Jumat 20 May 2022 18:50 WIB

KPK Tahan Mantan Dirjen Hortikultura Kementan

KPK menahan Dirjen Holtikultura Kementan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bilal Ramadhan
Tersangka mantan Dirjen Holtikultura pada Kementerian Pertanian tahun 2012 Hasanuddin Ibrahim berjalan meninggalkan gedung KPK untuk dilakukan penahanan usai konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (20/5/2022). KPK resmi menahan tersangka Hasanuddin Ibrahim atas perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pupuk hayati untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada Kementerian Pertanian tahun anggaran 2013 dengan total jumlah kerugian keuangan negara sekitar Rp 12,9 miliar dari nilai proyek sebesar Rp 18,6 miliar. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka mantan Dirjen Holtikultura pada Kementerian Pertanian tahun 2012 Hasanuddin Ibrahim berjalan meninggalkan gedung KPK untuk dilakukan penahanan usai konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (20/5/2022). KPK resmi menahan tersangka Hasanuddin Ibrahim atas perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pupuk hayati untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada Kementerian Pertanian tahun anggaran 2013 dengan total jumlah kerugian keuangan negara sekitar Rp 12,9 miliar dari nilai proyek sebesar Rp 18,6 miliar. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Jendral (Dirjen Holtikultura pada Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2012, Hasanuddin Ibrahim (HI). Dia ditahan terkait dugaan korupsi pengadaan pupuk hayati untuk pengendalian organisme penggangu tumbuhan (OPT) di Kementan tahun anggaran 2013.

"Untuk kepentingan penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan oleh penyidik untuk 20 hari pertama terhadap tersangka HI," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi, Karyoto di Jakarta, Jumat (20/5).

Tersangka Ibrahim ditahan hingga 8 Juni 2022 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. Korupsi yang diperbuat Ibrahim dilakukan bersama dengan PPK pada Dirjen Holtikultura kementan periode 2012, Eko Mardiyanto dan Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana, Sutrisno (SR).

Ketiganya kemudian ditetapkan sebagai tersangka namun, KPK baru menahan Hasanuddin Ibrahim saat ini. Sedangkan perkara yang menjerat Sutrisno dan Eko Mardiyanto telah berkekuatan hukum tetap.

 

Perkara bermula saat Eko Mardiyanto mengadakan rapat pembahasan bersama tersangka Hasanuddin Ibrahim selaku Dirjen Holtikultura sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada 2012 lalu. Rapat terkait anggaran dan pelaksanaan proyek lelang pengadaan fasilitasi sarana budidaya mendukung pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) TA 2013.

Tersangka Hasanuddin diduga memerintahkan untuk mengarahkan dan mengkondisikan penggunaan pupuk merk Rhizagold dalam rapat tersebut. Hasanuddin juga mengarahkan agar PT Hidayah Nur Wahana dimenangkan sebagai distributor pupuk dimaksud.

Hasanuddin diyakini aktif memantau proses pelaksanaan lelang dengan memerintahkan Eko Mardiyanto untuk tidak menandatangani kontrak sampai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN-P TA 2012 turun.

Dia juga diduga memerintahkan beberapa staf di Dirjen Holtikultura untuk mengubah nilai anggaran pengadaan dari semula 50 ton dengan nilai Rp 3,5 miliar menjadi 255 ton dengan nilai Rp 18,6 miliar

Karyoto mengatakan, perubahan nilai dilakukan tanpa didukung data kebutuhan riil dari lapangan berupa permintaan dari daerah. Terdangka Hasanuddin juga turut melibatkan adiknya Ahmad Nasser Ibrahim alias Nasser yang merulakan karyawan paruh waktu PT Hidayah Nur Wahana untuk aktif menyiapkan kelengkapan dokumen sebagai formalitas kelengkapan lelang.

Setelah pagu anggaran pengadaan disetujui Rp 18,6 miliar maka proses lelang yang sebelumnya sudah dikondisikan sejak awal oleh tersangka Hasanudin kemudian memenangkan PT Hidayah Nur Wahanan.

Atas perintah Hasanuddin, Eko Mardiyanto selaku menandatangani berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk syarat pembayaran lunas ke perusahaan tersebut padahal faktanya progres pekerjaan belum mencapai 100 persen.

"Atas perbuatan tersangka, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 12,9 miliar dari nilai proyek Rp 18,6 miliar," ungkap Karyoto.

Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement