Kamis 13 Aug 2020 00:48 WIB

Setalah Villa, KPK Sita Kebun Sawit Milik Nurhadi di Sumut

Aset lahan sawit itu tersebar di sejumlah kecamatan dan Desa di Padang Lawas, Sumut.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita lahan sawit terkait dengan tersangka Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Lahan sawit tersebut diduga kuat terkait dengan perkara suap dan gratfikasi di Mahkamah Agung (MA).

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri belum merinci berapa luas lahan sawit yang terkait dengan Nurhadi tersebut lantaran giat masih dilakukan. Ali menututkan, aset lahan sawit itu tersebar di sejumlah kecamatan dan Desa di Padang Lawas, Sumatera Utara.

"Penyitaan barang bukti berupa dokumen-dokumen dan lahan kelapa sawit yang tersebar di beberapa kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Padang Lawas yang di duga terkait dengan tersangka NHD," kata Ali, Rabu (12/8).

Penyitaan ini dilakukan dengan koordinasi antara Tim Penyidik KPK dan Kristanti Yuni Purnawanti selaku Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas, Sumatera Utara. Selain melakukan penyitaan tim penyidik juga berkoordinasi dalam melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.

"Koordinasi ini dilakukan dalam bentuk peminjaman ruang kerja sebagai tempat pemeriksaan saksi-saksi dalam rangka penyitaan dan juga bantuan pengamanan dari personil Kejaksaan Negeri Padang Lawas Sumatera Utara," kata Ali.

Dalam perkara ini, penyidik KPK juga pernah mengonfirmasi keterangan dari tiga saksi terkait kebun kelapa sawit milik Nurhadi, pada akhir Juli 2020 lalu. Berdasarkan data yang dihimpun ICW dan Lokataru selama ini, Nurhadi diduga memiliki kekayaan yang tidak wajar atau tidak berbanding lurus dengan penghasilan resminya. Patut diduga harta kekayaan tersebut diperoleh dari hasil tindak kejahatan korupsi.

Beberapa aset yang diduga milik Nurhadi, di antaranya: tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah; empat lahan usaha kelapa sawit; delapan badan hukum, baik dalam bentuk PT maupun UD; dua belas mobil mewah; dua belas jam tangan mewah.  Berdasarkan data tersebut, kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhani, KPK semestinya tidak hanya berhenti pada dugaan tindak pidana suap dan gratifikasi saja. Namun, harus juga membuka kemungkinan untuk menjerat yang bersangkutan dengan pidana pencucian uang. 

"Tak hanya itu, KPK diharapkan juga dapat menyelidiki potensi pihak terdekat Nurhadi yang menerima manfaat atas kejahatan yang dilakukannya," tegas Kurnia.  

Hingga kini, KPK masih menelusuri aset-aset milik Nurhadi, yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Jumat (7/8) yang lalu, KPK menyita tanah dan bangunan villa di kawasan Puncak, Bogor. Selain itu, KPK menyita belasan motor gede dan mobil mewah yang tersimpan di gudang villa tersebut.

Dalam perkara ini KPK menyangka Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar. Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.

Nurhadi dan menantunya sempat buron lebih dari empat bulan. Pada Senin (1/6) lalu lembaga antirasuah telah menangkap Nurhadi dan Rezky. Saat ini keduanya sudah mendekam di Rutan KPK Kavling C-1. 

Lembaga Antirasuah menjadikan Nurhadi buron setelah tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Nurhadi bahkan telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement