berkaca UU Cipta Kerja yang disorot publik karena typo.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (kiri).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, pemerintah memang belum menyerahkan draf terbaru dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Alasannya, masih banyaknya salah ketik atau typo dalam drafnya.

"Itu masih banyak typo, kita baca. Jadi misalnya gini, kan ada pasal yang dihapus, bayangkan kalau pasal dihapus harus dia berubah semua," ujar pria yang akrab disapa Eddy itu di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (22/6/2022).

Baca Juga

Ia mengatakan, pemerintah tak ingin terburu-buru untuk menyerahkan draf RKUHP kepada DPR. Pemerintah berkaca pada pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Cipta Kerja yang disorot publik karena adanya typo setelah pengesahannya.

"Jadi ada perubahan substansi, ada soal typo, ada soal rujukan, dan ada soal sinkronisasi antara batang tubuh dan penjelasan. Memang belum ke DPR, masih kita bersihkan," ujar Eddy.

Pemerintah, jelas Eddy, juga masih melakukan sosialisasi terhadap 14 pasal dalam RKUHP yang menimbulkan polemik di publik. Termasuk pada Kamis (23/6), di mana Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akan mengundang pemimpin redaksi media untuk mensosialisasikan drafnya.

"Jadi kan kita akan sampaikan ke publik, ini loh yang kita lakukan revisi segala macam berdasarkan masukan dari masyarakat," ujar Eddy.

Koalisi Advokasi untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan menyoroti penerapan pasal ujaran kebencian dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Koalisi menyarankan pemerintah dan DPR memperketat lagi pasal ujaran kebencian agar tidak bersifat multitafsir.

Perwakilan koalisi, Asfinawati, menyebutkan, unsur pembuat undang-undang masih gamang soal definisi ujaran kebencian. Ia mencontohkan kejahatan pencurian punya definisi jelas dalam RKUHP sehingga penafsirannya tak melebar.

"Asas legalitas harus ketat unsur-unsurnya. Kalau pasal KUHP tersebut tidak ada penjelasan penodaan agama, kalau pencurian disebutkan mengambil barang milik orang lain tanpa izin. Keketatan hal itu tidak ada dalam penodaan agama," kata Asfin dalam webinar mengenai RKUHP pada Kamis (16/6/2022). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement