Rabu 22 Sep 2021 03:40 WIB

Pegawai KPK Tetap Yakin Hasil TWK Bukan Rahasia Negara

Pegawai KPK yang dipecat dengan alasan tidak lolos dalam TWK terus melawan.

Pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bersama Solidaritas Masyarakat Sipil menggelar aksi sekaligus mendirikan Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi di depan Gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (21/9).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bersama Solidaritas Masyarakat Sipil menggelar aksi sekaligus mendirikan Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi di depan Gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (21/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai KPK yang dipecat dengan alasan tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) terus melawan. Sebanyak 11 orang pegawai KPK tetap yakin hasil TWK bukan merupakan dokumen rahasia negara.

"11 orang pegawai KPK yang menjadi pemohon dalam sidang sengketa informasi publik ini, membantah alasan KPK berkukuh bahwa hasil TWK adalah rahasia negara," kata perwakilan Tim 57 Hotman Tambunan di Jakarta, Selasa (21/9).

Hal tersebut disampaikan dalam sidang sengketa hasil TWK KPK oleh Komisi Informasi Pusat pada Selasa (21/9). Pihak terlapor yaitu KPK mengacu kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai penguasa dokumen yang diminta 11 Pegawai KPK dalam sidang sengketa informasi publik menyebut hasil TWK adalah rahasia negara.

Informasi yang diminta dalam sengketa informasi tersebut antara lain landasan hukum penentu unsur-unsur yang diukur dalam asesmen, landasan hukum penentuan kriteria Memenuhi Syarat (MS) dan TMS (Tidak Memenuhi Syarat), nama sertifikat asesor, kertas kerja asesor, berita acara penentuan lulus dan tidak lulus, dan hasil asesmen TWK.

"Para pegawai KPK menyatakan dokumen yang dimintakan tersebut seharusnya dapat diakses secara terbatas oleh masing-masing pemohon terutama hal-hal yang berkaitan dengan landasan hukum yang sudah seharusnya disosialisasikan kepada seluruh peserta tes," tambah Hotman.

Baca juga : Denmark Berencana Tingkatkan Investasi di Jawa Tengah

Perbedaan pendapat tersebut membuat sidang terpaksa di skors dan majelis komisi memutuskan untuk mengadakan sidang tertutup. Dalam sidang tertutup tersebut, pihak termohon diharuskan memperlihatkan berkas-berkas uji konsekuensi terhadap enam poin informasi yang dimintakan.

Uji konsekuensi tersebut berdasarkan pasal 17 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. "11 pegawai berharap bahwa pada sidang selanjutnya, Majelis Komisi dapat memutuskan permohonan yang diajukan bukanlah informasi yang dikecualikan," ungkap Hotman.

Tujuannya adalah agar dapat diakses secara terbatas oleh masing-masing peserta asesmen TWK yang mengajukan, artinya bukan hanya 11 orang pemohon sengketa, tapi juga 1.340 peserta lainnya. Dalam sidang sengketa informasi tersebut juga terjadi perdebatan tentang posisi hukum para kuasa hukum 11 pegawai KPK.

"Para pegawai didampingi oleh tiga kuasa hukum yang juga merupakan bagian dari 57 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat yaitu Rasamala Aritonang, Juliandi Tigor Simanjuntak dan Samuel Fajar HTSiahaan," tambah Hotman.

Namun KPK menyatakan keberatan atas posisi hukum para kuasa hukum yang masih berstatus pegawai KPK. Majelis Komisi sengketa informasi juga berpendapat bahwa siapapun berhak menjadi kuasa hukum dalam sengketa tersebut, alasannya adalah demi kemudahan setiap warga negara memperjuangkan keterbukaan informasi publik.

"Para pegawai KPK yang menjadi penggugat keterbukaan informasi ini, mengapresiasi sikap Majelis Komisi yang menjunjung tinggi kesetaraan hak setiap warga negara dalam hukum terutama dalam mengakses informasi publik," kata Hotman.

Dalam sidang kedua tersebut, masih membahas pemeriksaan awal atas legal standing termohon dan pemohon serta batas waktu dan prosedur permohonan informasi publik.

Baca juga : Muncul Klaster PTM, Ganjar: Yang tak Lapor, Bubarkan!

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement