Sabtu 04 Jul 2020 01:28 WIB

OTT Bupati Kutai Timur Hasil Penyadapan Sejak Februari

OTT Bupati Kutai Timur hasil penyadapan pascaberlakunya UU KPK baru.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango (kanan), Deputi Penindakan KPK Karyoto (kiri), Juru Bicara KPK Ali Fikri (kanan) saat konferensi pers terkait kegiatan tangkap tangan kasus korupsi terhadap Bupati Kutai TImur di Gedung KPK, Jumat (3/7). KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kegiatan tangkap tangan atas kasus korupsi dalam bentuk penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Kabupaten Kutai Timur diantaranya  Bupati Kutai Timur dan istrinya sekaligus Ketua DPRD Kutai Timur serta, Kepala Bapenda dengan inisial (MUS), Kepala BPKAD (SUR), Kepala DInas PU (ASW), JA dan AM selaku rekanan dengan barang bukti uang tunai senilai Rp170 juta, Saldo tabungan Rp4,8 Miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 M.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango (kanan), Deputi Penindakan KPK Karyoto (kiri), Juru Bicara KPK Ali Fikri (kanan) saat konferensi pers terkait kegiatan tangkap tangan kasus korupsi terhadap Bupati Kutai TImur di Gedung KPK, Jumat (3/7). KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kegiatan tangkap tangan atas kasus korupsi dalam bentuk penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Kabupaten Kutai Timur diantaranya Bupati Kutai Timur dan istrinya sekaligus Ketua DPRD Kutai Timur serta, Kepala Bapenda dengan inisial (MUS), Kepala BPKAD (SUR), Kepala DInas PU (ASW), JA dan AM selaku rekanan dengan barang bukti uang tunai senilai Rp170 juta, Saldo tabungan Rp4,8 Miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 M.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kutai Timur, Ismunandar, merupakan hasil penyadapan pertama yang dilakukan KPK, pascapemberlakuan Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Penyadap tersebut sudah dilakukan KPK sejak Februari lalu.

"Kasus ini malah dalam catatan kami ini adalah penyadapan pertama yang kami lakukan pasca revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," ujarnya dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/7).

Baca Juga

Dalam UU KPK yang mulai berlaku pada Oktober 2019 itu diatur mengenai mekanisme penyadapan yang baru, dimana fungsi penyadapan baru bisa dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas KPK telah terbentuk pada Desember 2019 dan diisi oleh lima orang anggota, yakni Tumpak Hatarongan Panggabean (Ketua), Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, dan Harjono.

Nawawi mengatakan penyadapan pertama terkait kasus korupsi yang menjerat Ismunandar beserta sang istri yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria itu dilakukan pada Februari 2020. "Jadi sekitar Februari kami melakukan penyadapan pertama atas dasar adanya informasi dari masyarakat," kata Nawawi.

Sebelumnya KPK menetapkan Ismunandar dan Encek Unguria sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan pemerintah kabupaten Kutai Timur 2019-2020. Selain Ismunandar dan Encek Unguria, KPK juga menetapkan lima tersangka lainnya, yakni Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah dan Kepala Dinas Pekerjaan umum Aswandini selaku penerima suap.

Sedangkan sebagai tersangka pemberi, KPK menetapkan AM (Aditya Maharani) selaku rekanan dan DA (Deky Aryanto) selaku rekanan. Para tersangka penerima disangkakan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.

Sedangkan para pemberi disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement